Nadia merapikan stetoskop yang menggantung di lehernya sambil menghela napas panjang. Hari ini penuh dengan jadwal yang padat. Sebagai dokter sekaligus mahasiswi kedokteran spesialis anak, Nadia hampir tidak punya waktu untuk bernapas di tengah-tengah tugas klinis dan kuliahnya.
Selesai menangani seorang pasien di bangsal anak, Nadia langsung pamit pulang. Sesampai di kamar kosnya, ia mencoba meredakan kelelahan yang mulai menggerogoti tubuhnya. Dia tahu bahwa tanggung jawabnya sebagai dokter sangat besar, namun ada satu hal yang terus membayangi pikirannya—buku diary Anisa.
Sebelumnya, Nadia sudah memutuskan untuk menjeda membaca diary itu. Ada terlalu banyak emosi yang muncul ketika dia membaca halaman-halaman awal, emosi yang belum siap dia hadapi di tengah kesibukannya. Namun, saat ini, pikirannya terus melayang kembali ke cerita yang tertulis dalam buku tersebut.
"Ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan ini," gumam Nadia pada diri sendiri saat dia memeriksa jadwal pasien berikutnya di ponsel.
Namun, sebelum dia sempat beralih ke tugas berikutnya, ponselnya bergetar, menandakan ada notifikasi baru. Dengan cepat, Nadia melirik layar ponselnya. Sebuah notifikasi dari media sosial muncul. Akun yang biasa ia ikuti, @HiddenEyes, baru saja memposting sesuatu. Nadia tidak terlalu memikirkan hal itu sampai matanya tertumbuk pada judul postingan tersebut.
“Menolak lupa, keadilan tetap ada dan harus ditegakkan tidak pandang bulu, kasus tewasnya dokter muda Anisa Rahma dari Universitas Kedokteran dan Rumah Sakit Nusa Medika masih harus diselidiki lebih lanjut. Kita kawal sampai tuntas!”
Degup jantung Nadia tiba-tiba terasa lebih cepat. Jari-jarinya gemetar saat dia menggulir ke bawah, melihat gambar yang disertakan dalam postingan itu. Sebuah gambar dari halaman pertama diary Anisa, yang saat ini ada di tangannya.
"Ini... ini halaman pertama diary Anisa!" serunya tanpa sadar. "Bagaimana bisa ini tersebar?"
Nadia merasa dadanya sesak. Pikiran-pikirannya berputar kencang. Bagaimana mungkin isi diary ini bisa bocor ke publik? Siapa yang melakukannya? Dan mengapa?
"Apakah ini orang yang sama yang merobek halaman tentangku?" Nadia bertanya dalam hati, tapi tidak ada jawaban yang muncul. Pikiran tentang seseorang yang membaca diary itu sebelum dirinya, seseorang yang mengetahui rahasia Anisa, membuatnya takut.
Dia menggulir lebih lanjut ke bagian komentar. Ratusan ribu komentar mengalir seperti air, masing-masing dengan pandangan mereka sendiri tentang kasus Anisa. Beberapa mendukung investigasi lebih lanjut, sementara yang lain bersikap sinis, menganggap bahwa kasus ini hanyalah upaya untuk mencari perhatian.
"Apa yang harus aku lakukan? Jika media tahu, semuanya bisa semakin rumit," Nadia berkata dengan cemas. Pikirannya melompat-lompat dari satu skenario buruk ke skenario lain.
Nadia meneliti akun @HiddenEyes dengan lebih seksama. Akun ini sering memposting hal-hal yang viral dan kontroversial, menarik perhatian ribuan, bahkan jutaan orang. Dan kali ini, mereka menargetkan kasus Anisa.
"Siapa yang ada di balik akun ini? Apa motivasi mereka?" tanya Nadia pada dirinya sendiri. Setiap pertanyaan hanya menambah kebingungan dan kecemasannya.