Diary Kanaya

Sabelia
Chapter #4

#4 Superhero

Perlahan Aku membuka mataku yang terasa berat. Cahaya terang yang menyapa membuat mataku tertutup lagi. Aku segera membuka mata lagi dan berusaha menyesuaikan penglihatan dengan cahaya terang yang terasa menusuk. Lalu memegangi kepalaku yang terasa pening.

Mataku membulat saat menatap sekelilingku yang sama sekali belum pernah aku lihat. Dimana Aku? Sungguh ini lebih menyeramkan dari jalan yang kujalani tadi.

Memoriku berputar kembali.

Aku mendengus ketika sadar jika tempat ini adalah tempat kurungan dari para iblis itu untukku. Sebenarnya apa salahku?! Aku bahkan tak memakai perhiasan emas atau hal berharga lainnya.

Lalu dari ruangan ini Aku mendengar suara-suara yang tak jelas dari indera pendengaranku. Aku segera bangkit dari sofa usang tempatku berbaring itu untuk mencari letak pintu.

Aku berjalan ke samping kiriku, dimana ada sebuah pintu kayu yang penuh debu. Aku melangkah sambil memegang benda apapun yang bisa kuraih, akibat rasa pening yang masih menjalar.

Aku tak peduli jika tanganku telah penuh dengan debu akibat menyentuh dinding. Segera kuraih kenop pintu dan memutarnya.

Hasilnya sia-sia. Aku hampir menangis ketika mengetahui pintu itu terkunci. Bahkan dengan sisa-sisa tenaga yang ku keluarkan pun tak mampu membuat pintu itu bergerak walau sedikit saja.

Aku luruh di samping pintu itu, lalu menyandarkan tubuhku di dinding. Memeluk lututku dan membenamkan wajahku di sana. Aku begitu lemah, air mataku terus mengalir. Aku sungguh berharap seseorang datang menjemputku, menjadi superhero bagiku.

Aku sungguh takut, ditambah suara perkelahian di luar ruangan ini. Suara pukulan, erangan kesakitan, benda-benda berjatuhan, dan tawa ejekan dari sana benar-benar menyeramkan.

Ibu, tolong Aku …

BRAK

Pintu terbuka dengan sekali tendangan. Aku tau karena setelah itu sebuah kaki yang terbalut sepatu mendarat di samping tubuhku. Aku mendongak melihat siapa pemiliknya.

Dia---

"Kok Elo, sih?!"

Padahal Aku belum sempat menyadarkan diri dari tindakannya yang tiba-tiba menarik paksa kedua lenganku untuk berdiri. Kini Aku sudah disembur dengan bentakannya yang memecahkan telinga.

Aku menangis lagi, entah kenapa Aku begitu cengeng. Aku bahkan sampai memeluk lelaki pengantar undangan itu. Aku tak tau kenapa Ia ada disini, Aku tak perduli. Aku hanya butuh seseorang untuk menghilangkan rasa takutku.

Lihat selengkapnya