Diary untuk Arland

Rika Kurnia
Chapter #10

Harian Ke-9 / Lab IPA

Tidak peduli seberapa banyak gadis yang kamu kencani, aku tetap percaya, bahwa kamu adalah laki-laki yang sedang mencari satu orang untuk tempat kamu menaruh hati.

•••••

"What?!" pekik seorang siswi berambut pendek setelah mendengarkan salah satu temannya menceritakan sesuatu. Temannya yang mempunyai name tag bertuliskan 'Lala'.

Dengan dagu terangkat, Lala memainkan beberapa helai rambutnya lantaran merasa bangga dengan apa yang ia dapat tadi malam.

"Terus abis dari klub lo kemana lagi sama Arland?" tanya teman Lala satunya dengan nametag bertuliskan 'Reni'. 

"Sayangnya dia langsung nganterin gue pulang," kata Lala dengan bahu melorot. Sepertinya gadis itu mengharapkan lebih dari Arland selain cowok itu sudah mengajaknya ke klub. 

"Tapi, La. Bukannya Arland punya cewek ya? Kalo nggak salah anak sebelas IPS dua," ucap Tisa cewek berambut pendek tadi.

"Iya, La. Kalo nggak salah namanya Siska. Cewek yang langsung Arland jadiin pacar di kantin kemaren," tambah Reni dengan gaya yang cukup heboh.

"Terus gue harus peduli gitu? Dia punya cewek apa enggak?" Lala mengangkat kedua bahunya terlalu ke atas secara bersamaan. 

"Gilak lo, La! Berarti Arland selingkuh sama lo?" Tisa tidak kalah heboh. 

"Gue sama Arland sepakat nggak pake status apa-apa. Yang penting kita sama-sama enjoy aja," ucap Lala begitu percaya dirinya. Lalu cewek itu memasukkan satu bulat bakso sedang ke mulutnya.

"Emang bener pesonanya itu cowok nggak bisa bikin cewek nolak," cetus Tisa menggeleng-gelengkan kepalanya merasa takjub.

Awal sampai akhir kehebohan di meja belakang itu membuat kuping Naya melebar lantaran tidak ingin tertinggal barang sekata pun mengenai Arland. Sejak mendengar nama cowok itu, Naya langsung sigap memasang telinganya.

Sampai ketika Riani ingin mengajak Naya kembali ke kelas, Naya bersikukuh untuk menetap di kantin sebentar lagi. Dan pada akhirnya, Riani harus menarik tangan Naya dengan sedikit paksaan agar Naya bangkit dari bangku kantin. 

Sekarang Riani sudah berhasil menjauhkan Naya dari obrolan tidak penting itu.

"Udah puas denger cerita melodrama dari cewek-cewek itu?" tanya Riani berjalan beriringan dengan Naya di koridor, menuju ke kelas.

Naya diam. Pikirannya kini masih tetap terarah ke obrolan Lala and the genk tadi.

"Entah udah ke berapa kalinya lo denger soal Arland yang kencan sama beraneka cewek, tapi lo nya tetep jadi pengaggum rahasia dia. Lo nggak capek batin, Nay?" Cerocos Riani dengan gaya andalannya. Berpidato layaknya calon ketua RT yang hendak mencalonkan diri sebagai ketua RW.

"Mungkin mereka cuma melebih-lebihkan aja, Ri. Aku tetep percaya kalo Arland adalah cowok yang baik." Naya memberikan komentarnya, selalu sama saja memang.

"Iya, Nay, iya."

•••••

Pelajaran terakhir kelas sebelas IPA1 hari ini adalah pelajarannya Pak Sugeng, guru IPA yang terkenal dengan kegiatan praktiknya.

Pak Sugeng tidak masuk ke kelas itu, melainkan beliau langsung memerintahkan para siswa untuk datang ke lab IPA perihal mempraktikan materi yang sebelumnya sudah dijelaskan. 

Jadi, guru dengan rambut agak ikal itu meminta para siswa untuk membuat kelompok yang terdiri dari tiga orang di setiap satu kelompok. Mereka diminta membuat cairan kimia yang nantinya bisa mengubah warna pada tanaman dengan hitungan detik.

Mereka pun mulai bekerja.

Sayangnya Naya tidak satu kelompok dengan Arland. Namun, sangat sial bagi Riani yang tidak respect sama sekali dengan cowok itu justru ia satu kelompok dengan Arland dan Gary. Sedangkan Naya mendapat bagian kelompok bersama Cakra dan Joni berkacamata hitam tebal itu.

Selama kegiatan praktik, tidak hentinya Riani merutuki cowok yang duduk di depannya, Arland. Padahal cowok itu sama sekali tidak melakukan apapun selama kegiatan. Justru Arland yang terlihat paling fokus dengan tugas yang diberikan Pak Sugeng.

Berbeda dengan Naya yang sesekali mencuri pandang dengan cowok itu.

"Hayo, ketauan. Lo lagi ngeliatin Arland, yak?"

Naya terkesiap ketika Cakra memeroki arah pandangnya. Tanpa melakukan pembelaan apapun, Naya langsung kembali fokus dengan tugas di depannya. 

"Udah ngaku aja. Mana ada sih cewek sekolah ini yang nolak pesonanya dia? Kecuali cewek-cewek kelasan ini. Tapi kayaknya enggak deh kalo buat lo. Ya, kan?" Jelas di mata Cakra kalau Naya memang mencuri pandang ke Arland. Cakra duduk di depan Naya, memudahkan Cakra untuk menangkap pergerakan Naya.

"Jon, aku cari sample daun dulu ya buat dicoba," ujar Naya yang sangat jelas mengalihkan selidikan Cakra. Naya melesat begitu saja keluar Lab. Sudah ada beberapa perwakilan kelompok yang melakukan hal sama seperti Naya.

"Dasar cewek, hobi banget jaim," gumam Cakra sambil menyunggingkan senyum.

Di luar Lab, Naya bisa mengembuskan napas lega karena berhasil melarikan diri dari pertanyaan mematikannya Cakra. Untung saja. Kalau Naya mengakuinya tadi, Cakra akan langsung menggelar orasi habis-habisan di dalam Lab. 

Naya mulai mencari beberapa daun yang sekiranya ia akan petik. Kemudian dari belakang, Riani menepuk pelan bahunya. Naya terlonjak karena terkejut sekaligus takut kalau Cakra yang menepuk bahunya.

"Perasaan gue nggak ngagetin lo deh, Nay. Lo kenapa dah jadi kaget gitu?" Riani mengambil posisi duduk di sebelah Naya, ikut mencari beberapa daun di pinggiran dekat bangku itu.

"Eh?" Naya salah tingkah. "Gimana kelompok kamu?" tanya Naya mencoba beralih pembahasan.

"Biasa aja. Bawannya kesel kalo di deket tuh cowok. Tapi bagus deh bukan lo yang satu kelompok sama dia," kata Riani tengah mengamati salah satu daun.

"Lho? Kenapa emangnya?" Naya menoleh ke Riani. Ia sudah mendapatkan beberapa daun di tangannya.

Lihat selengkapnya