Dengan alis yang berkerut, Nadia mengklik tautan itu. Sebuah video story dari Instagram mulai diputar. Di layar, wajah Sri yang dikenalinya muncul. Sri terlihat duduk di sebuah kafe, dengan latar belakang yang hangat dan pencahayaan yang bagus. Senyumnya tipis, namun pandangannya tegas. Di video itu, Sri mulai berbicara dengan suara yang terdengar tenang, tetapi ada nada yang tidak enak dalam suaranya.
"Halo teman-teman, aku Sri. Hari ini, aku merasa perlu memberikan klarifikasi tentang beberapa hal yang sudah beredar di media sosial dan media massa." Sri berbicara dengan nada tenang, meski terlihat jelas ada sedikit getaran dalam suaranya.
Nadia memperhatikan setiap kata yang diucapkan oleh Sri. Dia sudah merasakan ada sesuatu yang tidak beres, tetapi tetap menonton dengan hati-hati.
"Pertama-tama, aku ingin menjelaskan bahwa aku dan Anisa tidak pernah dekat. Kami hanya teman satu kampus, dan jujur saja, aku tidak mengenal Anisa seakrab itu seperti yang diberitakan."
Sri berhenti sejenak, menatap lurus ke arah kamera, seolah-olah mencoba meyakinkan para penontonnya.
Sri melanjutkan, mengatakan bahwa dirinya dan Anisa tidak pernah dekat. Sri bahkan mengklaim bahwa meskipun Anisa pernah menulis tentang mereka ngopi bersama di sebuah kafe, itu hanya terjadi beberapa kali dan mereka tidak pernah benar-benar akrab.
"Mengenai apa yang ditulis Anisa di dalam diary-nya, ya, dia memang menulis bahwa kami sering ngopi bersama di kafe. Tapi kenyataannya, itu hanya terjadi beberapa kali saja. Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali kami bertemu untuk ngopi."
Sri tertawa kecil, tetapi tawa itu terasa dipaksakan.
Menurut Sri, mereka hanya sebatas kenal karena ditugaskan di rumah sakit yang sama, dan tidak lebih dari itu
"Mungkin Anisa merasa lebih dekat dengan aku daripada sebaliknya. Tapi, aku ingin menegaskan bahwa kami tidak pernah seakrab itu untuk sering menghabiskan waktu bersama. Aku hanya mengenalnya sebatas itu, teman satu kampus dan tidak lebih."
"Dan tentang David," lanjut Sri, nada suaranya sedikit berubah menjadi lebih serius, "aku tahu Anisa menyukainya, dan aku juga tahu David pernah mengatakan bahwa dia juga menyukai Anisa. Tapi siapa yang tahu apa yang terjadi di belakangku? Mungkin saja Anisa salah paham, atau bahkan diam-diam dia menggoda David tanpa aku tahu."
Sri menutup video itu dengan kalimat terakhir yang terasa lebih seperti tuduhan daripada klarifikasi. "Aku harap klarifikasi ini bisa mengakhiri semua spekulasi yang tidak benar tentang aku dan Anisa. Terima kasih."
Dengan itu, Sri menekan tombol stop dan mengakhiri rekaman. Wajahnya tampak lega, meskipun masih ada ketegangan yang samar di matanya.
Pernyataan sri membuat darah Nadia mendidih. Anisa? Menggoda David? Ini benar-benar tidak masuk akal. Dia tahu Anisa tidak mungkin melakukan hal sekotor itu. Anisa selalu menjadi teman yang baik, setia, dan jujur. Nadia tahu bahwa Anisa sangat menyukai David, tapi Anisa selalu menjaga perasaan dan kehormatan dirinya.
Nadia mematikan video itu dengan tangan gemetar. Perasaannya campur aduk antara marah, kecewa, dan tidak percaya. Dia tidak mengerti bagaimana Sri bisa mengatakan hal seperti itu, apalagi tentang seseorang yang sudah meninggal dan tidak bisa membela dirinya sendiri.