Akhirnya, kami tiba. Aku dan Noel. Kurasa, Ucup juga sudah tiba. Motor besar dengan warna dominan kuning itu, pasti miliknya. Warna yang memang selalu cerah, sebagaimana kepribadiannya. Apakah yang lain juga sudah tiba? Entahlah, tapi aku tidak merasa canggung sedikit pun. Padahal, sudah setahun—entah hampir atau lebih—kami tidak bertemu. Hanya bersua dalam teks dan panggilan suara sesekali.
Begitu kami masuk cafe, suara Bombom terdengar samar memanggil kami. Membuat aku dan Noel celingukan di antara ramai suasana pengunjung siang ini. Kami sibuk mencari seorang pria, dengan style oversize, dan sedikit berantakan. Tapi tidak ada. Yang kemudian datang mendekat justru seorang pria berkemeja formal, dengan dua kancing teratas yang dibiarkan terbuka.
“Wedeeeeh, renovasi lu Bom?” sapa Ucup kepada Bombom, yang ternyata ada di belakang aku dan Noel. Kurasa dia juga baru sampai, sesaat setelah kami sampai.
“Resolusi dong cup," Kujitak si pelawak yang gantengnya semakin keterlaluan ini. Aneh, padahal ada laki-laki setampan Ucup di dekatku. Tapi kenapa aku justru jatuh cinta dengan Remi?
“Ratna gak dibawa?” tanya Bombong yang sedang sibuk menggulung lengan kemejanya. Nah, ini baru Bombom. Si anak konglomerat, dengan style acak-adul. Kata kebanyakan perempuan di kampusku sih, Bombom ini genre badboy. Haha.
“Lah? Gimana sih? Lu lupa? Kan kata Noel jangan baw...aaak akk aaaakkk,” Noel langsung terlihat sigap merangkul Ucup, dengan sedikit remasan di bahu kanannya. Aku tahu itu pasti sakit. Terlihat jelas kejujuran ekspresi itu, dari ritme teriakannya.
“Hmm, ada apaan sih?” aku mulai menatap Noel dengan prasangka yang tidak bisa aneh-aneh, saking besarnya rasa percaya di antara kami.
Noel tetap memilih untuk mengalihkan pembicaraan. Dia tidak menjawab rasa penasaranku, walau berapa kali pun aku mendesaknya. Tapi kemudian, Tomi yang membeberkan semua. Kali ini, Noel tidak berani meremas bahu Tomi. Terang saja, seperti yang sudah pernah kubilang; dia adalah leader. Aura wibawanya itu khas seorang pemimpin. Jadi wajar saja, kalau Noel menjadi sungkan untuk bersikap kasar kepadanya.
Tomi bilang, Noel yang melarang mereka semua untuk membawa pasangan mereka, ke pertemuan kita hari ini. Pantas saja terasa janggal. Karena setahuku, banyak dari mereka yang sudah menjadi budak cinta. Apalagi Ucup. Salah satu pasangan legend selain Iky dan Lenny; yang kemana-mana pasti harus bersama. Ibarat angin dengan udaranya.
“Jadi sebenarnya, konsep pertemuan kita hari ini tuuuuh; hashtag save Zoya,” lanjut Ucup dengan peragaan tangannya, yang seolah seperti malaikat, yang sedang mengepakan sayap.
“Haha, kenapa jadi gue?” aku masih mengelak. Rasanya terlalu aneh untuk mengakui, kalau aku suka dengan sahabatku sendiri.
“Yaelaaah, masih aja ngeles. Udah sih Zoy, kayak sama siapa aja lu. Minum dulu nih minum,” kali ini giliran Raysa yang mendesakku.
“Save elu kali Raaaay. Orang tadi di jalan, Nul bilang ini juga buat ngehargain lu yang ngejomblonya kelamaan,” Semua tertawa mendengar celetukanku. Kecuali Iky. Sejak datang dia memang terlihat agak murung. Bibirnya tersenyum, tapi nanar matanya sendu.