Zaiba Anaya Ahmad. Seorang gadis berusia 21 tahun, memiliki paras cantik, ceria, penyayang, ambisius, namun sedikit tertutup dengan sekitar. Salah satu mahasiswi tingkat akhir jurusan sastra Indonesia di sebuah universitas.
Anaya, sangat senang sekali menulis. Apapun selalu dituliskan dalam buku diari dengan balutan sampul berwarna merah muda miliknya. Baginya, buku harian lebih dari sekedar teman berkelana. Ia bisa menuangkan segala cerita. Apapun, kapanpun dan dimanapun dirinya ingin bercerita, buku itu selalu siap menjadi teman untuknya.
“Drttttt...drttttt...drtttttt,” suara itu keluar dari benda di atas meja dekat tempat tidur Anaya.
Iya, itu adalah suara alarm yang setiap hari bertugas membangunkannya. Seperti biasa, usai mematikan alarm ia bergegas untuk melaksanakan salat subuh.
Mandi, sarapan, kemudian bersiap untuk berangkat ke kampus. Karena, hari ini dia harus bertemu dosen yang paling tidak ingin ditemui oleh kebanyakan mahasiswa sastra. Rama Suseno, dosen mata kuliah kesusastraan paling kejam yang ditakuti oleh mahasiswa sastra. Anak zaman sekarang menyebutnya “Dosen killer”.
"Anaya bangun, Nak. Kamu ada mata kuliah pagi ini,” ucap Indah Silvia, ibu Anaya seraya mengetuk pintu kamarnya, memastikan apakah anak perempuannya sudah bangun atau belum.
“Iya Ma, udah bangun kok. Ntar lagi Naya turun ke bawah ya Ma,” sahut gadis itu sambil membuka pintu kamarnya.
“Iya Nay, Mama tunggu. Oya tolong bangunin adek Hafiz, ya. Mama mau cek ke dapur sebentar,” ujarnya seraya menuruni anak tangga.
“Oke ma,” sahut Anaya dengan sigap.
“Tok tok tok, permisi Pak ada paket,” ucapnya menggoda adik kesayangannya itu. Melihat tidak ada respon dari sang adik, gadis itu langsung masuk ke kamar untuk membangunkannya.
“Dek, bangunnnnnnnnnn!” teriaknya keras dengan meletakkan kedua telapak tangan di samping mulutnya. Sontak Hafiz kaget dan langsung menutup telinganya dengan bantal.
“Ya ampun Kak apaan sih, Adek masih ngantuk. Baru aja meremin mata selesai salat tadi. 5 menit lagi ya Kak, eh 10 menit lagi deh Kak, Hafiz janji,” sahutnya dengan nada mengantuk berat.
“Ngga ngga, kamu harus bangun sekarang. Kaka bilangin ke mama nih kalo kamu gamau bangun,”. “Iya kak iya, aku bangun ini,” sambung adiknya mencoba mendudukkan badan.
“Nah gitu dong baru Adek Kaka yang ganteng. Kaka tunggu di bawah ya, ingat jangan tidur lagi,” godanya seraya mengelus kepala adik lelakinya itu.