Diary Kelabu Dokter Muda

Jiebon Swadjiwa
Chapter #10

BAB 10: Cerita Bagian Kedua

Nadia duduk di sudut kafe yang remang-remang, tempat yang dulu sering ia datangi bersama Anisa dan teman-temannya. Kafe itu tidak terlalu besar, namun cukup nyaman dengan aroma kopi yang memenuhi ruangan, memberikan rasa hangat yang menenangkan.

 Nadia mencoba memusatkan pikirannya, namun tetap saja pikirannya terus-menerus berputar pada viralnya halaman pertama dari buku diary Anisa yang diposting oleh akun @HiddenEyes.

 “Sial,” gumam Nadia pelan sambil meraih cangkir kopinya. Matanya tertuju ke luar jendela, melihat mobil-mobil yang berlalu lalang di jalanan. Suasana kafe yang biasanya menenangkan kini terasa begitu bising di telinganya.

 Dia mencoba menenangkan hatinya, menyesap kopi sambil mengingat kembali hari-hari terakhir bersama Anisa.

 Semua begitu cepat berlalu, dan sekarang, di tengah kesibukannya sebagai dokter sekaligus mahasiswa kedokteran spesialis anak, Nadia harus menghadapi kenyataan bahwa cerita Anisa mulai terkuak ke publik dengan cara yang tidak seharusnya.

 Hari sudah menjelang malam ketika Nadia akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Meski tubuhnya terasa lelah setelah seharian menjalani kegiatan di rumah sakit, pikirannya masih dipenuhi oleh berbagai pertanyaan yang belum terjawab.

 Setibanya di kamar, Nadia segera mengunci pintu, duduk di meja belajarnya, dan membuka kembali buku diary Anisa yang sudah mulai usang di tangannya.

 “Baiklah, Anisa, aku akan melanjutkan membaca,” bisik Nadia kepada dirinya sendiri, mencoba mengumpulkan keberanian untuk melanjutkan apa yang telah ia mulai.

 Bab berikutnya dalam diary itu tertulis: “Sri: Teman di Tengah Kesunyian.”

 Nadia menarik napas dalam, membiarkan dirinya tenggelam dalam cerita yang ditulis oleh Anisa.

 ***

 Kilas balik membawa Nadia ke masa lalu, saat Anisa pertama kali bertemu dengan Sri di rumah sakit. Mereka berdua ditugaskan di ruang gawat darurat, sebuah tempat di mana ketegangan dan tekanan selalu tinggi.

 Anisa dan Sri bertemu untuk pertama kalinya saat sedang menangani pasien dalam kondisi darurat.

 Saat itu, Anisa merasa sedikit gugup karena baru pertama kali bekerja di rumah sakit sebesar itu. Namun, kehadiran Sri yang tenang dan sigap membuat Anisa merasa lebih tenang.

 Di tengah kesibukan itu, Anisa menyadari bahwa Sri adalah seseorang yang dapat dia andalkan. Mereka mulai berbicara di sela-sela waktu istirahat, saling mengenal lebih jauh. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk menyadari bahwa mereka memiliki banyak kesamaan, terutama dalam hal menghadapi tekanan pekerjaan.

 "Di rumah sakit yang begitu besar dan sibuk, menemukan seorang teman seperti Sri adalah sebuah keberuntungan," tulis Anisa dalam diary-nya.

 "Dia membuat hari-hariku di rumah sakit menjadi lebih ringan. Kami sering bercanda di sela-sela tugas yang melelahkan."

Lihat selengkapnya