Riani sangat panik.
Ini pertama kalinya setelah beberapa bulan yang lalu, Naya mengalami hal seperti ini. Riani benar-benar takut. Riani tidak bisa menahan tangisnya.
Tak hentinya Riani menepuk-nepuk pelan pipi Naya agar sahabatnya itu tersadar dari pingsannya.
"Mobilnya cepetan dong! Kalo Naya kenapa-kenapa gimana?" perintah Riani ke Arland. Untung saja cowok itu mau menghentikan mobilnya dan menolong Naya. Kalau tidak, Riani akan bingung setengah mati harus bagaimana.
"Iya, iya, sabar. Ini gue juga udah ngebut," sahut Arland sedikit kesal. Wajah cowok itu juga tampak bingung. Sesekali Arland melirik Naya di bangku belakang.
Sementara Siska, masih mengunci bibirnya di samping Arland. Ia sama bingungnya dengan situasi ini.
"Kenapa sih sama Naya? Sakit maag? Kok bisa pingsan gitu?" tanya Arland mencoba mengikuti perasaannya yang sejak tadi penasaran perihal pingsannya Naya.
"Nggak usah banyak tanya! Udah cepetan fokus aja sama jalanan," ujar Riani dengan lantang.
Perlahan, mata Naya terbuka. Gadis itu harus memejamkan matanya dengan kuat agar pandangan buramnya hilang. Kepalanya juga masih sedikit pusing.
"Nay? Lo udah sadar?" tanya Riani cepat. Ia cukup lega Naya sudah sadar.
"Ini dimana, Ri?" tanya Naya dengan pandangan yang menelisik ke sekitarnya.
Mendengar suara Naya, Arland dan Siska menoleh ke belakang. Tentu saja Arland cepat-cepat fokus kembali ke jalanan, kalau tidak ... Ya, tahu sendiri apa akibatnya.
"Kita mau ke rumah sakit, Nay. Lo harus diperiksa," jawab Riani membantu Naya untuk duduk tegak.
Naya masih belum bisa sepenuhnya membuka lebar matanya. Ia membawa pandangannya ke kaca spion di depan. Naya terkesiap karena wajah Arland yang ia lihat di kaca itu. Naya pikir ini adalah mobil Riani yang dikendarai Pak Asep.
"Lo udah sadar?" Sekarang giliran Arland yang menyambut Naya.
"Ri, kita nggak perlu ke rumah sakit. Kita turun di sini aja ya." Alih-alih tidak menjawab pertanyaan Arland, Naya merengek ke Riani agar menghentikan niat membawanya ke rumah sakit. Sepertinya Naya tidak ingin Arland mengetahui tentang hal yang seharusnya tidak boleh cowok itu ketahui.
"Tapi, Nay. Nanti kalo lo kenapa-kenapa gimana?" Riani khawatir. Ya, Riani sangat khawatir dan takut kalau kejadian beberapa waktu lalu akan terulang kembali.
"Riani, aku mohon. Aku nggak perlu ke rumah sakit," ucap Naya dengan nada yang sangat berharap Riani mengerti maksudnya.
"Sebentar lagi kita sampai rumah sakit. Kalian nggak usah berdebat," sela Arland di antara obrolan dua orang di bangku penumpang.
"Tau nih. Udah sukur Arland mau nganterin ke rumah sakit. Ribet banget sih jadi cewek," celetuk Siska seraya melempar pandangannya ke luar jendela.
"Diem lo! Nggak usah ikut campur," timpal Riani sontak membuat Siska bungkam.
Sesaat Riani berpikir. Ia dihadapkan dua pilihan sulit. Satu sisi ia khawatir dengan Naya, satu sisi lain ia juga tidak tega dengan raut wajah Naya yang sangat memohon padanya saat ini.
"Berentiin mobilnya!" perintah Riani ke Arland.
"Nggak bisa. Gue udah sengaja ngelanggar lalu lintas demi bawa Naya ke rumah sakit. Nggak bisa gue main berentiin gitu aja mobilnya," tegas Arland semakin menginjak gas di kakinya dengan kuat.
Naya tidak bergeming. Tanpa sadar ia meremas lengan Riani cukup kuat. Naya seperti orang yang ketakutan akan tertangkap basah karena melakukan suatu kesalahan.
"Gue bilang berhenti!" pekik Riani tidak peduli lagi kalau cowok itu akan berdecak seperti apapun. Riani lebih memilih menuruti permintaan Naya.
Cicitan ban mobil Arland terdengar jelas karena cowok itu dengan spontan membanting setir ke sisi jalan. Rem itu terinjak sangat kuat. Dari samping, Naya dan Riani atau Siska sangat jelas melihat Arland yang tengah menahan amarahnya.
"Keluar," kata Arland masih dengan nada yang pelan tapi menusuk.
"Aku minta maaf," ucap Naya meringis merasa bersalah.
"Gue bilang keluar!" pekik Arland. Lebih tepatnya cowok itu sudah mengeluarkan emosinya yang membumbung tinggi.
Lantas Riani dan Naya keluar dari mobil Arland. Meskipun sejak awal Riani tidak menyukai Arland, dalam hatinya Riani berterimakasih pada cowok itu karena sudah menolong Naya yang pingsan. Namun, tetap saja wajah Riani tampak kesal setelah Arland berteriak seperti itu.
Mobil hitam itu akhirnya melaju. Jelas sekali bagi Naya dan Riani bahwa Arland marah besar. Mobil Arland melesat bagaikan kilat yang menyambar.