"Anda mau beli yang mana pak?" Tanya salah seorang karyawati yang berusaha melayani pelanggannya, aku hanya membalas dengan senyuman saja sembari menunjuk ke sebuah kue ulangtahun yang terlihat sangat indah dengan taburan krim coklat cair yang membalutnya.
"Baik pak, mau ditulis apa diatasnya?" Tanyanya lagi.
"Hari ini adalah ulang tahun anakku, tapi sayangnya ia masih terbaring koma dirumah sakit dan sepertinya tulisan happy birthday terasa menyakitkan buatku" tuturku mencoba meminta pendapatnya, karyawati itu hanya tersenyum ramah saja dengan raut wajah iba yang sangat sopan.
"Bagaimana kalau kalimat happy birthday nya diganti jadi semoga lekas sembuh saja pak?"
"Setidaknya kalimat itu jauh lebih baik, sekalian berikan lilin angka 18 ya" ia hanya mengangguk dan mengerjakan semuanya, cukup cepat ia mendekorasi kue itu dengan profesionalnya sehingga aku tak menunggu terlalu lama dibandingkan waktu dirinya harus menungguku memilih-milih kue.
"Terimakasih pak,semoga anak anda bisa segera pulih" ucapnya dengan setengah membungkuk.
"Kuharap toko ini juga makin laris ya" ucapku lalu beranjak pergi menuju rumah sakit yang berjarak dekat dari lokasi toko kue ini.
Dengan langkah yang setengah berat, aku berjalan menggenggam hati-hati kotak kue ini sembari mengingat kembali kenangan masa lalu dimana untuk pertama kalinya aku mengingat ulang tahun anakku sendiri sebab sebelumnya aku kerap terlambat mengucapkan kata selama kepadanya dikarenakan kesibukan kerja, untungnya Qian sama sekali tidak marah atau membenciku dan hanya bisa memaklumi kondisiku yang membuatku kini merasa bersalah sebagai seorang ayah.
Langkah kaki yang semakin berat ini dibarengi dengan pikiran abu-abu yang menyimpan segudang pertanyaan, entahlah apa aku ini telah menjadi ayah yang terbaik baginya atau akulah salah satu dari pelaku yang membuatnya menjadi seperti saat ini.
"Selamat pagi pak!" Sapa hangat satpam rumah sakit yang membuyarkan lamunanku.
"Pagi juga, saya ijin masuk ya" sapaku balik seraya menepuk pundaknya.
"Baik pak, silahkan!" Ia mempersilahkanku masuk, aku hanya mendahuluiny saja tanpa berniat menyapa balik, memang sengaja saat ini aku ingin buru-buru menemui anakku untuk merayakan ulangtahunnya bersama.
"wah kenapa buru-buru banget pak?" Tanya salah satu perawat yang bertugas didepan meja administras dan kebetulan aku sudah setahun ini mengenalnya semenjak Qian dibawa kerumah sakit ini.
"mau ngerayain ulang tahun anak saya" jawabku.
"benarkah? pasien...eh maksud saya Qian pasti senang bisa merayakan ulang tahun bersama bapak, selamat ulang tahun buat Qian ya pak"
"makasih buat ucapannya ya suster, ya sudah saya pergi ya"
"iya pak, oh iya saya sempat lupa bilang kalau tadi ada tamu yang datang menghampiri ruangan anaknya bapak pas saya mengecek pasien qian tadi"
"siapa ya sus? apakah ibunya?" Tanyaku penasaran, ia hanya menggelengkan kepalanya saja lalu memperlihatkan wajah yang tegah berpikir keras kembali mengingat.
"sepertinya seusia putranya bapak, kayaknya sih temannya Qian pak"
"ooh seperti itu, ya sudah saya mau ngelihat dulu ya" ucapku, aku langsung berjalan kekamar qian sembari berpikir keras tentang tamu misterius itu sebab untuk pertamakalinya qian dikunjungi oleh seseorang temannya.
"Siapa kau, nak?" Tanyaku setibanya didepan kamar Qian pada seseorang lelaki yang tampak ragu untuk memasuki ruangan QIan, ia terlihat hana berdiam diri saja sembari menggenggam gagang pintu kamar tanpa menyadari kedatanganku ini.
" Selamat sore pak" ia menyalam kedua tanganku, sekilas aku melihatnya terlihat sangat sopan dengan pakaian rapi layaknya anak kuliah dan tatanan rapi rambutnya membuatku sejenak membayangkan bahwa seharusnya Qian juga akan seperti ini, namun ada hal lain yang perlahan kusadari begitu cepat yakni semua ciri-ciri pemuda ini sangat mirip dengan penggambaran Qian didalam buku hariannya tentang Andi.
"Apa namamu itu Andi?" Tanyaku ragu-ragu, namun dugaanku benar saat ia menganggukan kepalanya dengan wajah tercengang karena aku langsung mengetahui dirinya tanpa sempat ia mengatakannya dahulu.
"Anakku yang mengatakannya bahwa ia mempunyai seorang teman yang sangat baik dan kupikir kau adalah orangnya" aku lansung membuka pintu ruangan yang tadinya ragu dibuka oleh andi, " Ayo masuk! Qian pasti senang atas kehadiranmu" ajakku yang segera ditolak olehnya.
"Tidak pak, saya punya banyak salah sama anaknya bapak dan saya pikir kalau dia pasti membenci saya"
Aku hanya bisa menghela nafas saja, lalu kembali menutup pintu ruangan Qian dan mengisyaratkan kepadanya untuk berbicara sejenak dikursi tunggu yang berada didepan kamar qian melalui mataku sembari tetap menggenggam kotak kue.
" Bapak pasti sudah membaca diary milik Qian dan pastinya bapak tahu alasan kenapa Qian sangat membenci saya"
"kau juga mengetahui diary itu? apa cuman aku saja yang tak tahu apapun tentang anakku"
"saya tahu kalau Qian menulis diary waktu gak sengaja bersih-bersih kamar, saya pikir itulah alasannya kenapa dia gak mau curhat masalahnya sama saya"
"kau benar nak, ia lebih memilih menyimpan masalahnya seorang diri dibandingkan membuat orang lain kesusahan. Oh iya apa maksudmu qian membencimu?" Tanyaku penasaran sebab setahuku Qian tak pernah mengatakan bahwa ia membenci pemuda ini.
"Aku telah menjadi teman yang buruk untuknya, bahkan saat mereka menyiksanya dengan sesuka hati temannya yang bodoh ini malah memilih diam dan ikut memakinya" ia sedikit membungkukkan tubuhnya dan membuang tatapan matanya menjauhiku, nada suaranya membuktikan bahwa pemuda ini sangat meyesal seakan ada sebuah rahasia yang membuatnya terus merasa bersalah.
"masalah apa? aku tidak menemukan hal yang buruk tentangmu atau bagian tentang penyiksaan fisik seperti yang kau katakan tadi dibuku harian anakku"
"ia tidak menuliskannya sama sekali?" Tanyanya tak kalah bingung sebelum akhirnya ia tersenyum dengan air mata yang mulai menggumpal dikedua bola matanya, lebih tepatnya senyuman kesedihan dengan berjuta rasa bersalah yang sebelumnya pernah kurasakan lebih dahulu.
"Anakku sama sekali tidak pernah menjelek-jelekkanmu, baginya kau adalah sahabatnya dan aku adalah ayah terbaik dihidupnya"
"Dasar Qian bodoh, mungkin ia tahu kalau bapak akan membeca diarynya makanya ia gak sanggup menjelek-jelekkanku dan membuat seolah-olah akulah tokoh pahlawan didepan bapak padahal kenyatannya aku tak pantas dianggap teman"
"Kalau teman yang buruk pasti kau takkan datang dihari ulangtahunnya, anakku tak pernah salah menilai siapapun begitu juga denganku yang akan tetap mempercayainya walaupun kau pernah berbuat salah padanya" ia menatapku tajam dengan kedua tangan yang mulai gemetar lalu sebuah kalimat maaf terucap dari bibir pemuda itu.
"ceritakanlah padaku kalau memang hal itu memuatmu menderita selama setahun belakangan ini!"
"Waktu itu adalah UASBN dan semua orang sangat khawatir tentang dirinya termasuk aku maupun Qian..."
****