Diary Ingin Cerita

Farida Zulkaidah Pane
Chapter #2

Aku Masih Mengingat-Mu

Demi mengakhiri kebingungannya, Nilam pun memberanikan diri bertanya, “Kakak ini siapa?”

“Oh, aku Pay. Kamu Nilam, kan?” jawab Pay dengan nada bercanda.

Oh, Nilam itu namaku, ya? Nilam berkata dalam hati.

“Apa kita saling kenal sebelumnya?” tanya Nilam pada Kak Pay.

“Ha? Oh, kita belum kenalan, ya?” Kak Pay jadi merasa agak kikuk dengan situasi yang sangat formal ini, “Ya, sudah. Perkenalkan, aku Pay,” katanya sambil menunjuk ke arah dadanya sendiri. Tampaknya, Kak Pay ini sangat ramah. Nilam merasa bisa meminta banyak informasi darinya.

“Ini di mana?” tanya Nilam lagi.

“Ini?” Kak Pay terhenyak mendengar pertanyaan Nilam yang semakin aneh. Ia mulai menyadari apa yang terjadi, “Ini di Gunung Penanggungan. Kamu tidak ingat?” tanyanya hati-hati pada Nilam.

“Pe-nang-gung-an?” eja Nilam sambil berusaha mengorek memorinya tentang kata yang diucapkannya.

“Iya. Ini gunung senasib sepenanggungan, sewelirang, dan searjuna!” cetus Kak Pay berusaha mencairkan suasana sambil menunjuk ke tanah tempat mereka berpijak, kemudian beralih ke arah Selatan. Ada dua gunung di sebelah sana yang samar-samar tampak dari kejauhan. Penanggungan, Welirang, dan Arjuna memang tiga gunung yang letaknya berdekatan di daerah Jawa Timur.

Nilam hanya bisa terdiam. Ia sama sekali tidak menemukan petunjuk apa pun tentang tempat ini, “Untuk apa aku di sini?” tanyanya lagi pada Kak Pay.

Kak Pay tampak syok dengan kenyataan yang sedang dihadapinya. Ia sibuk mencari jawaban untuk Nilam. Setelah menata diri, Kak Pay mulai berusaha menjelaskan.

Mm, kamu dan teman-temanmu saat ini sedang mengikuti diklat untuk diterima sebagai anggota baru di klub pencinta alam. Saya salah satu senior yang melatih kalian di sini,“ jawab Kak Pay dengan tempo pelan-pelan dan mata melebar, berharap Nilam bisa segera memahami dan teringat.

“Kamu ingat?” tanya Pay penuh harap. Nilam menggeleng.

Kak Pay pun menghela napas dalam-dalam. Ia benar-benar kebingungan memikirkan apa tindakan yang harus diambilnya menghadapi kondisi tak terduga begini. Setelah berdehem berulang-ulang sambil memeras otak, akhirnya Kak Pay memutuskan mengajak Nilam untuk beristirahat di tenda senior.

Nilam memasuki sebuah tenda regu dengan kapasitas sekitar sepuluh orang. Selain tenda ini, masih ada dua lagi tenda senior yang lain dengan ukuran lebih kecil. Kak Pay pun menceritakan secara singkat keadaan Nilam kepada para senior di situ.

“Amnesia?” semua mata terbelalak, menoleh, dan memandang iba pada Nilam.

Pancaran mata para senior laki-laki dibalut dengan rasa cemas, kawatir jika kejadian ini akan mencoreng nama pencinta alam, “Kok bisa sampai amnesia? Apa kita sejahat itu, ya?” sekilas Nilam mendengar bisikan di antara mereka.

“Kamu ingat di mana rumahmu?” tanya Kak Adit. Nilam menerawang. Beberapa detik kemudian, dia menggeleng.

Lihat selengkapnya