Perjalanan hidup itu penuh misteri, kita pun tak tahu akan seperti apa cerita besok. Orang yang baru duduk bersama, sekolah tempat kita bercengkrama, rumah dengan kehangatannya, tak akan pernah sama esok hari.
Seperti sebuah hidup yang kualami. Begitu angan selalu ingin merajut cerita-cerita indah, tetapi apa daya jika semua menghadirkan beberapa luka dan air mata.
Sebuah kehilangan tak pernah akan menjadi cerita yang bahagia. Akan ada hati yang terluka, akan ada perasaan yang kosong, hingga sebuah asa yang panjang seakan runtuh seketika. Menjadi kepingan yang akan susah dirajut kembali.
Pagi itu aku tersentak dari tidur. Sebuah mimpi yang aneh menderaku.
Serasa berada di sebuah tempat yang diselimuti embun tipis, aku melihat sebuah danau terbentang indah ditengah-tengahnya. Aku berjalan menuju sebuah kursi panjang di bibir danau. Menatap kagum pada gemericik air disertai tarian kupu-kupu disekitar kuntum bunga.
Kemudian seseorang datang, tak terlihat jelas hanya rambutnya terlihat pendek seperti pria. Dia tersenyum seraya mengulurkan tangan, aku yang masih dipenuhi perasaan bingung kembali dikejutkan oleh sebuah pusaran panjang yang menarik cepat orang itu ke dalam danau. Aku terperanjat dan langsung terbangun.
Apa itu? Hanya mimpi? Tapi aneh. Aku masih merasa detakan jantung bergerak cepat. Mimpi itu terasa sangat nyata.
Ku alihkan pandanganku pada sebuah weker yang berada diatas nakas. Ya ampun sudah hampir menunjukkan jam 7. Aku bisa terlambat sekolah.
Cepat aku bangkit menyambar handuk dan segera mandi untuk pergi ke sekolah.
• • •
Jalan pagi ini terasa ramai seperti biasa. Untung aku cepat sampai di depan gerbang sekolah kebanggaan kota kami ini. SMA Bintang Laut. Akupun turut bangga menjadi penerus dari SMA ini. Karena sebelumnya abangku satu-satunya adalah alumni terbaik dari sekolah SMA Bintang Laut. Dia adalah Kak Bintang Mahaputra. Dan aku adiknya Alyssa Ayudya Maharani.
Kami hanya dua bersaudara dari Ayah dan Bunda. Pagi tadi aku tak sempat pamitan dengan bunda, karena takut terlambat. Semoga bunda mengerti.
Di depan gerbang yang masih terbuka, aku melihat pada beberapa murid yang masih berseliweran keluar masuk. Ada yang hanya jajan aneka cemilan sebelum gerbang akan ditutup, atau hanya nongkrong di kursi yang berjejer di bawah pohon di depan gerbang sekolah ini.
Kulangkahkan kaki memasuki sekolah setelah memarkir sepedaku di antara parkir sepeda anak usia dibawah 17 tahun.
Ya. Sekolah kami punya aturan, anak yang belum punya SIM atau berusia dibawah 17 tahun tidak boleh menggunakan motor ke sekolah. Jadi beberapa murid yang masih duduk di kelas 10 masih memakai sepeda, angkot, atau Bis sekolah sebagai alternatif.
Akupun memilih memakai sepeda karena terasa lebih praktis. Dan karena lingkungan rumahku berjarak tak jauh ke sekolah.
Setelah melewati beberapa perkantoran sekolah, aku menuju koridor kelasku, aku melewati tempat beberapa pengumuman sekolah yang biasa disebut mading sekolah atau bagian informasi.
Suasana sekolah sebelum bel berbunyi masih riuh rendah oleh candaan para siswa di setiap sudutnya. Aku melihat dua sobat terbaikku, yaitu Naya dan Fidya juga sedang berada di depan kelas kami yaitu kelas 10 B.
Naya semringah melihatku datang. Fidya sontak memanggilku dan ikut melambaikan tangan. Tentu saja kami tak sabar bertemu, setiap hari terasa seru jika kami bertemu. Ada saja cerita seru yang menghiasi hari kami sebagai sahabat.
Aku berlari mendekati dua sahabat kentalku itu. Tak peduli lagi apa yang ada di sekitar. Tapi...,
Bruuuuk...
Aku menabrak seseorang. Perasaan tadi tidak ada orang di depan.
Aku meringis menahan sakit pada siku tangan yang menopang tubuh ini jatuh ke lantai. Kulihat orang yang tadi tertabrak juga ikut terjatuh. Cowok dengan label OSIS di lengan seragamnya menandakan dia adalah kakak kelas dan juga pasti Anggota OSIS sekolah. Dan diaa... Ups. Aku sontak menutup mulutku yang otomatis terbuka karena kaget melihat siapa dia.
Dia Kak Ryan.
Aduh, mati aku. Kenapa bisa menabrak kak Ryan pagi begini. Dan kenapa juga tadi aku lari. Tapi tadi kan dia nggak ada disini.
Kulihat Kak Ryan juga terkejut melihat ku. Aku jadi salah tingkah karenanya. Kenapa jadi terasa kaku begini. Keadaan kami sudah sedikit kaku sebelumnya.
" Ehhhmmm..."
Kami berdua terkejut oleh deheman keras yang menyadarkan kami. Itu adalah Kak Sandi yang tadinya bersama Kak Ryan. Kak Ryan bangkit sembari menahan sakit pada kakinya. Aku jadi merasa bersalah padanya.
Pasti itu sakit.
" Hey, kamu kenapa? Sengaja ya nabrak aku? Kamu ada masalah apa sama aku?"
Tapi... Orang ini.
Aku segera bangkit dan menggerakkan tanganku yang sedikit sakit. Tapi harga diri ini lebih sakit. Nggak boleh dibiarkan.
" Sorry, aku nggak sengaja nabrak Kakak," jawabku hati-hati. Padahal berbagai perasaan bergemuruh dihati ini.
" Kamu lihat nggak sih, kalau ada orang di depan kamu? Kamu pikir sekolah ini punya keluarga kamu, lalu kamu bebas lari-larian sendiri tanpa memperhatikan orang lain?" Kata Kak Ryan lagi.
What? Dia bilang aku lari-larian sendiri? Tapi, memang aku sama siapa tadi? Sendiri.
" Kak, kalau aku bilang nggak sengaja, ya emang enggak sengaja. Jangan diperpanjang dengan alasan apapun. Aku hampir telat makanya lari. Cuma kamu aja yang tiba-tiba muncul di depan aku," jawabku membela diri.