Nadia melangkah perlahan ke arah jendela, mengamati hujan yang turun dengan deras di luar. Suara gemericik air hujan seakan menjadi latar belakang yang sempurna untuk pikirannya yang kacau. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri dari kekacauan yang menyelimuti pikirannya.
Teori kekacauan—konsep bahwa sebuah aksi kecil bisa memicu reaksi besar—terus terngiang dalam benaknya. Benar-benar seperti yang terjadi pada dirinya; satu keputusan kecil, seperti membuka diary Anisa, telah menuntunnya pada kebenaran yang sangat mengejutkan.
“Kenapa harus ada semua ini?” Nadia bergumam pada dirinya sendiri.
“Satu hal kecil bisa menyebabkan semuanya menjadi rumit.” Dia menatap diary Anisa yang terbuka di meja, halaman-halamannya yang penuh tulisan tangan dan coretan-coretan kecil seakan berbisik kepadanya.
Hatinya terasa berat saat Nadia kembali memikirkan berita bunuh diri Anisa yang viral. Sekarang, akun @HiddenEyes memposting halaman pertama dari diary Anisa yang membuat semua kembali heboh. Bagaimana mungkin sebuah buku kecil bisa menyebabkan kekacauan sebesar ini?
Nadia merasa lelah dan bingung. Namun, ia tahu ia harus melanjutkan pencariannya. Memutuskan untuk mengambil langkah selanjutnya, Nadia menutup diary Anisa dan keluar dari rumah. Di luar, hujan mulai mereda dan kota Semarang terlihat basah dan bersinar dengan refleksi lampu jalanan.
Nadia tiba di kafe yang terletak tepat di seberang jalan dari rumah sakit. Pintu kaca kafe yang terbuka lebar mengeluarkan aroma kopi segar yang menyambutnya. Dia melangkah masuk dan segera melihat David duduk sendirian di sudut kafe, asyik dengan cangkir kopi dan buku di tangannya.
Nadia berhenti di pintu, mengambil napas dalam-dalam.
“Jadi ini dia,” bisiknya, lebih pada dirinya sendiri daripada pada orang lain.
Dengan hati-hati, dia memilih meja di dekat jendela, yang memungkinkan dia untuk memantau David tanpa terlalu mencolok.
Sambil menatap David, Nadia membuka menu dan berusaha terlihat sibuk. Namun, pikirannya masih melayang pada halaman-halaman diary yang telah ia baca.
Di dalam diary itu, Anisa menceritakan tentang persahabatannya dengan David, dan sekarang dia harus mencari tahu lebih jauh tentang peran David dalam kisah tersebut.
David tampaknya tidak menyadari kehadiran Nadia. Dia sibuk dengan bukunya dan tidak banyak berbicara dengan pelayan kafe.
Nadia mengamati gerak-gerik David dengan seksama. Dia mengenakan jaket kulit hitam dan tampak serius, seakan dunia di luar kafe tidak ada artinya.
Ketika David selesai minum kopi, ia berdiri, menyiapkan untuk meninggalkan kafe.
Nadia dengan cepat memasukkan uang ke dalam tas dan mengikuti David dari belakang. Hatinya berdebar-debar saat dia melangkah keluar dan menuju ke jalanan yang basah.
David berjalan perlahan di trotoar, menghindari genangan air. Nadia tetap berada beberapa langkah di belakangnya, berusaha agar tidak terlalu terlihat mencolok. Ia mengikuti David yang tampaknya menuju ke sebuah daerah yang lebih ramai, dengan beberapa toko dan kafe yang berjejer di sepanjang jalan.
“Ke mana dia akan pergi malam ini?” Nadia bergumam. “Apa yang dicari David di sini?”
Setelah beberapa menit berjalan, David akhirnya berhenti di sebuah gedung besar yang memiliki tulisan neon “Day n Duar”.
Nadia memperhatikan dengan saksama saat David memasuki gedung tersebut. Ada beberapa orang yang dikenal sebagai influencer lokal yang sedang berdiri di luar, mengobrol dengan ceria.
“Tempat ini kelihatannya ramai,” kata Nadia sambil melirik jam tangannya. “Haruskah aku masuk juga?”