Diary untuk Arland

Rika Kurnia
Chapter #17

Harian Ke-16 / Putus Lagi?

Pelajaran yang mungkin mudah ialah belajar mencintai seseorang yang mencintai kita. Dan pelajaran tersulit adalah belajar menjauhi orang yang kita cintai, yang dirinya mencoba mencintai kita.

•••••

"Hari ini kamu bawa bekal apa?" tanya seorang anak laki-laki melirik ke kotak bekal berwarna merah milik teman di sebelahnya.

"Telur dadar dan sayur kacang panjang. Ini makanan kesukaanku. Aku nggak pernah bosan kalau ibuku masak ini. Kamu mau coba." Anak perempuan itu sudah membuka kotak bekalnya dengan sempurna. Menampilkan makanan sederhana, tetapi terlihat menggugah selera karena aromanya pun menyebar.

"Wah, aku juga selalu dimasakin mami aku," kata anak laki-laki itu tidak mau kalah.

"Kamu bawa bekal apa hari ini?" Sekarang anak perempuan itu yang melirik ke bekal anak laki-laki di sebelahnya.

"Ini cumi tepung dan saus keju. Mamiku paling hebat kalo masak ini. Nih, kamu coba." Tangan anak laki-laki yang sedang mencapit satu buah cumi tepung itu terjulur ke arah anak perempuan yang sudah siap membuka mulutnya untuk menyantap makanan yang disuapi oleh anak laki-laki.

"Gimana? Enak?" tanya anak laki-laki.

"Enak!" seru anak perempuan setelah menelan cumi yang sudah dikunyah hingga lolos ke kerongkongannya dan mengacungkan jempol sambil tersenyum.

"Aku mau juga dong sayur kacang buatan ibu kamu," ucap anak laki-laki sambil melirik ke arah tumpukan sayuran hijau itu.

Sontak anak perempuan itu menutupi bekalnya dengan kedua telapak tangan mengudara di atasnya.

"Nggak boleh. Kamu kan alergi sama kacang-kacangan. Telur dadarnya aja, ya," ujar anak perempuan yang langsung memotong sedikit telur dadar dan menyuapinya ke anak laki-laki.

Ketika anak laki-laki itu sedang asik mengunyah, pandangannya beredar dan berhenti di sebuah titik. Di mana ada seorang anak perempuan yang sedang berdiri di sebelah pilar dekat pintu masuk area kantin.  Anak laki-laki itu bangkit hendak menghampiri anak perempuan itu.

"Eh, kamu mau kemana?" tanya anak perempuan yang ditinggalkan.

Tidak lama kemudian, anak laki-laki tadi menggandeng anak perempuan yang berdiri sendiri, mengajaknya untuk duduk bersama.

"Ini temanku namanya, Ai. Kamu duduk di sini aja sama kita," ucap anak laki-laki memperkenalkan temannya.

Anak perempuan yang disebut Ai melambaikan tangannya sambil tersenyum.

"Namaku, Nanda. Apa nggak apa-apa aku gabung sama kalian?"

"Gapapa, kok. Udah ayo duduk," suruh anak laki-laki itu.

Kini meja itu sudah diduduki oleh dua anak perempuan dan satu anak laki-laki.

"Kamu makan bekal punyaku, ya." Anak laki-laki itu menyodorkan kotak bekalnya ke arah anak perempuan bernama Nanda.

"Terus kamu makan apa?"

Tampak mengerti dengan apa yang dilakukan anak laki-laki itu, Ai langsung bersidekap.

"Arland bisa makan bareng aku. Ini aku bawa telur dadar banyak. Ya, kan, Arland?"

Anak laki-laki itu langsung mengangguk cepat. Akhirnya mereka bertiga menghabiskan waktu istirahat bersama. Meskipun sebelumnya Arland dan Ai tidak mengenal Nanda. Namun, bagi mereka pertemanan bisa mereka dapatkan dimana saja.

•••••

"Pertanyaan gue susah, ya?" tanya Arland membuyarkan lamunan Naya yang tengah memutar balik waktu pada masa kecilnya dahulu.

"Maaf, aku ...." Naya benar-benar bingung. Bisa dibilanh posisinya sekarang sudah skak mat.

"Nay! Lama banget sih, cuma nganterin novel ke perpus. Gue tungguin juga." Meskipun sedikit terkejut karena kedatangan Riani yang entah dari mana dan sejak kapan sudah berada di sebelahnya, Naya bisa bernapas lega. Terimakasih banyak untuk sahabatnya itu.

"Maaf, Ri. Ini aku udah selesai kok." Naya bangkit. "Arland, aku duluan ya," ucapnya menatap Arland yang hanya menganggukan kepala samar. Tampaknya cowok itu merasa sebal dengan pertanyaannya yang belum dijawab oleh Naya.

Naya dan Riani melenggang. Naya sengaja mempercepat langkahnya agar menjauh dari Arland.

"Lagi ngobrolin apaan sih, lo sama Arland?" selidik Riani penasaran. Pasalnya wajah Naya saat ini tidak bisa menyembunyikan kalau pembicaraan tadi tidak ada apa-apanya.

"Eh, Ri. Mungkin nggak cerita dongeng itu ada di dunia nyata?" Naya tidak menjawab pertanyaan Riani. Ia justru bertanya ke pembahasan lainnya.

"Cerita dongeng yang mana dulu nih? Kan ada banyak. Cerita putri duyung? Putri tidur? Atau putri salju?"

"Cinderella. Apa mungkin di dunia nyata ada seorang pangeran yang jatuh cinta sama seorang gadis biasa-biasa aja?"

Riani mengernyit, menelaah sebentar maksud dari pertanyaan Naya yang tiba-tiba terasa aneh.

Lihat selengkapnya