Pagi itu, rumah sakit mulai dipenuhi oleh aktivitas harian yang biasa. Suasana masih tenang, meskipun udara di luar terasa berat dengan awan mendung yang menggantung rendah.
Para perawat dan dokter yang berdatangan ke rumah sakit melintasi lobi utama, sibuk dengan rutinitas masing-masing.
Di antara mereka, terlihat Ratna, seorang perawat senior yang sudah bekerja di rumah sakit ini selama lebih dari satu dekade.
Ratna berjalan dengan langkah mantap menuju lantai yang dikhususkan untuk mahasiswa Koas.
Langkah Ratna yang biasa terhenti sejenak ketika ia melewati koridor yang panjang dan terang benderang oleh lampu neon. Ia merasakan ada yang aneh, seperti sebuah firasat buruk yang mendekapnya erat. Namun, ia mencoba mengabaikannya, melanjutkan langkah menuju Ruang Koas.
Ketika Ratna membuka pintu Ruang Koas, ia disambut oleh pemandangan yang menghantui.
Di sana, di atas meja belajar yang berantakan dengan buku-buku tebal dan catatan medis, tubuh Anisa Rahma, seorang mahasiswa spesialis anestesi, tergeletak tak bergerak.
Mata Anisa tertutup rapat, wajahnya pucat, dan tangannya yang dingin menggenggam sesuatu. Hening menyelimuti ruangan, hanya terdengar deru pelan dari AC yang berhembus dingin.
Ratna merasa darahnya membeku. "Ya Tuhan, Anisa...," bisiknya pelan, hampir tidak terdengar.
Ia mendekati tubuh Anisa dengan hati-hati, tangannya bergetar saat ia mencoba merasakan denyut nadi di pergelangan tangan Anisa. Namun, yang ia rasakan hanyalah dingin. Anisa sudah meninggal. Ratna terdiam sejenak, berusaha menenangkan dirinya sebelum berlari keluar ruangan dan meraih telepon terdekat.
"Hallo, ruang darurat? Ini Ratna. Tolong segera ke Ruang Koas! Ini darurat, Anisa Rahma... dia... dia meninggal!" suaranya bergetar saat mencoba menjelaskan situasi.
Beberapa menit kemudian, tim medis tiba dengan cepat di Ruang Koas. Di antara mereka, dr. Surya, seorang dokter senior yang sudah terbiasa menghadapi situasi darurat, memimpin tim tersebut. Mereka dengan sigap memeriksa kondisi Anisa, namun hanya bisa mengonfirmasi bahwa Anisa sudah tiada. Wajah dr. Surya yang biasanya tenang berubah menjadi serius. Ini bukan kematian yang biasa.
"Ratna, tolong ceritakan semuanya dari awal," dr. Surya berbicara dengan nada tegas namun lembut, mencoba memahami situasi yang dihadapi.