Diary Kelabu Dokter Muda

Jiebon Swadjiwa
Chapter #37

Bab 37: Di Balik Mata

Kilas Balik Anisa

Langit di luar masih pekat saat aku memutuskan untuk mencari Fitri. Sudah lebih dari satu jam sejak dia bilang akan mengambil stetoskop di ruang koas, tapi dia belum kembali. Biasanya, Fitri tidak pernah menghilang begitu lama, apalagi di tengah malam begini. Rasa khawatir mulai menyelinap ke dalam pikiranku.

Aku berjalan menyusuri lorong rumah sakit yang sunyi, hanya terdengar suara langkahku yang bergema di lantai keramik. Di ujung lorong, aku melihat cahaya redup dari lampu yang menerangi pintu ruang koas. Pintu itu setengah terbuka.

Aku menghentikan langkahku saat melihat bayangan seseorang memasuki ruangan. Mataku membelalak ketika menyadari siapa orang itu. dr. Aditya.

"Kenapa dia di sini?" gumamku pelan, hati-hati agar tak ada yang mendengar.

Gerak-geriknya aneh. Dia melihat sekeliling seolah-olah memastikan tak ada yang memperhatikan, kemudian melangkah cepat ke dalam ruangan. Pintu tertutup pelan di belakangnya.

Aku berdiri diam di ujung lorong, merasa bimbang. Rasa ingin tahuku memuncak, tapi di sisi lain, aku juga takut untuk mendekat. Apa yang dilakukan dr. Aditya di ruang koas tengah malam begini? Bukankah seharusnya dia sudah pulang?

Setelah beberapa menit berlalu, dr. Aditya tidak juga keluar. Jantungku berdetak lebih cepat. Rasa cemas semakin kuat. Aku memutuskan untuk menunggu beberapa saat lagi, tapi waktu terus berjalan. Hampir setengah jam berlalu, namun tidak ada tanda-tanda dari dr. Aditya atau Fitri. Aku memutuskan untuk kembali ke tempat jaga.

Aku menghela napas panjang dan menatap kembali ke pintu ruang koas sebelum berbalik dan melanjutkan tugasku. “Semoga semuanya baik-baik saja,” gumamku, mencoba meyakinkan diriku sendiri.

***

Saat menjelang subuh, tubuhku terasa lebih ringan setelah shift panjang yang melelahkan. Aku memutuskan untuk kembali ke ruang koas dan melihat apakah Fitri sudah kembali. Saat membuka pintu, ruangan itu masih sepi, kecuali satu hal yang membuat jantungku seketika berdegup kencang.

Fitri berbaring di atas tempat tidur di sudut ruangan. Wajahnya tampak pucat dan kusut, seolah baru bangun dari mimpi buruk. Aku segera mendekatinya, menggoyangkan bahunya pelan.

"Fitri," panggilku lembut. "Kamu kenapa? Kok nggak balik-balik?"

Dia membuka matanya perlahan, tapi tatapannya kosong. Bibirnya bergerak sedikit, tapi tak ada suara yang keluar. Raut wajahnya tampak bingung, linglung.

"Fitri, kamu denger aku kan?" tanyaku, kali ini suaraku sedikit lebih keras.

Fitri mengerjap beberapa kali, seolah baru menyadari kehadiranku. “Anisa?” suaranya serak. “Apa yang terjadi? Kenapa aku di sini?”

Aku menatapnya dengan khawatir. "Kamu yang pergi ambil stetoskop tadi malam. Apa kamu nggak ingat?"

Fitri tampak berpikir keras, tapi kemudian menggeleng pelan. "Aku... aku nggak ingat. Tadi malam aku merasa capek sekali, tapi..."

Bau aneh tercium di ruangan itu. Aku mencium aroma yang familiar, tapi aneh untuk sebuah ruang koas. Bau yang biasanya hanya tercium di ruang operasi.

Lihat selengkapnya