Bab 25 - Keseharian Zila (Bagian II)
“Sisakan untuk adikmu.”
Mengatakan itu Ayah Zila pergi ke lemari es.
Zila tidak menjawab, setelah menyisakan satu untuk adiknya, dia menghabiskan semua gorengan dan susu itu. Lagipula itu hanya untuk adiknya cicipi, jadi satu saja cukup, besok biarkan ibu membeli lebih banyak jika adik nya mau. Pikir Zila.
Setelah Zila berganti pakaian, dia berencana untuk langsung pergi bermain ke tempat kakak sepupunya.
Melihat itu, ibunya langsung berkata: “Nah, mau langsung pergi bermain? Tidak makan terlebih dahulu itu, kalau sudah jajan pasti gak mau makan. Makan dulu, jika tidak jangan pernah pergi.”
Ibunya langsung menghentikan Zila yang baru akan pergi.
“Tapi bu, aku belum merasa lapar sama sekali. Nanti ketika aku merasa lapar bukankah aku bisa pulang dan makan? Lagipula rumah kak Tama tidak terlalu jauh.”
“Tidak ada omong kosong, makan dan kamu boleh bermain. Jika kamu tidak mau makan, jangan pernah berpikir untuk melangkahkan kaki mu keluar pintu! Kamu mengatakan akan pulang ketika lapar, setiap saat kamu baru sampai di rumah ketika hari sudah gelap, jangan mencoba untuk menipuku.”
Ibunya sama sekali tidak berkompromi dengan Zila.
Lagipula dia ibunya dan Zila adalah anaknya, siapa yang harus berkompromi sudah di tentukan sejak kelahiran Zila.
Pada akhirnya Zila harus mengambil sepiring nasi dan pergi makan. Tapi dia sengaja tidak mengambil nasi terlalu banyak, karena dia benar-benar tidak terlalu lapar. Dia menghabiskan lebih dari sepuluh menit untuk memaksa nasi masuk ke perutnya.
Kemudian dia pergi ke gudang mengambil segenggam kelereng dan langsung berlari keluar tanpa berpamitan kepada orang tuanya. Dengan kelereng di kantong celananya dia berlari menuju rumah kakak sepupunya.
Ketika dia sampai di sana, sudah ada banyak orang yang bermain kelereng, mulai dari anak usia 10 tahun sampai anak SMA seperti dirinya. Beberapa bahkan lebih tua dari Zila. Sudah sejak dia masih kecil, disini selalu ramai setiap saat.