Bab 12 - Mencari tahu nama senior
“itu… aku tidak sengaja melupakannya pagi ini ketiga pergi ke sekolah.”
Pria gendut itu memiliki wajah ramah, dengan senyum malu dia menjawab pertanyaan senior Rita.
“Lupa?! Berdiri dan pergi ke depan!”
Senior Rita mengatakan itu dan pergi ke barisan ke empat milik Nuh Atmaja.
“Kalian siswa baru, aku yakin banyak dari kalian tidak terlalu peduli dengan kata-kata kami. Kalian pasti berpikir bahwa kami terlalu suka memerintah dan marah-marah tanpa alasan dan bersikap sombong. Kakak tidak ingin memiliki kelompok paling buruk dan mendapat evaluasi jelek, jadi kakak akan memberi kalian beberap informasi. Semua yang terjadi sekarang ini dan yang para senior lakukan, semua nya berada di bawah pengawasan dan persetujuan para guru, kami hanya menjalankan tugas, mereka yang akan menilai seperti apa karakter kalian dan sikap kalian, apakah kalian seseorang yang memiliki sikap memberontak, suka melawan guru, sering melanggar aturan, tidak mendengarkan perintah, atau kalian adalah siswa yang disiplin, para guru akan melihat semua melalui kegiatan ini. Dan bukan hanya kalian, kakak dan kakak senior yang lain juga sedang melakukan penilaian, apakah kami mampu untuk membentuk kalian dan mengajarkan disiplin kepada kalian, semua itu di nilai dan dicatat selama seminggu ke depan! Karena itu bahkan jika kalian tidak senang kakak ingin kalian bersikap sebaik mungkin, kakak jamin itu akan menguntungkan kalian selama 3 tahun kedepan.”
Senior Rita bercerita kepada kami sambil memperbaiki postur duduk beberap orang yang tidak benar.
Semua orang tetap diam mendengarkan kata-katanya.
Setelah itu dia kembali ke depan di tempat duduk nya di meja guru.
“Sekarang, siapa namamu?”
Senior Rita bertanya kepada pria gendut yang berdiri di depan kelas.
“Buralin Amanta.”
“Buralin, kenapa kamu sampai bisa melupakan papan namamu?!”
Tanya senior Rita.
“Tidak tahu… pagi tadi tuh aku bangun terus siap-siap, jika ku ingat aku sudah menyiapkan semuanya, tapi pas sampai di sekolah aku baru sadar papan nama nya tidak ada.”
Buralin Antama berbicara dengan aksen lokal.
(note: sebenarnya aku benar-benar ingin menggunakan aksen lokal, tapi tidak jadi karena kurang nyaman. Di ubah saja seperti itu, kedepannya jika menemukan cara bicara yang tidak terlalu formal berarti menggunakan aksen daerah)
“Dimana rumah mu?”
“Dijalan nanas!”
“Oke, kalau begitu tidak ada yang bisa kamu lakukan, berdiri di dekat pintu!”
Buralin berjalan menuju dinding di dekat pintu dan menerima nasib nya begitu saja.