Diary untuk Arland

Rika Kurnia
Chapter #27

Harian Ke-26 / Bolos Jam Pelajaran

Satu langkah Riani melewati pintu kelasnya, mata sedikit besar itu melebar seraya dengan pelototan tajam yang ia tujukan pada seseorang di mejanya. Dengan menghentakan langkahnya ke lantai, Riani segera menghampiri teman sebangkunya itu.

"Nay, seharusnya hari ini lo nggak boleh sekolah. Lo harus istirahat di rumah," sergah Riani berdiri di samping Naya yang meringis dan langsung menarik lengan sahabatnya itu untuk duduk tenang.

"Jangan teriak-teriak begitu, Ri. Ini masih pagi." Naya berhasil memaksa Riani duduk di sebelahnya. Namun, Riani tetaplah Riani yang tidak akan tinggal diam jika melihat Naya yang kemarin baru saja keluar dari rumah sakit karena kondisinya yang lemah, kini Naya justru sudah lebih pagi tiba di sekolah.

"Gimana gue nggak mau teriak-teriak sih, Nay. Lo tuh, ya." Riani mendesis. Membuang wajahnya sesaat baru setelahnya Riani kembali menatap Naya penuh horror.

"Harusnya lo istirahat di rumah sakit, tapi lo maksa gue pulang dan istirahat di rumah. Sekarang bukannya lo di rumah, lo malah duduk manis di sini. Lo kenapa susah banget dibilangin sih," cerocos Riani tanpa mengecilkan suaranya karena suasana kelas pun masih terbilang sepi. Hanya ada tiga sampai empat orang yang baru menempati bangku mereka.

"Aku udah lebih baik setelah minum obat. Kalo aku tidur seharian pun, yang ada badan aku jadi makin lemes. Dan hari ini aku juga harus menghadap ke Bu Alma buat minta maaf soal olimpiade kemarin," ucap Naya perlahan di setiap katanya. Ia ingin Riani mengerti tanpa melanjutkan marah-marahnya kembali.

"Terakhir lo bilang lo baik-baik aja, nggak lama lo pingsan. Jadi gue udah nggak percaya sama lo sekalipun lo terus ngeyakinin gue kalo lo sehat-sehat aja." Riani masih kesal. Lalu Naya melingkarkan kedua tangannya di bahu Riani, memeluk sahabat pemarahnya itu.

"Kali ini percaya sama aku, ya. Aku janji aku akan baik-baik aja," kata Naya dengan senyum sumringah. Kemudian Naya melepas pelukan dan bangkit. "Sekarang aku harus ke ruangan Bu Alma dulu. Kamu mau ikut?"

"Ada yang harus gue kerjain dulu. Tugas hari jumat belum selesai. Gapapa kan lo sendiri?" Nada bicara Riani sudah kembali tenang. Mungkin karena pelukan Naya baru saja yang mampu meredamkan emosnya.

Naya mengangguk sambil tersenyum lebar. Wajahnya tampak riang sehingga membuat Riani sedikit yakin dalam hatinya kalau keadaan Naya memanglah membaik.

"Yaudah, aku tinggal, ya," pamit Naya dan diangguki oleh Riani.

Baru beberapa langkah Naya melewati pintu kelas, dari arah belakang Arland sedikit mengejutkannya dan berjalan beririgan dengannya.

"Pagi, Ainaya Valyria," sapa cowok itu dengan senyum termanis yang Naya lihat hari ini.

"Pagi juga, Arland Nugraha," balas Naya tak kalah dengan senyum manisnya.

"Mau kemana?"

"Mau ke ruangan Bu Alma. Aku harus minta maaf sama beliau soal olimpiade kemarin."

Arland manggut-manggut.

"Yaudah, gue anter, ya."

"Kamu nggak ke kelas dulu? Naro tas gitu?"

"Nggak usah, deh. Nanti lo kelamaan nunggu. Rugi banyak kalo bikin cewek cantik nunggu," ucap Arland dengan sedikit gombalan.

Naya terkekeh pelan. "Bisa aja. Kirain kamu udah pensiun buat ngegombalin cewek."

"Gue nggak gombal, kok," elak cowok itu dengan serius tingkat tinggi.

"Aku nggak cantik. Jadi barusan sama aja kamu ngegombal."

"Menurut gue, lo cantik. Tapi maksud gue tadi, hati lo yang cantik."

Senyum Naya semakin lebar. Dan pemandangan itu membuat Arland juga ikut tersenyum lantaran ketulusan yang terpancar jelas dari wajah mungil Naya.

Arland menghentikan langkahnya, sehingga membuat Naya mengerutkan keningnya. "Kok, berhenti?" tanya Naya juga berhenti.

"Katanya mau ke ruangan Bu Alma? Ini udah di depan ruangannya." Arland menunjuk pintu di belakangnya dengan lirikan ekor matanya.

Naya meringis merasa malu. Karena obrolan manis singkat tadi membuat Naya melupakan tujuan sebenarnya untuk menemui Bu Alma.

"Hehe, yaudah aku masuk dulu, ya." Naya menggaruk belakang kepalanya dengan sedikit canggung.

"Oke. Gue tunggu di sini." Cowok itu menyandar di salah satu pilar depan ruangan wakasek yang sekaligus menjadi adik bungsu dari papinya.

Lihat selengkapnya