Seperti suara riuh suasana kantin pada umumnya, SMA Abadi juga memiliki kantin yang besar yang setiap pada jam istirahat sudah dipastikan sangat berisik. Kehebohan terjadi di beberapa sudut tempat ini.
Ada yang bernyanyi dengan iringan gitar fals, ada juga gosip ria yang hebohnya minta ampun, termasuk di salah satu meja di mana tempat Cakra, Gary, dan Arland singgah. Memang tidak seheboh sekitarnya, tapi di meja mereka ini menjadi sorotan bagi siswi-siswi di kantin. Siapa lagi kalau bukan pemeran utama laki-laki dalam cerita ini?
"Gue benci banget sama lo, Land," tandas Cakra sambil mendongakan wajahnya lantaran memasukkan kacang kulit yang sudah ia kupas tadi.
Salah satu alis Arland tertarik karena tiba-tiba Cakra yang berdecak padanya.
"Kalo aja waktu itu lo nggak dateng ke cafe, pasti gue udah dapetin si Mita. Tapi dia malah minta nomor hape lo lewat gue. Sial banget gue, Njir!" kesal Cakra melempar kulit kacang dengan asal ke wajah Arland.
Sedangkan yang dirutuki Cakra hanya terkekeh geli. Sudah biasa ia diberikan protes dari dua temannya itu. Karena setiap kali ada gadis yang menjadi incaran Gary dan Cakra, selalu saja Arland yang menjadi perhatian para gadis itu. Sama halnya di kantin saat ini, siswi yang baru memasuki kantin pasti matanya langsung tertuju ke Arland. Begitupun yang sudah duduk akan menyantap makanan, mata-mata para gadis itu juga tidak berpaling lama-lama dari wajah Arland.
"Padahal muka kita juga nggak beda jauh-jauh amat sama lo," gerutu Cakra semakin cepat mengupas kulit kacang, lalu dimasukkan kacang-kacang itu sekaligus ke mulutnya.
"Bukannya nggak jauh-jauh amat, Cak. Tapi amat yang sangat jauh muka lo dari Arland," sela Gary yang membuat Arland terkikik.
"Okelah muka jauh, tapi otak kita kan nggak beda jauh," tambah Cakra masih tetap pada pendiriannya.
"Serah apa kata lo dah, Cak," cibir Gary lantas menyeruput es teh miliknya.
"Hai, Land," sapa Tamara baru menghampiri Arland bersama dua temannya yang lain, Bella dan Cika.
Arland memutar matanya malas karena kedatangan mantan pacarnya entah yang ke berapa. Berbeda dengan Cakra dan Gary yang justru berbinar akan kedatangan ketiga gadis seksi itu.
"Hari ini ada waktu senggang nggak?" tanya Tamara yang dengan cepat duduk di atas paha Arland. Tentu saja hal itu menjadi pemandangan wajib bagi siapapun yang ada di kantin ini.
"Sibuk gue," jawab Arland seadanya dengan asal. Namun, Arland tetap diam saja di posisinya. Cowok itu membiarkan begitu saja cara duduk Tamara yang centil.
Mendapat jawaban tidak sesuai, Tamara mengerucutkan bibirnya denfan manja. "Jalan yuk, gue bete pulang sekolah nggak kemana-mana," rengek Tamara.
"Kan ada dua temen lo ini." Arland menunjuk ke arah Bela dan Cika dengan ujung dagunya.
"Mereka sibuk. Iya kan, Bel? Cik?" Mata Tamara mengerling lantaran seperti memberikan kode ke kedua temannya itu.
Praktis, Bela dan Cika mengangguk karena langsung mengerti maksud Tamara.
"Gue nggak bisa," tegas Arland sekali lagi tapi tanpa emosi di nada bicaranya. Hanya terkesan malas saja menanggapi cewek itu.
Tamara mulai tidak tahan, ia menjauh dari paha Arland, berdiri tegak persis di hadapan cowok itu.
"Oke, gue nggak mau basa-basi lagi. Gue mau kita balikan," kata Tamara mengutarakan apa yang sebenarnya menjadi tujuannya sejak tadi.
Kedua teman Arland dan kedua teman Tamara hanya diam dan menyaksikan adegan drama di depan mereka.
"Gue nggak mau," sahut Arland cepat.
"Kenapa? Gue cantik, kaya, dan populer. Selama kita pacaran, gue juga nggak pernah macem-macem sama lo."
Arland menghela napas kasar lalu bangkit dari duduknya. Tinggi tamara tidak beda jauh darinya. Memudahkan Arland bisa menatap mata gadis itu dengan tajam selagi ia bicara.
"Gue nggak mungkin macarin orang yang sama buat kedua kalinya," ujar Arland pelan tapi tetap terdengar lantang di telinga Tamara.
"Kenapa nggak bisa? Lo juga belum ada pacar lagi kan? Jadi daripada lo kosong, mending kita balikan aja."
"Siapa bilang? Gue ada pacar kok," ucap Arland sangat yakin. Padahal setelah putus dari Tamara, dia baru saja putus dengan gadis lain.
"Siapa pacar lo? Dia sekolah di sini? Mana sini kenalin ke gue," kelakar Tamara dengan gaya congkak andalannya.
Mata Arland mulai mengitarai sekitar kantin. Sebenarnya memang ucapan dia barusan hanya asal, tapi tidak mungkin Arland mengiyakan tuduhan Tamara kalau dia belum mendapatkan kekasih setelah putus dengan gadis itu.
Ada satu siswi yang menyita perhatian Arland. Siswi itu duduk di pojok kantin. Langsung saja Arland berjalan meninggalkan Tamara demi menghampiri siswi itu. Menarik pelan tangan siswi itu agar berdiri dan berniat memamerkannya pada Tamara.