Nadia menghela napas panjang saat akhirnya bisa duduk di ruang istirahat setelah seharian menangani banyak pasien. Kantor dokter yang biasanya ramai dengan aktivitas kini mulai tenang seiring berlalunya waktu. Rekan-rekannya sesekali lalu-lalang, sibuk dengan pasien atau diskusi sesama dokter. Namun, Nadia sudah terlalu lelah untuk ikut serta. Dia meraih ponselnya dan mulai memeriksa notifikasi yang menumpuk.
"Pasti banyak yang terjadi hari ini," gumamnya pelan sambil menyapu layar ponselnya. Rasa lelah yang mendera tampak jelas di wajahnya, tapi ada sesuatu yang membuatnya terus membuka satu demi satu notifikasi berita yang masuk.
Seketika, matanya membulat membaca judul berita yang terpampang di layar. Berita itu membuat napasnya tertahan.
"Kasus Bunuh Diri Seorang Dokter Muda Kembali Muncul ke Permukaan..."
"Pakar Hukum Menilai Kasus Bunuh Diri Anisa Disebabkan oleh Tekanan Batin Akibat Perundungan..."
Nadia terdiam sejenak, jari-jarinya gemetar. Ia menelusuri lebih banyak berita yang muncul, semua terkait dengan diary Anisa dan spekulasi liar yang berkembang di media.
Seorang rekan kerja tiba-tiba masuk ke ruang istirahat, mengagetkan Nadia. "Nadia, kamu tahu tentang berita terbaru soal Anisa? Ini makin heboh. Semua media kayaknya bahas ini."
Nadia tersentak dari lamunannya. "Ya, aku tahu. Aku baru lihat. Banyak sekali spekulasi yang beredar."
Rekan kerjanya mengangguk. "Kalau aku lihat, banyak pengacara mulai turun tangan. Sepertinya kasus ini bakal jadi besar."
Nadia hanya bisa mengangguk lemah. "Aku... aku belum sempat baca semuanya. Tapi ini mulai membuatku khawatir."
"Jangan terlalu dipikirin, Nad. Kamu masih harus fokus sama pasien-pasien kita." Rekan kerjanya menepuk bahunya sebelum pergi.
Tapi dalam hati, pikiran Nadia terus berputar. "Aku harus fokus pada pekerjaan, tapi berita ini terus menghantui pikiranku. Apakah aku bisa menemukan kebenaran sebelum semuanya semakin kacau?"