Diary untuk Arland

Rika Kurnia
Chapter #6

Harian Ke-5 / Kemarahan Seorang Sahabat

Keadaan sekolah masih sepi karena masih terbilang cukup pagi. Hanya ada sebagian siswa yang baru memasuki gerbang, beberapa masih berlalu-lalang di koridor, dan ada juga yang tengah asyik bergosip ria di bangku yang terjejer di koridor.

Termasuk Naya dan Riani yang sedang dalam suasana ceria. Mereka tengah bergurau sesuatu di mejanya.

"Oiya, Nay. Gimana dinner lo semalem sama tuh cowok?" tanya Riani di sisa-sisa tawanya ketika bercanda dengan Naya beberapa detik yang lalu. Riani teringat kalau Naya belum menceritakan tentang kejadian semalam yang Riani yakini bahwa Naya akan bahagia pastinya.

"Arland nggak dateng, Ri. Mungkin dia lagi ada urusan," jawab Naya terlalu santai dengan bahu terkedik.

"What?! Nggak dateng? Terus lo gimana? Lo nungguin dia dong?" Riani membelalak dan terus memberikan bom pertanyaan pada Naya yang terlihat biasa saja. Atau lebih tepatnya mencoba untuk bersikap biasa. Karena kalau Riani tahu tentang Naya yang menunggu Arland sampai tengah malam, Riani pasti akan mengamuk ke cowok itu.

"Aku cuma nunggu Arland sebentar, terus dia telepon aku kalau dia nggak bisa dateng," balas Naya berbohong.

"Emang dia tau nomor hape lo darimana? Kata lo, dia cuma ngasih alamat lewat buku lo. Nggak ada tuh lo cerita soal dia minta nomor hape," kata Riani mulai tersulut kemarahan.

Naya meringis kebingungan.

"Nggak salah lagi. Pasti lo nungguin dia sampe malem? Sampe toko tutup?" Kehebohan Riani berhasil membuat beberapa siswa yang baru memasuki kelas menoleh ke arah mereka. 

"Nggak, Ri. Bukan gitu," kata Naya mencoba menahan amarah Riani.

"Wah, bener-bener tuh cowok. Dia itu cuma mau ngerjain lo, Nay. Palingan dia nggak dateng karena dia jalan sama cewek-cewek gatel nggk jelas itu. Lo sih, Nay, udah gue bilangin berkali-kali kalo tuh cowok bukan cowok baik-baik," geram Riani panjang lebar. Naya terlalu bingung sampai tidak tahu harus membungkam mulut Riani dengan cara apa. 

"Ri, jangan bilang gitu soal Arland. Dia nggak kayak apa yang kamu pikirkan," kata Naya pada akhirnya. Bukannya meredam emosi Riani, justru perkataan Naya semakin membuat wajah sahabatnya itu merah api.

"Nay, bisa nggak sih lo nggak belain itu cowok sebentar aja."

"Tapi, Ri ...."

Kemudian, cowok yang menjadi perdebatan pagi-pagi ini pun datang memasuki kelas. Langkah Arland langsung menuju meja Naya dan Riani. Arland datang seorang diri tanpa kedua temannya yang biasa mengekorinya setiap saat.

"Nah, ini dia tersangkanya." Riani bangkit dari bangkunya. Menatap ke arah Arland dengan garang. Naya mulai gusar, ia juga berdiri mengimbangi Riani.

"Nay, soal semalam ...," ucap Arland mencoba menjelaskan sesuatu, tapi sayangnya Riani menyerobot perkataan itu.

"Lo emang lupa ada janji sama Naya atau lo sengaja cuma mau ngerjain Naya?" Riani bertolak pinggang.

"Gue nggak ada urusan sama lo. Urusan gue sama Naya."

"Urusan Naya urusan gue juga. Jadi kalo lo ada masalah sama Naya, berarti masalah lo sama gue juga," tegas Riani semakin menatap Arland tajam. Cowok itu hanya mengernyit membalas tatapan cewek di sebelah Naya yang tidak ia kenal.

Arland memindah pandangannya ke Naya, seolah dia tidak menganggap Riani ada di hadapannya juga.

"Soal semalam gue minta maaf. Gue bener-bener lupa karena ketiduran," kata Arland pada Naya.

"Iya, gapapa kok," balas Naya tersenyum. Gadis polos itu sama sekali tidak menyimpan amarah setelah menunggu berjam-jam lamanya.

"Ketiduran?!"

Mata Arland berpindah lagi ke Riani. Sedangkan tangan Naya mencoba menggelayuti lengan Riani guna berusaha menenangkan sahabatnya itu.

Lihat selengkapnya