Hiii kids,, siapa disini yang selamat dari kiamat tanggal 29 Juni kemarin?! Sayaa, saya, saya!!! Haha eitsss, tunggu dulu,, (bernada 58%) hehe YTTA katanya sih diundur gaesss tanggal 10 agustus??! Yaudah kita berdoa saja ya teman-teman sapa tau diundur lagi! btw itu kiamat apa undur-undur sihhh wkwk canda undur-undur!! Tapi ini gue nemu ayat Indah banget bunyinya “Katakanlah (Nabi Muhammad), "Bagimu ada hari yang telah dijanjikan (hari Kiamat). Kamu tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak pula percepatan." (Saba’ : 30)
Jadi jelas yah temen-temen kita sebagai hamba-Nya tidak sama sekali meragukan kedatangan hari kiamat namun,, yang perlu kita garis bawahi adalah kapan waktunya cukuplah Allah yang Maha Mengetahui! Tapi,,, ini bukan tentang Kiamat melainkan apa yang perlu kita siapkan untuk menunggu ketetapan-Nya yang sudah pasti terjadi! lalu,, apa hubungannya dengan People Pleaser dan Stoic?!! Yukk coba tebak!!! yuhuu~
Saya punya jawaban yang akan membuat kalian mind bowling ehh salah maksudnya “Mind Blowing” ko bisa?? Beginilah menurut perspektif saya,, ketika tidak ada satu amalan yang bisa menjadikan kita untuk masuk kedalam surga-Nya lantas apa yang membuat Tuhan iba dengan kita?!! Bukankah sembahyang, puasa, haji jika yang mampu adalah ibadah wajib kita sebagai hamba-Nya, bagaimana jika semua yang kita kerjakan belum tentu diterima?! Tapii saya yakin tidak ada yang sia-sia dimata Tuhan Alam Semesta, Dia adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saking sayangnya Tuhan kepada kita, di beberapa ayat yang diturunkan-Nya selalu berbicara keindahan surga dan keburukan neraka, manusia memang makhluk yang perlu di iming-imingi ! Tuhan Maha Mengetahui! terlepas dari itu kita sebagai manusia diajak Tuhan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Kebaikan seperti apasih?!! Semua yang menguras segala pikiran, emosi, dan dahaga kita adalah bentuk kebaikan dimata Tuhan! ketika bertemu orang yang menjengkelkan, ketika kita berusaha menyenangkan orang lain tapi tidak dengan perlakuan mereka kepada kita, ketika apa yang sudah kita lakukan tidak bernilai dimata orang lain, memudahkan urusan orang lain tapi kita berujung dimanfaatkan, semuanya sungguh tidak menyenagkan bagi kita, lantas gencarlah istilah “people pleaser” semua orang menganggap dirinya ketika berbuat banyak kebaikan untuk orang lain dan merasa lelah atas itu maka menjudge dirinya sendiri sebagai orang yang people pleaser!! Hemmm tidak salah dengan istilah itu sih,, saya setuju apapun yang berlebihan memang tidak baik termasuk jika berbuat kebaikan! Tapi menurut saya itu semua tergantung cara pandang kita, bagaimana jika kita menjadi people pleaser bukan untuk menyenangkan orang lain, tapi menyenangkan Tuhan! Bagaimana jika itu semua kita jadikan sebagai pupuk dan air guna menyempurnakan apa yang sebenarnya Tuhan ingin tanam untuk kita! Ada salah satu surat yang sangat amat bikin saya takjub ketika membacanya, bahkan Tuhan dengan maha baiknya sebelum saya membaca surat tersebut, saya merasakan apa yang digambarkan dalam suratnya, ketika saya merasa kelelahan untuk berbuat baik saya kadang mengeluh kepada-Nya dan curhat atas rasa lelah itu tak lama setelah itu saya merasa ada yang tumbuh didalam jiwa saya, saya merasa didalam tubuh saya ada tunas yang sedang tumbuh, sebelum saya membaca surat-Nya saya kebingungan untuk mendeskripsikannya, untuk memaparkan apa yang saya rasakan numun setelah saya membaca ayat indah ini : yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu makin kuat, lalu menjadi besar dan tumbuh di atas batangnya. Tanaman itu menyenangkan hati orang yang menanamnya. (Keadaan mereka diumpamakan seperti itu) (Al-Fath : 29)
Dari situ juga akhirnya saya mulai mempraktikkan istilah kata “stoic” terhadap hidup saya, saya tidak peduli lagi terhadap penilaian orang-orang, tentang kebaikan yang dimanfaatkan, tentang istilah-istilah yang orang labelkan terhadap saya, layaknya kata “candid” yang juga viral di zaman millenial saya juga menerapkan kata itu bukan ketika saya mau berpose dikamera saja namun ketika saya melakukan segala aktifitas, disetiap kebaikan yang saya lakukan saya berusaha untuk tidak memperdulikan hal sekitar, prinsip saya memberikan kebaikan adalah kewajiban yang harus saya lakukan guna menyenangkan-Nya. Saya pernah menemukan kata-kata indah seperti ini dalam sebuah artikel “You just have to live and Life will give you pictures.”
Dan saya juga pernah membaca kisah tentang seorang biksu yang intinya seperti ini, suatu hari ada seorang biksu pergi untuk bermeditasi dan ia memilih untuk bermeditasi ditengah danau,, setelah hampir sejam dia bermeditasi tiba-tiba ada perahu dari arah depan yang mencoba mengoyang-goyangkan perahu biksu tersebut, sampai akhirnya si biksu merasa terganggu, dalam keadaan matanya yang terpejam dia ingin sekali marah terhadap orang yang membawa perahu tersebut,, alangkah terkejutnya ketika biksu itu membuka mata dan hanya melihat perahu yang kosong, singkat cerita ia langsung mendapat makna dari hasil ia bermeditasi yakni segala hal yang membuat kita merasa terganggu adalah pikiran kita sendiri, jika kita "mengosongkan" pikiran kita, kita akan berpikir segala hal diluar kendali kita adalah perahu yang kosong tadi, dari situ saya mendapat pelajaran lagi bahwa apa yang kadang membuat saya merasa jengkel, penilaian orang, perlakuan orang, hal-hal yang berada diluar kendali kita adalah perahu kosong tadi, kita tidak bisa mengontrol semuanya tapi kita bisa menanggapinya lebih tenang dan bijak karena kita memiliki kendali itu didalam diri. Jadi menurut saya people pleaser dan stoic adalah dua mode yang kita bisa hidupkan didalam hidup kita,, jika kita ingin menyenangkan Tuhan hidupkan mode people pleaser, berbuat kebaikanlah karena-Nya, karena kebaikan layaknya pupuk dan air yang akan menumbuhkan tunas itu didalam hidupmu! namun ketika kita harus menanggapi hal diluar kendali kita, gunakan mode stioc, layaknya perahu kosong mereka tidak berpengaruh apa-apa didalam hidupmu, kamu tidak hidup dalam penilaian mereka! Tuhan Maha Mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan. Ada filosofi bunyinya seperti ini, "Seorang menjadi sengsara karena ia berpikir dirinya begitu. Begitupun dengan bahagia." -Seneca-