Matahari sore yang basah mulai tenggelam menebarkan sinar kemerahan di atas langit, menciptakan bayang-bayang panjang di antara pepohonan di Pemakaman Umum. Nadia berdiri di samping pusara Anisa, merasakan angin lembut yang membawa aroma bunga kamboja yang mulai layu. Rasa dingin menjalari tulang punggungnya, bukan karena angin sore, tapi karena kesedihan yang tak kunjung hilang.
Di sekelilingnya, orang-orang mulai berkumpul, wajah mereka penuh dengan duka. Mereka semua mengenal Anisa dalam berbagai kapasitas: sebagai teman, sebagai rekan kerja, atau sebagai murid yang berdedikasi. Nadia memandangi setiap orang yang hadir dengan perasaan yang campur aduk. Di antara mereka, ada dr. Surya, seorang dokter senior, yang selalu mengagumi ketekunan Anisa dalam belajar. Ada juga dr. Aditya, seorang kepala rumah sakit yang tegas.
Sri dan Fitri, rekan Anisa di rumah sakit, berdiri tak jauh dari Nadia. Mata mereka merah, jelas mereka telah menangis sepanjang hari. Umay, teman sekelas Anisa, menundukkan kepalanya, terisak pelan.
Nadia meremas tas kecil di tangannya, mencoba menenangkan dirinya. Di dalam tas itu, ada diary Anisa yang telah ia baca setengahnya. Setiap kata yang tertulis di dalamnya terus berputar-putar di kepalanya, menciptakan rasa tak nyaman yang semakin kuat.
"Pasti ada sesuatu yang salah," gumam Nadia pelan pada dirinya sendiri. Pikirannya tak bisa menerima bahwa Anisa, yang selalu ceria dan penuh semangat, tiba-tiba memilih mengakhiri hidupnya. Ada sesuatu yang tidak pas, sesuatu yang belum ia ketahui.
Di tengah lamunannya, Nadia menyadari kehadiran Dr. Surya yang mendekat. Pria paruh baya itu menatap pusara Anisa dengan pandangan kosong, seolah tak percaya dengan apa yang terjadi.
"Dia adalah dokter muda terbaik yang pernah ada di Rumah Sakit," suara dr. Surya terdengar pelan, hampir seperti berbicara kepada dirinya sendiri.
"Dia punya masa depan yang cerah... Saya tidak pernah menyangka ini akan terjadi."
Nadia hanya bisa mengangguk pelan, tak tahu harus berkata apa. Kata-kata dr. Surya hanya memperkuat rasa penasaran dan kecurigaan di dalam dirinya.
Mengapa Anisa mengakhiri hidupnya? Apakah benar ini adalah pilihan Anisa sendiri, atau ada sesuatu yang lebih gelap di balik semua ini?
Saat pemakaman berlangsung, Nadia terus mengamati orang-orang di sekitarnya. Beberapa di antaranya terlihat sangat terpukul, sementara yang lain hanya berdiri diam, wajah mereka sulit dibaca. Salah satu orang yang menarik perhatian Nadia adalah David. Dia tampak gelisah, sesekali melihat ke sekeliling dengan mata yang penuh waspada.