Malam itu, suasana di sebuah kamar kecil terasa sunyi. Di tengah keheningan, hanya suara ketikan keyboard yang sesekali terdengar. Cahaya redup dari layar laptop menjadi satu-satunya sumber penerangan di kamar yang remang-remang. Pantulan cahaya tersebut sedikit menyilaukan kaca mata yang dikenakan oleh sosok di balik layar, sosok yang bertanggung jawab atas akun misterius @HiddenEyes.
Sosok itu duduk di depan laptop, memperhatikan ribuan notifikasi yang terus bermunculan di layar. Setiap notifikasi adalah bukti bahwa rencana yang telah disusun dengan teliti mulai berjalan sesuai harapan. Postingan pertama tentang diary Anisa sukses memancing rasa penasaran para pengikutnya. Netizen, seperti yang selalu diharapkan, tidak bisa menahan diri untuk berkomentar, berteori, bahkan saling berspekulasi tentang apa yang sebenarnya terjadi.
“Aku tahu! Ini pasti dokter yang ada di balik semua ini!”
“Jangan-jangan ini soal perawat yang sering jaga malam, mereka kan paling dekat sama pasien.”
“Pasti ini tentang salah satu tokoh terkenal di rumah sakit itu. Aku yakin ada skandal besar di balik cerita ini!”
Senyuman kecil terukir di wajah sosok di balik akun @HiddenEyes. Komentar-komentar tersebut membuatnya semakin yakin bahwa dia berada di jalur yang tepat. Setiap teori yang muncul di kolom komentar adalah bukti bahwa para netizen semakin terikat pada ceritanya. Sebuah permainan yang dia ciptakan dengan hati-hati, seperti seorang maestro yang menyusun simfoni dari nada-nada ketegangan dan misteri.
Dia menyandarkan tubuhnya ke kursi dan mengambil cangkir kopi yang sudah hampir kosong. Cairan hitam di dalamnya hanya tersisa sedikit, tetapi itu tidak penting. Bagi sosok ini, kafein adalah bahan bakar, tapi bukan satu-satunya sumber energi. Adrenalin dari melihat ratusan, bahkan ribuan orang terjebak dalam jebakan digital yang dibuatnya, jauh lebih memuaskan.
Dengan satu klik, dia membuka file yang berisi hasil scan diary Anisa. Lembar-lembar yang penuh dengan tulisan tangan rapi namun penuh emosi itu terpampang di layar. Setiap kalimat yang ditulis Anisa menggambarkan penderitaan yang dirasakannya, bagaimana dia terjebak dalam situasi yang semakin sulit hingga akhirnya menyerah. Setiap kata adalah kesaksian dari rasa sakit yang terpendam, rasa sakit yang kini menjadi senjata bagi @HiddenEyes.
"Aku harus membuat mereka semakin penasaran," gumamnya pelan, seraya memeriksa kembali setiap halaman yang telah dipindai. Dia menyusun rencana dengan teliti, memastikan bahwa setiap detail sudah pada tempatnya. Tidak ada yang boleh terlewatkan. Setiap potongan informasi harus dirilis pada saat yang tepat, cukup untuk memancing rasa ingin tahu, tetapi tidak cukup untuk mengungkap seluruh kebenaran.
Kursor di layar laptopnya bergerak perlahan ke folder berisi gambar-gambar diary Anisa. Dengan hati-hati, dia membuka salah satu halaman yang akan diunggah pada postingan berikutnya. Isinya cukup menggemparkan—Anisa menulis tentang dua tokoh kunci yang terlibat dalam masalah yang dihadapinya. Namun, sosok itu tahu betul bahwa dia tidak bisa mengungkapkan semuanya sekaligus. Cerita ini harus dipecah menjadi potongan-potongan kecil yang akan membuat para pengikutnya semakin tergila-gila untuk mengetahui kelanjutan cerita.