Diary Cewek Tomboy

Reza Lestari
Chapter #10

Diary Cewek Tomboy 9

11 tahun lalu...

Terlihat Zivan, Zahra dan Zahwa yang sedang bermain di halaman rumahnya, mereka bermain kejar-kejaran. Dan, kali ini giliran Zahra yang harus mengejar Zivan dan Zahwa.

"Zahra, cepetan kejar aku. Ayo cepetan aku di sini!" teriak Zahwa yang tengah berlari.

"Bang Zivan, Zahwa, aku sudah capek. Aku sudah gak kuat ngejar kalian lagi," keluh Zahra yang berhenti berlari.

"Ah, payah kamu!" cibir Zahwa yang masih berlari.

Seketika salah satu organ tubuh Zahra merasa sakit, kepalanya pun ikut pusing, dan perlahan penglihatannya menjadi buram-buram dan ...

Bruk!

Zahra jatuh pingsan, di sisi lain Zahwa yang masih kejar-kejaran bersama Zivan tiba-tiba terjatuh, dan lututnya terbentur batu hingga menimbulkan luka dan darah segar.

"Mama, Papa, sakit!" rengek Zahwa saat melihat darah segar dari lututnya.

Zivan segera berlari, dan menghampiri Zahwa yang sudah menangis kencang. "Zahwa kamu kenapa?"

"Aku jatuh, Bang. Mama ... Papa...!"

Dari dalam rumah, Rena dan Dirga mendengar teriakan Zahwa yang kencang, dengan cepat keduanya keluar untuk menemui anaknya. Saat hendak menghampiri Zahwa, disaat bersamaan mereka melihat Zahra yang tergeletak pingsan.

 "Zahra!" teriak Rena.

"Sayang bangun, Nak. Zahra!"

 "Mama, Papa, sakit!" teriak Zahwa dari kejauhan.

"Ayo bawa Zahra ke rumah sakit, Pah," ucap Rena.

"Zahwa ...."

"Ayo, Pah!" ajak Rena, mereka pun membawa Zahra ke rumah sakit.

Sedangkan, Zahwa yang merasakan kesakitan pada lututnya. Menginginkan bahwa Mama dan papanya yang akan menggendongnya, dan mengobati lukanya. Namun, kini hanya bisa menelan ludahnya dengan susah payah. Mama dan papanya pergi begitu saja, tanpa melihat keadaannya.

 "Biar Abang aja, ya, yang ngobatin luka kamu," bujuk Zivan yang melihat Zahwa terus menangis.

"Gak usah! Peduliin aja, Zahra. Dia lebih butuh dari pada aku!" balas Zahwa.

"Tapi, ini harus diobatin, Zahwa. Kamu tunggu di sini sebentar, ya, Abang mau ngambil dulu obatnya." Zivan pun berlari ke dalam rumah untuk mengambil kotak P3K.

Namun, Zahwa tidak mendengarkan perintah Zivan. Setelah Zivan masuk ke rumah, dengan cepat Zahwa pergi dari sana.

***

Dengan lututnya yang belum dibersihkan, Zahwa berjalan dengan menahan rasa sakit dan perih di lututnya. Tidak! Bukan hanya di lututnya, tapi juga di hatinya.

Zahwa berhenti melangkahkan kakinya di sebuah taman yang dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran, di sana Zahwa duduk di sebuah ayunan yang menggantung di pohon besar.

"Siapa kamu? Kenapa kamu ada di sini? Sendirian lagi?" tanya seorang anak laki-laki yang berada di belakang Zahwa. Membuat Zahwa menengok ke asal suara saat itu juga.

"Kamu siapa? Terserah aku dong, kalau aku ada di sini! Apa peduli orang kalau aku di sini sendiri?"

"Orang nanya, malah balik nanya. Kamu kenapa, sih?" tanya lagi bocah yang sebaya dengannya itu.

"Aku enggak apa-apa."

"Gak usah bohong, kalau kamu enggak apa-apa, terus kenapa kamu nangis?"

Anak laki-laki itu, membulatkan matanya saat melihat lutut Zahwa terus mengeluarkan darah segar. "Oh, ya, lutut kamu kenapa bedarah? Ini harus segera diobatin tau. Tunggu bentar, ya!"

Anak lelaki itu, mengambil sebuah botol air mineralnya. Lalu, membersihkan darah segar yang ada di lutut Zahwa dengan hati-hati. Sesekali Zahwa merengek kesakitan. Setelah darah itu telah bersih, anak lelaki kecil itu, menutup luka pada lutut Zahwa dengan mengikatkan syal miliknya.

"Makasih, ya, tapi kenapa kamu baik banget sama aku?" tanya Zahwa yang sudah tidak menangis lagi.

Anak itu, tersenyum. Sebelum akhirnya ia menjawab, "Karena kamu baik, makanya aku baik. Jangan nangis lagi, ya." Zahra menganggukkan kepalanya, sambil tersenyum juga.

"Oh, ya, nama kamu siapa?"

 "Nama aku, Zahwa."

 "Zahwa ...," gumamnya sambil berpikir, "hemp ... tapi aku sukannya panggil kamu marmut enggak apa-apa, ya?" ucap anak lelaki itu yang membuat Zahwa cemberut.

"Kok, marmut, sih?" gerutunya.

 "Karena aku suka!"

"Ya, udah, kalau gitu aku panggil kamu, Nyet!"

"Nyet? Apaan, tuh?"

Lihat selengkapnya