Diary untuk Arland

Rika Kurnia
Chapter #5

Harian Ke-4 / Menunggu

Untuk beberapa detik Naya tetap pada posisinya. Mematung dengan mulut yang terbuka sedikit. Sejak kapan cowok itu ada di dalam lab komputer ini?

Jantung Naya memompa semakin cepat ketika Arland berjalan menghampirinya. Mata Naya sama sekali tidak bisa berkedip. Tubuh Naya benar-benar kaku.

Berbeda dengan Arland yang justru terlihat sebaliknya, santai. Sangat biasa bagi Arland mendapati tatapan dari seorang gadis seperti Naya. Setiap cowok itu berjalan di sekitar sekolah, pasti siswi manapun yang Arland lewati juga menatapnya seperti Naya sekarang ini. Tatapan melongo karena terpesona wajahnya.

"Nama lo Naya?" tanya Arland menyandarkan pinggulnya di tepi meja yang ada tidak jauh dari hadapan Naya.

Mata Naya mendelik, tapi belum menjawab pertanyaan Arland.

Arland mengernyit. Setampan itukah dirinya sampai Naya terus menatapnya tanpa henti? Lalu Arland melambaikan lima jarinya tepat di depan wajah Naya. Praktis gadis itu akhirnya tersentak, terbuyar dari pandangannya yang kaku tadi.

Cowok itu mendengus geli mendapati ekspresi Naya yang menjadi salah tingkah.

"Nama lo Naya?" ulang Arland lagi.

"I-iya," jawab Naya singkat. Tubuh Naya bergetar karena cowok itu menyebut namanya. "Kamu tau nama aku darimana?" tanya Naya terbata.

Arland terkekeh. "Bu Sinta yang tadi nyebut nama lo itu, jelas gue taulah. Nyebut namanya kan di depan gue persis," ucapnya masih merasa geli.

Naya meringis malu. Ternyata Arland bukan tahu sendiri tentang namanya, tapi memang kejadian di kelas tadi yang membuat Arland tahu namanya. Naya merasa bodoh sekarang.

"Nanti malam jam tujuh gue jemput."

Sontak mata hitam Naya akan keluar dari tempatnya. Selebar mungkin pupil itu terbuka. Naya shock sampai napasnya tersengal seperti habis berlari mengitari stadion berkali-kali.

"Je-jemput?"

"Iya. Nanti malam gue mau ajak lo dinner," kata Arland semakin membuat bulu kuduk Naya merinding untuk seperkian detik.

"Untuk apa?"

"Gue nggak mau punya utang budi sama siapapun. Lo udah baik sama gue tiga kali, jadi gue bales dengan ngajak lo dinner. Impas kan?"

Naya mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Berbuat baik?"

Arland mengembuskan napas kasar. Sudah cukup sering ia berhadapan dengan gadis gagap seperti ini.

"Pertama, lo udah ngasih tempat duduk lo ke gue. Kedua, lo ngasih gue air minum pas gue abis basket. Dan ketiga, tadi lo minjemin tugas lo buat gue. Udah inget?"

Pelan-pelan Naya mengangguki pemaparan Arland tersebut. Sejak tadi ia masih tidak bisa bersikap biasa di keadaan seperti ini. Kemarin itu pernah Arland berbicara padanya, tapi di keadaan di mana ada Riani dan dua teman Arland lainnya. Belum lagi ada siswa lain di kelas kala itu. Namun, sekarang? Naya hanya berbicara berdua di lab komputer yang sepi. Bisa dipastikan telapak tangan Naya yang sedang memegang buku dan peralatan tugas lainnya sudah banjir keringat.

"Gue minta alamat rumah lo."

Permintaan Arland seharusnya mudah untuk di jawab, tapi Naya justru menjadi bingung. Ia tengah berpikir sesuatu.

"Alamat rumah lo dimana? Nanti malem gue jemput," kata Arland yang mulai tidak tahan dengan keadaan ini. Ia perlu mengulangi lagi ucapannya karena sikap gadis yang menurutnya aneh itu.

Naya menggeleng cepat. "Nggak usah."

"Nggak usah gimana?"

"Nggak usah dijemput. Kamu kasih alamat aja aku harus kemana," ucap Naya cepat.

Lantas Arland menyambar buku yang Naya pegang, lalu tidak lupa mengambil sebuah tempat peralatan sekolah itu guna mencari pena di dalamnya. Arland menulis sesuatu di salah satu lembaran itu.

Lihat selengkapnya