Diary Cewek Tomboy

Reza Lestari
Chapter #18

Diary Cewek Tomboy 17

Adzan asar telah berkumandang sejak 5 menit yang lalu, Adzwa pun menghentikan sejenak kegiatannya yang sedang membaca novel di ruang tamu. Ia meletakan novel beserta kacamatanya di atas meja, lalu ia beranjak dari tempat sofa untuk ke kamarnya dan menjalankan ibadah salat asar. Baru saja ia melangkah, tiba-tiba ia mendengar suara bel rumah berbunyi.

"Siapa, sih, yang bertamu?" gumamnya.

"Bi ... Bi Imas, Bi!" panggil Adzwa pada Bi Imas -asisten rumah tangganya- yang sudah kembali bekerja di rumahnya.

"Iya, Neng ada apa?" sahut Bi Imas yang sedang ada di dapur.

"Tolong bukain pintu, Bi, ada tamu. Aku mau salat dulu, dan Oma lagi ada di taman belakang!" teriak Adzwa sambil naik ke atas.

"Iya, Neng."

Bi Imas pun lari menuju pintu utama rumah Oma Adzwa, dibukanya pintu rumah itu, hingga ia melihat ada empat orang yang bertamu di sore ini. Namun, yang membuat Bi Imas tersentak kaget adalah saat melihat salah satu dari mereka yang tampak sangat mirip dengan majikannya itu. Seperti Adzwa! Siapa lagi kalau bukan, Zahra. Dan, ternyata tamu yang datang ke rumah Oma Adzwa adalah keluarga Ayuanda.

"Ma-mari masuk," ucap Bi Imas mempersilahkan masuk.

Mereka pun masuk ke rumah, dan duduk di ruang tamu setelah dipersilahkan duduk.

"Tunggu sebentar, biar saya panggilkan Oma dulu."

"Iya, Bi."

Bi Imas pun pergi ke taman belakang untuk memanggil Oma Adzwa, untuk memberitahu bahwa ada tamu untuknya. Setelah memanggil Oma Adzwa, Bi Imas langsung pergi ke dapur untuk membuatkan minum untuk para tamunya.

Tak lama kemudian, Oma Adzwa datang ke ruang tamu untuk menemui tamunya.

"Kalian datang," ucap Oma yang baru datang dari taman belakang, dan duduk di antara mereka.

"Iya, Oma kita datang, Zahwa-nya ada, kan?" tanya Zivan.

"Ada, kok, Zahwa ada tadi dia lagi baca novel di sini," jawab Oma.

"Terus sekarang Zahwa-nya mana, Oma?" tanya Zahra.

"Mungkin dia lagi salat asar dulu di kamarnya."

"Oh, gitu."

"Ini dia minumannya sudah datang," ucap Bi Imas yang baru datang dari dapur sambil membawa baki yang terdapat 5 gelas jus orange, lalu meletakannya satu persatu gelas di atas meja.

"Non, siapa namanya?" tanya Bi Imas pada Zahra. Ia masih penasaran, kenapa Zahra bisa begitu mirip dengan Adzwa.

"Zahra, Bi."

"Non Zahra benar-benar mirip sama Neng Awa, ya."

"Kita, kan, kembar, makanya mirip."

 

"Iya, Non. Kalian memang mirip sekali, hanya perbedaannya Neng Awa tomboy."

"Bi, kamu sudah selesai belum masaknya?" tanya Oma.

"Oh, iya, belum Oma, kalau gitu saya ke dapur dulu. Permisi," ucap Bi Imas, lalu pergi ke dapur.

***

Adzwa baru saja selesai salat, ia pun langsung melipat mukena dan sajadahnya, lalu ia simpan kembali ke tempat semula.

"Akhirnya, hati gue tenang juga setelah salat."

"Oh, ya, ponsel gue mana, ya? Kok, gue jadi lupa nyimpennya?" gumam Adzwa pada diri sendiri.

"Tanya Oma, deh."

Satu-persatu anak tangga ia lewati, hingga akhir. Ia pun melangkahkan kakinya menuju ruang tamu untuk menghampiri omanya.

"Oma liat ponsel a ---" ucapan Adzwa terhenti, ketika kedua matanya melihat orang-orang yang tak asing lagi baginya. Mata Adzwa tiba-tiba memanas, hatinya kembali goyah setelah lamanya ia mencoba tegar.

"Zahwa!" ucap Zivan dan Zahra serentak, lalu menghampiri Adzwa dan memeluknya.

"Kenapa? Kenapa ada mereka di sini? Siapa yang memberitahu mereka kalau gue di sini? Kenapa harus mereka yang ada di sini?" batin Adzwa, perlahan air matanya menetes begitu saja.

"Kita semua kangen banget sama lo, kita ke sini mau jemput lo untuk sama-sama lagi," kata Zahra yang masih memeluk Adzwa.

"Lepasin gue!" bentak Adzwa sambil melepaskan pelukannya dari Zahra dan Zivan.

"Zahwa, lo kenapa?"

"Oma, kenapa ada mereka di sini?" tanya Adzwa, namun omanya hanya melihatnya dengan nanar ke arah Adzwa, ketika melihat cucunya menangis. Ia hanya ingin mengembalikan kebahagiaan Adzwa.

"Oma jawab aku, kenapa mereka ada di sini? Kenapa Oma biarkan mereka datang ke sini? Kenapa Oma tega sama aku?" tanya Adzwa bertubi-tubi.

"Apa maksud lo, Zahwa? kita ke sini, karena kita keluarga lo. Gue abang lo, dan Zahra saudara lo. Kita keluarga lo Zahwa!" ucap Zivan pada adiknya yang telah lama tak bertemu.

"Udah pernah gue bilang, kan? Kalau gue itu, bukan Zahwa. Gue bukan, Zahwa! Zahwa yang lo maksud itu udah mati, dan perlu lo tau. Gue gak punya Abang yang ingkar janji, gue gak punya saudara yang maruk, gue gak punya Mama, gue gak punya Papa. Bahkan, gue gak punya keluarga. Gue cuma punya, Oma. Hanya Oma yang gue punya!" balas Adzwa dengan suara meninggi, mengungkapkan semuanya yang selama ini ia pendam.

"Sayang, kenapa kamu bicara seperti itu? Mereka ke sini untuk jemput kamu, itu, kan, yang kamu mau sejak dulu? Harusnya kamu senang, bujuk Oma pada Adzwa.

"Enggak, Oma! Aku gak pernah senang di jemput sama mereka, aku gak mau ikut mereka lagi. Mereka bukan siapa-siapa aku lagi. Karena dari dulu aku hanya orang asing bagi mereka." Air mata Adzwa semakin berderai, dadanya sesak, hatinya terasa perih. Kenyataannya, bertemu dengan mereka malah membuat lukanya semakin dalam.

Lihat selengkapnya