Diary Kelabu Dokter Muda

Jiebon Swadjiwa
Chapter #16

BAB 16: Cerita Bagian Ketiga

Anisa, sahabatnya yang kini telah tiada, meninggalkan jejak yang begitu dalam dalam diary ini. Setiap kalimat yang ditulisnya adalah cermin dari kepedihan, kesedihan, dan kesunyian yang ia alami.

Hari ini, Nadia memulai bagian ketiga dari diary itu, dan tanpa diduga, ia menemukan nama yang begitu familiar: Umay.

 "Umay?" bisiknya, nyaris tak percaya. Sosok yang kini menjadi pusat perhatian karena video kontroversialnya ternyata memiliki peran penting dalam kisah hidup Anisa.

 Pikiran Nadia segera melayang ke berita terbaru yang ia lihat di media sosial tentang Umay, yang baru-baru ini menjadi sorotan karena teori konspirasi yang ia ungkapkan di kanalnya. Tapi bagaimana bisa Umay terlibat dalam kehidupan Anisa?

 Pertanyaan itu membuat Nadia semakin penasaran. Ia melanjutkan membaca dengan sorot mata tajam, mencoba mengungkap hubungan antara Anisa dan Umay, yang dulu ia kira hanya kenalan biasa.

 Nadia mulai teringat kembali masa-masa kuliah mereka. Saat itu, Umay adalah mahasiswa ilmu komunikasi yang dikenal sebagai aktivis kampus, sementara Nadia dan Anisa lebih fokus pada akademik. Mereka bertiga sering bertemu di kantin kampus, bercanda dan berbagi cerita. Namun, pertemanan itu memudar seiring dengan kesibukan masing-masing.

 Siapa sangka, di balik semua itu, Anisa dan Umay memiliki hubungan yang lebih dalam dari yang pernah Nadia bayangkan.

 ***

 Nadia teringat pertama kali bertemu dengan Umay. Kala itu, ia dan Anisa sedang duduk di kantin, sibuk membahas tugas kuliah, ketika Umay tiba-tiba menghampiri mereka.

 "Hai, kalian sering banget di sini. Boleh ikutan nggak?" tanyanya dengan senyum lebar, sambil membawa nampan makanannya.

 "Tentu, duduk saja," jawab Anisa, tersenyum ramah. "Kamu sering di sini juga ya? Tapi jarang bareng kami."

 "Iya, aku suka nongkrong di sini kalau ada waktu luang, tapi kadang sibuk sama kegiatan BEM," jawab Umay sambil mengangguk. "Kalian gimana? Tugas-tugas sudah selesai?"

 "Belum juga, tapi hampir. Kamu pasti sibuk banget ya di BEM?" Nadia bertanya, mencoba menggali lebih dalam tentang keseharian Umay.

 "Ya begitulah. Capek sih, tapi seru," jawab Umay sambil tertawa ringan. "Kadang nggak sempat makan, tapi aku suka tantangannya."

 Percakapan itu berlanjut dengan ringan. Umay bercerita tentang kegiatan-kegiatannya, tentang bagaimana ia sering harus mengurus acara kampus hingga larut malam.

 Nadia dan Anisa mendengarkan dengan penuh minat, meski mereka tidak terlalu terlibat dalam dunia organisasi kampus.

 Namun, pertemuan-pertemuan di kantin itu mulai jarang terjadi seiring berjalannya waktu. Kesibukan masing-masing membuat mereka lebih fokus pada kehidupan pribadi.

 Umay semakin tenggelam dalam dunia organisasi dan media, sementara Anisa dan Nadia lebih fokus pada tugas akhir mereka.

 ***

 Nadia kembali pada halaman-halaman diary Anisa. Hatinya terenyuh saat membaca bagaimana Anisa menggambarkan pertemuan mereka setelah insiden memalukan di kafe depan rumah sakit. Saat itu, Sri, pacar David, menuduh Anisa merebut David darinya dan menamparnya di depan banyak orang. Anisa merasa hancur, malu, dan bingung.

 Saat itu, di tengah kepedihan dan kebingungannya, Anisa bertemu dengan Umay di jalan. Umay, yang tidak tega melihat Anisa menangis sepanjang jalan, memutuskan untuk mengajaknya ke apartemennya.

 "Ayo ikut aku dulu ke tempatku. Kamu butuh tenangin diri," Umay menawarkan dengan suara lembut, penuh perhatian.

Lihat selengkapnya