Hi,, Lol mungkin kita memang belum berkenalan, tapi mengutip kata-kata dari Loly yang bilang “GUE Islam Coyy” itu tandanya kita adalah sodara semuslim bukan?! Bener?! Betul?! Iya apa iyah?! Halaahh udah mirip ustadzah aja gue wkwk.. But!!! SEMOGA tulisan ini sampai ke kamu ya Lol! dan sedikit bisa menenangkan hati kamu!! Dengan serius aku berdoa kepada Tuhan untuk terus memberikan kasih sayang-Nya kepada Loly, melembutkan hati Loly, dan kamu sadar ga?! Kamu itu PEMBERANI Kamu itu Hebat! Kamu mungkin orang yang sengaja dipilih Tuhan untuk menyadarkan kita semua yang melihat kasus yang sekarang lagi hura-hara dimedia sosial tentang “Apakah aku Sedurhaka itu pada ibuku?!”
Let’s talk about it!! Ini menurut perspektifku yaa temen-temen..
Mungkin dari kita sebagian adalah Loly, Loly itu?! Gimana? Gimana? Maksdunya?! Yupss mungkin semua orang pernah menjadi Loly yah walaupun ga semua sih tapi pasti ada beberapa anak yang sebenernya relate untuk berada diposisi Loly sekarang! bedanyaa,, kita ga seberani itu bisa speak up dan tetep menahan itu semuanya sendiri! menelan habis-habisan semua kekecewaan dan berujung melampiaskannya lewat berbagai cara, ada yang jadi BUCIN alias budak cinta, ada yang jadi PEMBAUK, ada yang jadi IMPULSIF, ada yang jadi PEOPLE PLEASER, dan sebagainya- sebagainya, yah masih banyak lagi mungkin istilah-istilah yang menggambarkan seseorang dengan TRAUMAnya.
Kembali ke laptop ehh salah,, maksudnya kembali ke topik haha.. lantas bagaimana kita menyadari bahwasannya semua ini terjadi bukan tanpa alasan, yupss “everything happens for a reason” tidak ada asap kalo tidak ada api kurang lebih seperti itu peribahasa yang cocok menggambarkan atas kejadian itu. Semua bilang enak jadi kamu Lol!! kamu tuh tinggal duduk manis aja nurut sama orang tua, semua fasilitas pasti dikasih dan bla bla bla.. Heiii netiii hidup tak semudah itu!! Tidak semua hal apalagi kebahagiaan bisa dibeli dengan materi! Yah walaupun materi adalah hal yang penting juga tapi jalan kita untuk merasa utuh menjadi seorang manusia tidak hanya lewat itu! Kita butuh ketentraman, kedamaian, dan ketenangan. Kita butuh “RUMAH” untuk “PULANG” kita bukan hanya RAGA, kita adalah “JIWA” yang terjerat pada raga-raga setiap individu yang ditakdirkan-Nya untuk bersandiwara memainkan peran didunia ini! Lalu,, pertanyaannya gini?!! sekarang apakah Loly sudah memainkan perannya sebagai anak dengan benar? apakah ibunda beliau sudah memainkan perannya sebagai orang tua dengan benar?! yupss kita terjebak dengan kata BENAR itu sendiri!! benar indentik membuat kita akhirnya berpikir mencari kesempurnaan dalam memainkan peran yang kita sedang jalani! padahal nyatanya kesemupurnaan itu hanya mikik-Nya! Sang Creator kehidupan ini! Aku akan sedikit sharing tentang kehidupanku, aku adalah anak perempuan pertama yang lahir dikeluargaku, semasa kecil aku menjadi kesayangan orang tuaku, semuanya dari makanan sehat, cemilan bergizi, pakaian bermerek, mainan, bahkan hobi-hobi kesukaan kita dimasa kecil, semua pernak-pernik duniawi akan mungkin diusahakan orang tuaku untuk membahagiakan anaknya. Ketika masih kecil mungkin kita merasa itu semua cukup untuk menjadi bahan landasan untuk kita berbahagia, namun seiring berjalannya waktu aku terus tumbuh dan mulai mempertanyakan, kenapa yah orang tuaku tidak bisa hadir diacara penting seperti ini? saat semisal disekolah dulu kita ada ajang tampil bakat, namun karena kesibukan orang tua kita yang bekerja, maka mereka tidak bisa hadir, atau semisal kita melihat orang tua lain selalu bisa hadir untuk mengantarkan dan menjemput anaknya ke sekolah sedangkan kita hanya dititipkan ke orang tua tetangga kita, ada lagi semisal pulang sekolah hal yang pertama kita inginkan adalah pelukan dari orang tua dan menanyakan bagaimana hari kita?! alih-alih bukannya orang tua melakukan hal tersebut justru malah kita si anak dipusingkan dengan pertanyaan nilai matematika kamu berapa hasilnya? belajar dong biar ga dapet nilai segitu!! Atau malah ketika nilai kita memuaskan kerap kali orang tua bukannya memuji malah membandingkan dengan nilai anak temennya, dengan kalimat terdengar bercanda kamu dapet nilai segitu?! anak temen mamah kemarin katanya malah ikutan olimpiade matematika terus juara,, dan masih banyak lagi kalimat yang menyudutkan anak menjadi merasa wah saya belum bisa membuat orang tua saya bangga nih, saya akan berusaha lebih keras lagi untuk orang tua saya bangga, ucap anak kecil yang pikirannya masih polos! pernahkah kalian berpikir bahwa sebetulnya hal sederhana yang perlu dilakukan adalah sesimpel memberi semangat untuk ngeboost energi si anak, dimakasin masakan kesukaannya, ditanya kamu suka ikut eskul apa? Bukan terus dituntut untuk suruh ini, suruh itu, dilarang ini, dilarang itu, dengan alasan ini semua untuk kebaikan kamu! Setiap orang tua memiliki bahasa cintanya masing-masing dan untuk itu kita sebagai anak harus sampai pada titik kesadaran itu. Dan sebagai orang tua, juga tidak bisa menyalahkan jika si anak mempunyai gambaran tersendiri tentang bahasa cinta tersebut. Kalo semisal si anak melanjutkan kalimat ini kepada orang tua, sebenernya ini untuk kebaikan siapa?! kebaikan “mamah” apa aku?!! heemm tapi kita sebagai anak saat itu cuma bisa diam karena kita tidak punya upaya untuk melawan, karena tempat kita bergantung saat itu adalah orang tua kita! pernahkah kalian sebagai orang tua bertanya apa yang menjadi motivasi untuk anak kalian bangkit?! siapa peran yang di idolakannya? apa yang mau kamu lakukan setelah kamu dewasa?! apa yang membuat kamu merasa diabaikan? kadang kala orang tua merasa dirinya punya hak penuh terhadap anaknya sampai cara berpakaian si anak saja diatur, teman sepermainannya semua dikomentarin, seolah anak tidak punya ruang untuk memilih, mendoktrin anak untuk masuk kuliah jurusan ini itu, bahkan ketika kita mengemukakan pendapat langsung diskakmat dengan kalimat Ridho Allah itu Ridhonya orang tua! tanpa diberi ruang sepatah katapun untuk didengarkan. Miris memamg kedengarannya tapi yah memang begitulah kehidupan! Bahkan ketika kita bercerita hari-hari melelahkan itu kepada orang tua, tak jarang orang tua bukannya cukup memvalidasi perasaan anaknya malah justru kita dibuat untuk berpikir kembali mempertanyakan apakah memang ini salah kita?! atau kita memang kurang hati-hati?! yah semakinlah kita si anak mengutuki diri dengan mendengarkan nasihat yang sebetulnya semua itu adalah kebaikan, jika kita sudah mampu "menerimanya" namun saat emosi bergejolak hal itu justru menjadi kata-kata demotivasi yang terdengar menakutkan! karena sekali lagi kita sebagai anak kadang belum bisa meregulasi emosi kita, mencerna semua kejadian yang terjadi, melihat hikmat yang sebenarnya bisa kita petik dari semua peristiwa yang dialami. Naasnya hal demikian itu belum mampu kita dapatkan dari oran tua yang seiring berjalannya waktu kita mulai mencari-cari hal tersebut, jiwa itu mulai berontak dan sampai dititik menemukan sosok peran yang dibutuhkan, disitulah sebetulnya konflik batin yang sesungguhnya. Kita sebagai anak sadar Jiwa ini butuh Rumah untuk Pulang, kepada siapa kita berlari jika satu-satunya orang yang bisa mengehentikan tangisanku adalah orang yang membuatku menangis.