Umay menatap layar laptopnya dengan perasaan kacau. Jumlah subscribers di akun YouTube-nya berkurang dengan sangat cepat. Semakin lama, semakin banyak orang yang meninggalkan akun tersebut. Notifikasi di ponselnya berdentang tanpa henti—setiap kali dia membuka pesan, hampir semuanya adalah komentar kebencian dari netizen.
"Ini nggak mungkin terjadi," gumam Umay dengan suara gemetar. Ia menekan tombol refresh di layar laptopnya, berharap ada keajaiban yang membuat jumlah subscribers kembali meningkat. Namun, kenyataan justru semakin pahit. Setiap kali layar di-refresh, angka subscribers yang tersisa semakin merosot.
Dengan tangan gemetar, Umay mencoba menghubungi manajernya, tetapi panggilannya tidak pernah tersambung. Dia mengirim pesan, tetapi tidak ada balasan. "Di mana dia saat aku butuh bantuan?" Umay merutuk dalam hati. Wajahnya mulai memucat. Ini adalah pukulan terbesar yang pernah dia alami sejak memulai kariernya di dunia YouTube.
Hashtag #BoikotUmay terus meroket di berbagai platform media sosial. Trending nomor satu, bukan hanya di Twitter, tapi juga di Instagram dan TikTok. Berita tentang dirinya menyebar lebih cepat daripada api yang menyambar bensin. Setiap detik, semakin banyak orang yang bergabung dengan gerakan boikot ini, mengecam tindakan Umay yang dianggap melanggar privasi Anisa dengan mengunggah percakapan pribadi itu tanpa izin.
Umay merasakan tubuhnya mulai lemas. Dia menutup laptopnya dengan kasar, berharap bisa menenangkan pikirannya. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" bisiknya pada diri sendiri, suaranya terdengar putus asa. Dia tahu apa yang terjadi adalah akibat dari tindakannya, tetapi tidak pernah membayangkan akan mendapat reaksi sekeras ini.
Ponselnya kembali berdentang, notifikasi masuk tak henti-hentinya. Komentar-komentar penuh kebencian terus membanjiri akun media sosialnya. Bahkan beberapa teman dan kolega yang biasanya mendukungnya, kini memilih diam, seolah-olah mereka juga sedang menghindari badai yang sedang menimpa Umay.
"Ini tidak adil," gumamnya sambil menutup wajah dengan kedua tangan. "Aku hanya mencoba membantu." Tetapi semakin dia membela diri, semakin berat beban yang dia rasakan di dadanya.
Sementara itu, di dunia maya, percakapan tentang Umay semakin panas. Setiap detik, ribuan komentar muncul di bawah hashtag #BoikotUmay. Banyak orang marah karena merasa Umay telah melanggar privasi Anisa dengan mengunggah percakapan pribadi itu. Netizen, yang biasanya memuji-muji konten kreatornya, sekarang berbalik menyerang.
"Dia pikir dia siapa? Main unggah video orang tanpa izin, dasar nggak punya hati!" tulis seorang pengguna Twitter dengan emosi yang meledak-ledak. Komentar itu disukai oleh ribuan pengguna lainnya, memperlihatkan betapa kemarahan ini telah meluas ke seluruh penjuru internet.
"Sekarang ini bukan cuma soal konten, ini soal privasi. Umay sudah melanggar batas!" balas pengguna lain, mempertegas kemarahannya.
Komentar-komentar semacam itu terus mengalir. Media pun tak ketinggalan, mereka berlomba-lomba menulis artikel dengan judul-judul provokatif yang menyudutkan Umay. Semakin panas isu ini di media sosial, semakin banyak media yang memanfaatkan momen ini untuk meningkatkan traffic mereka.
"Seharusnya dia tahu batasan. Apa yang dia lakukan itu udah keterlaluan!" seorang netizen menulis dengan nada yang jelas-jelas tidak sabar. Komentar ini mendapat ribuan tanggapan, menguatkan posisi hashtag #BoikotUmay sebagai trending topic utama di Indonesia.