"Dua hari lagi kita akan merayakan hari perpisahan jadi dimohonkan untuk Qian segera melunasinya agar bisa mendapatkan undangan orang tua ini ya" Teriak Aldi kepadaku, selaku OSIS yang bertugas memimpin apel malam dilapangan hingga membuat semua mata tertuju padaku.
Aku sama sekali tidak perduli akan tatapan mereka, namun tetap saja terkadang pepatah yang mengatakan diam itu emas dan lebih baik diam agar masalah segera selesai tidak selamanya bermanfaat sebab tanpa keraguan sedikitpun Zuhairi menarikku kedepan sembari memegang sebuah undangan ditangannya.
"Kau tahu ini apa?" Tanyanya padaku didepan semua orang, aku hanya menatapnya tajam lalu menyingkirkan tangannya dari bahuku.
"Gak usah sok diam kau, ini itu undangan orang tua yang harusnya dikasih ke orang tuamu tapi kau malah gak bayar jadi kami kesusahan"
"Udah kubilang kalau aku gak ikut, lagian aku juga gak perduli tentang hari perpisahan yang kalian buat" Ketusku kesal, tetapi ia hanya tersenyum licik saja menatapku.
"Kalau gitu setidaknya bayar dong meskipun kau gak ikut, kan udah diumumkan kemarin kalau semua wajib bayar dan lagian kami udah rugi buat undangan ini untukmu"
"Aku gak punya duit, kalaupun aku punya duit tetap aja aku gak mau ikut apalagi bayar soalnya itu sama aja kalian menyuruh kami membayar dengan paksa "
"Oh aku tahu deh, alasanmu gak mau ikut perpisahan karena malu ya gak lulus SNMPTN dan UMPN?" Sindir Echa dari arah barisan yang suaranya cukup terdengar oleh semua orang sampai membuatku merasa malu.
"Diamlah!! Perlu ya kalian mengungkit hal itu? Bukannya semua orang pernah gagal? Lagian alasanku gak ikut perpisahan bukan karena itu tapi selama disini aku sama sekali gak punya kenangan apapun dengan kalian dan ayahku juga ada dijawa jadi gak bakal bisa datang" Teriakku, tetapi tetap saja Zuhairi enggan mengalah dan malah mencampakkan undangan itu kewajahku Samapi membuat emosiku naik.
"Bersikaplah sopan dan hargai keputusan orang, memangnya rugi ya kalau satu orang gak bayar uang perpisahan sampai dipermalukan gini? Ini sama aja kalian membully aku" Bentakku, tetapi bukannya dapat pembelaan malahan aku dipukul keras oleh Zuhairi dan beserta teman-temannya.
Saat ini kepala asrama dan beberapa security sedang tidak ada disekolah apalagi hari ini adalah malam terakhir kami diasrama jadi kami terlalu diawasi ketat seperti sebelumnya dan dengan seenaknya mereka memukuliku.
Awalnya aku bisa melawan, tetapi perlawanan itu sia-sia dikarenakan aku hanya sendirian tanpa ada pembelaan sedikitpun dari mereka dan sekali lagi dari kejauhan aku melihat Andi berjalan pergi menuju asrama tanpa merasa iba padaku.
Entahlah saat ini aku terbaring ditanah dengan tatapan kosong menatapnya, namun tak ada sekalipun rasa benci kepada Andi maupun Zuhairi dan teman-teman kelasku yang lain.
Aku hanya ingin semuanya segera berakhir dan seluruh penderitaanku perlahan sirna, aku lelah pada semua kenyataan ini dan perlahan-lahan mataku hampir saja sayu sampai akhirnya sebuah tangan dari kepala asrama memberikanku secuil harapan .
"Kalian memang sangat nakal!!"Bentak kepala asrama, aku hanya terdiam sembari berusaha berdiri dibantu olehnya dan kulihat suasana didepan aula telah berubah menjadi keheningan tanpa sebuah tawa lagi dan kini aku bukan lagi atraksi hiburan bagi mereka dengan sedikit pembelaan dari kepala asrama.
"Kau tidak apa-apa, nak?" Tanya kepala asrama, aku hanya mengangguk saja dan dibantu berdiri olehnya.
"Pantes saja teman kalian tetap keras tidak ingin ikut perpisahan, kalian saja tidak bisa menghargainya!" Bentak kepala asrama dan langsung membopongku keasrama.
"Aldi!!! Berikan hukuman pada mereka!" Perintah kepala asrama yang perlahan emosinya mulai mereda setelah memberikan perintah pada ketua OSIS kami.
"Saya paham alasan kamu tidak ingin ikut perpisahan, saya akan ijinkan kamu pulang lebih dulu besok dan pastikan barang-barangmu bawa pulang semua ya" perintahnya, aku hanya mengangguk saja dan berjalan menaiki tangga asrama tanpa berniat untuk berbicara atau sekedar berterimakasih padanya.
Tubuhku terlalu sakit untuk berbincang lebih lama padanya, aku hanya ingin berbaring diranjang dan mengobati lebam disekujur lenganku karena dipukul keras oleh satria tadi.
Didalam kamar yang sudah sedari kemarin kubereskan, aku langsung merebahkan tubuhku dihangatnya ranjang asrama untuk terakhir kalinya dan tanpa sadar sebuah panggilan telepon dari ayah membuatku sedikit membaik.