Bab 13 - Aku bukan putramu
Mereka berempat pergi keluar kelas di bawah pandangan semua orang, dengan kertas kosong di tangan Zila.
Pria kecil itu terlihat sangat antusias.
Kertas itu ternyata digunakan untuk mencatat tandatangan para senior yang sudah berhasil di ketahui.
Awalnya Nuh Atmaja berpikir ini adalah tugas sepele, tapi sekarang sepertinya tidak sesederhana itu.
Lagipula, jika para senior itu tidak mau memberikan tanda tangan mereka, apa yang harus mereka berempat lakukan? Tidak mungkin mereka bisa memaksa nya bukan?
Mereka berempat berjalan di depan teras kelas, ketika melewati kelas di samping kelompok mereka, mereka mendengar teriakan marah dari dalam.
“Tutup mulut!! Kalian sangat melawan ya?! Siapa yang tidak senang ayo maju ke depan! Kakak berdiri di depan sini, ayo! Jika kamu merasa tidak puas dengan kami, maju dan lawan aku!!”
Kata-kata itu diucapkan oleh senior di depan kelas.
Pintu kelas mereka di tutup, tapi Nuh Atmaja dan yang lainnya masih bisa melihat dengan jelas pemandangan di dalam dari jendela kaca.
Para siswa diam setelah mendengar kata-kata senior itu, tapi banyak dari siswa laki-laki di bagian belakang mencibir ke arah senior di depan.
Dengan wajah mengejek di wajah mereka, mereka benar-benar meremehkan senior tersebut.
Dua senior perempuan lainnya juga memiliki wajah suram dan terlihat sangat marah.
“Kamu, Dian, kamu melawan kan?! Kamu kuat kan?! Kamu merasa jago kan?! Ayo maju sini!! Maju bajingan!!!”
Senior pria itu pergi ke barisan paling belakang dan membentak salah satu pria yang mencibir tadi.
Melihat dia tidak merespon, senior itu mulai menarik tangan nya dengan kasar, dan mencoba menarik nya kedepan.
“Lepaskan! Jangan tarik aku! Jangan bertingkah sok disini, tunggu aku sepulang sekolah jika kamu punya nyali!”
Dian menepis tangan senior itu, dan kemudian duduk sambil berkata seperti itu.
“Sampah pengecut sepertimu! Cuih! Keluar dari kelas sekarang!”
Senior itu mengusir Dian keluar kelas.
Tapi Dian tetap diam di tempat duduk nya dan sama sekali tidak bergerak.
“Keluar!!!”
Senior itu berteriak lebih keras kepada Dian.
“Cih!”
Pada akhirnya Dian berdiri dan berjalan keluar sambil mendecakkan lidah nya.
Tapi sebelum dia keluar kelas, dia melirik ke arah senior tersebut dengan mata dingin.
“Kalian yang diluar, apa yang kalian lihat?!”
Tiba-tiba mereka berempat di teriaki juga.
Mereka langsung berjalan dengan cepat.
“Benar-benar gila!”
Gumam Nuh Atmaja.