“Gila! Gue masih belum nyangka kalau Adzwa itu saudara kembarnya, Zahra.”
“Tapi kenapa mereka seperti gak pernah kenal?”
“Palingan juga karena si cewek gila itu yang nyembunyiin semua ini, dari awal dulu kita pertama sekolah, kan, kita gak pernah tau wajah aslinya dia kayak gimana. Dan, asal kalian tau, waktu Zahra jadi murid baru di sekolah ini, Adzwa marah-marah sama dia karena bangkunya di tempatin, Zahra. Kasian banget, kan, Zahra. Padahal, dia gak salah apa-apa, yang salah itu si cewek gila itu.”
Ocehan-ocehan itu, membuat Adzwa menghentikan kegiatannya yang sedang makan di kantin, ini adalah hari pertama Adzwa mau makan di kantin. Tetapi, siswa-siswi lain terus membicarakannya yang tidak-tidak, sedari tadi Adzwa memilih diam, ia tak mau meladeni orang-orang itu karena tidak mau membuat onar lagi di sekolah. Ia sudah janji pada omanya.
Sekarang ia tak nafsu makan lagi, setelah mendengar ocehan mereka. Azka yang melihatnya tak tega pada Adzwa, dulu Adzwa memang selalu saja membuat kesalahan. Namun, setelah beberapa bulan ini, Adzwa ada perubahan. Gadis itu juga tak masuk ruang BK lagi. Tetapi, kenapa sepertinya mereka masih merasa dendam pada Adzwa?
“Seharusnya dia itu gak ada di dunia ini, buat apa coba? Jadi si pembuat onar?!”
“Setuju tuh gue, harusnya, kan, dari dulu dia udah di D.O dari sekolah ini.”
Azka bangkit dari duduknya, ia tak bisa melihat Adzwa yang dikatai begitu saja oleh siswa-siswi yang lain. “Eh, lo semua kalau punya mulut itu dijaga. Jangan sukanya ngomong seenaknya aja, emang lo semua tau kebenarannya apa? Enggak, kan! Gak usah sotoy, deh, lo semua, dan gak usah sok bener lo semua. Sadar dulu, udah bener kagak hidup lo semua, kalau udah bener, baru ngomong seenaknya terserah lo sampe berbusa juga. Masih suka dihukum juga ngatain orang seenaknya aja,” celoteh Azka di hadapan semua orang yang berada di kantin itu.
“Eh Ka, lo kenapa jadi belain itu cewek gila, sih?!”
“Cukup, ya, lo bilang Adzwa cewek gila! Yang gila itu lo, bukan Adzwa!” timbal balik Azka pada orang iu.
“Lo siapa, sih? Ngapain lo mau-maunya belain itu cewek pembawa sial?”
“Karena dia pacar gue, kenapa?” bala Azka membuat mereka terdiam.
Adzwa menoleh pada Azka sambil membulatkan matanya. Maksudnya apa bilang bahwa ia pacarnya, sejak kapan mereka jadian?
“Mau-mau aja lo pacaran sama cewek pembawa sial, awas aja lo kena batunya, karena pacaran sama cewek pembawa sial.”
Adzwa tak mau lagi mendengar semua cacian orang-orang terhadapnya, ia pun bangkit. Lalu, pergi meninggalkan kantin itu dengan kesal.
“Adzwa!” panggil Azka, namun tak didengar. Ia pun mengikuti Adzwa yang pergi begitu saja.
***
Adzwa duduk di bawah pohon rindang yang berada di taman sekolah, hatinya begitu perih saat mendengar makian orang lain, ia tahu bahwa selama ini ia sering membuat masalah di sekolah. Tetapi, selama itu ia tak pernah mencaci maki siapa pun siswa yang bersekolah di sana.
Tak lama kemudian, Azka ikut duduk di samping Adzwa yang tengah melamun, “Gak baik tau ngelamun di bawah pohon,” ucap Azka, tetapi Adzwa tidak menggubrisnya. “Kan, gue pernah bilang, jangan pernah dengerin apa kata orang yang bikin lo sakit hati. Jika lo gak tahan, cukup tutup kedua telinga lo.”
Adzwa menyenderkan kepalanya pada bahu Azka, kemudian ia menutup kedua matanya.
“Gue capek, gue lelah. Mereka semua gak ada yang tahu apa yang selalu gue rasain, hidup gue gak seindah mereka, gak sebagus nasib mereka. Sering kali gue iri pada mereka, kenapa gue gak bisa seperti mereka?” Bulir air mata menetes begitu saja dari pelupuk matanya, mungkin selama ini ia terlihat kuat, tapi tidak untuk hatinya. Hatinya begitu rapuh, tak sekuat dirinya yang seperti biasanya.
“Jangan nangis lagi, Wa. Gue janji sama lo, gue akan menjadi orang pertama yang maju untuk nutup mulut orang lain yang seenaknya bilang ini-itu sama lo.”
“Kenapa lo mau ngelakuin itu?”
"Karena, gue sayang sama lo," batin Azka.
“Karena lo adalah sahabat gue. Gue nggak mau liat lo sedih lagi,” ada jeda, “oh, ya, gue bisa, lho, bikin lo ketawa sekarang juga. Tanpa gue cerita yang lucu,” lanjutnya.
Adzwa mendongkakkan kepalanya, lalu menghadap pada Azka. “Gimana caranya? Gue orangnya susah ketawa, lho.”
“Tapi, gue yakin dengan cara gue ini, lo bisa ketawa lepas. Mau gue buktiin?” tanya Azka.
“Boleh, coba gue mau tau gimana cara lo bisa bikin gue ketawa.”
Azka tersenyum jahil, merasa tertantang oleh Adzwa, ia yakin jika dengan caranya Adzwa bisa tertawa lagi. “Siap?” tanya Azka yang membuat Adzwa menganggukkan kepalanya, dan saat itu juga Azka menggelitiki pinggang Adzwa.
“Azka geli!” teriak Adzwa saat Azka terus saja menggelitikinya, cara Azka memang sederhana. Tetapi, memang berhasil membuat Adzwa tertawa dengan lepas. Saking gelinya.
“Hahahahahaha ....”
Tanpa mereka sadari, sedari tadi Zahra memperhatikan keduanya di jarak yang tidak terlalu jauh dari tempat Azka dan Adzwa berada.