Hachim ...
Hachim ...
Suara itu terdengar saat Adzwa tak henti-hentinya bersin, hari ini kesehatannya tidak baik. Mungkin karena kemarin ia hujan-hujanan. Tetapi, hari ini ia harus berangkat sekolah, entah kenapa ia tak mau bolos, meski kesehatannya kurang baik. Seperti biasa, Adzwa berangkat sekolah jalan kaki, lama-lama betisnya tambah besar jika ia jalan terus setiap hari. Tetapi Adzwa tak peduli, biarkan saja betisnya besar, asalkan jangan besar kepala. “Menyedihkan,” gumamnya.
Tak butuh waktu lama, setelah dua puluh lima menit jalan kaki. Akhirnya, Adzwa bisa menyentuh ubin koridor sekolah. Masih pukul 6.35, bel masuk bunyinya di jam 7.00. Jadi, Adzwa masih punya waktu 25 menit lagi sebelum bel masuk.
Hachim ...
Sesampainya Adzwa di kelas, di dalam sudah ada Azka, Regi, Aldi, Zahra, dan beberapa murid lainnya. Adzwa menoleh ke arah Aldi dengan tatapan sinisnya, membuat Aldi ketakutan saat melihatnya. Dan, langsung menundukkan kepalanya.
“Wa,” panggil Azka tiba-tiba, kini ia sudah ada di depan Adzwa.
“Ha ... ha ... hachim ....” sembur Adzwa pada Azka dengan bersin.
Azka malah tertawa saat Adzwa bersin tepat di hadapannya, meski gadis itu memakai masker sebenarnya. “Ahahahaha ... haha ....”
Adzwa menyerinyitkan dahinya heran, pasalnya ada apa dengan Azka yang tiba-tiba menertawakannya? Karena tak terima, Adzwa pun menjitak kepala Azka.
“Kok lo jitak gue?” gerutu Azka sambil mengelus-elus kepalanya yang kena jitakan Adzwa.
“Terus ngapain lo ngetawain gue, huh?” tanyanya dengan ketus.
“Lucu!”celetuk Azka keceplosan.
“Lucu?! Apaan yang lucu?”
“Muka lo lah!” ceplos lagi Azka, lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Maksud gue itu, muka itu e ... e ... eh ...” Azka bingung mau beralasan apa.
“Sumpah, deh, rasanya gue mau tampol lo! Gak jelas banget lo jadi ---Hachim.” Jujur Azka ingin tertawa lagi saat itu, namun ia tahan agar tidak dijitak lagi oleh Adzwa.
“Lo sakit, ya?” tanya Azka sambil menempelkan tangannya ke dahi Adzwa untuk ngecek suhu tubuhnya, dan ternyata suhu tubuhnya panas.
“Apaan, sih, lo pegang-pegang?” desisnya sambil menepis tangan Azka dari dahinya.
“Lo kenapa dateng ke sekolah, sih? Badan lo panas banget, kenapa lo maksain sekolah?” gerutu Azka setengah panik.
“Apa urusannya sama lo, huh? Apa pedulinya lo sama gue? Gue mau sekolah, kek, enggak, kek, gue mau sakit apa enggak juga apa peduli lo sama gue?!” Setelah mengatakan itu, Adzwa pun melanjutkan langkahnya menuju bangku.
“Dasar batu!” dumel Azka dalam hati.
Bruk!
Tiba-tiba suara itu, mengagetkan seisi kelas. Begitu juga dengan Azka, ia pun menoleh ke belakangnya, saat itu juga Azka melihat Adzwa yang sudah tergeletak pingsan.