Tidak lagi aku berpaling atau mencoba untuk berpindah ke hati yang lain. Hanya kamu sampai aku lupa apa itu derita. Karena kamu adalah banyak kebahagiaan untukku.
Arland Nugraha
•••••
Arland : aku baru selesai operasi. Udah dari dua jam yang lalu sih. Soalnya aku nggak boleh pegang hape dulu tadi. Aku juga nggak langsung sadar pas selesai operasi.
Ainaya : operasi kedua ini lebih sebentar ya, daripada yang pertama kemarin.
Arland : iya, soalnya sekarang kan tinggal pembersihan aja. Btw ada yang kangen sama kamu, Nay.
Ainaya : siapa?
Arland : cowok ganteng yang lagi terdampar di negara orang dan berharap secepatnya bisa balik negaranya buat ketemu sama gadis yang dia sayang.
Ainaya : gombal mulu.
Arland : dibilang aku nggak bisa gombal.
Ainaya : ngomong-ngomong di sana kamu beneran nggak pernah ketemu sama satupun cewek cantik?
Arland : nggak ada. Cuma kamu pokoknya.
Ainaya : tapi kita kan nggak terikat hubungan apa-apa. Kamu bebas memilih gadia untuk jadi pacar kamu.
Arland : eh, ada deng. Satu cewek cantik. Aku ketemu dia pas operasi pertama waktu itu. Mukanya jepang banget. Tapi dia bisa bahasa indonesia. Cantik dan tinggi. Matanya tajam banget sampe aku penasaran sama dia.
Ainaya : hmm. Kamu suka sama dia?
Arland : ciee. Cemburu ya?
Ainaya : siapa yang cemburu? Aku kan nanya.
Arland : ya, meskipun kecantikan dia sempat bikin aku terpana, tetep kamu, Nay. Kamu udah terpaku kuat dan nggak akan bisa dicabut sampai kapanpun.
Ainaya : huh, gombal lagi.
Arland : hehe. Kangen sama muka malu-malu kamu setiap kali aku lagi godain kamu. Bikin gemes.
Ainaya : tapi aku gak kangen.
Arland : boong.
Ainaya : beneran. Kamu sempet kenalan sama cewek cantik itu? Namanya siapa?
Arland : namanya Cahaya. Anehnya baru banget kenal dia udah ceritain soal kehidupannya ke aku. Aku jadi sedikit simpatik sama dia. Jadi awal aku ketemu dia itu di lorong rumah sakit. Dia nabrak aku. Taunya dia lagi nangis karena kakeknya baru aja meninggal. Nangisnya dia bikin aku inget kamu waktu itu.
Ainaya : hm. Kamu jadi banyak cerita soal dia, ya. Kamu yakin nggak naksir sama dia?
Arland : ya ampun, Nay. Aku nggak punya perasaan apa-apa sama dia. Aku cerita kayak gini ke kamu justru aku nggak mau ada yang aku umpet-umpetin ke kamu. Aku cuma pengen sekedar cerita ke kamu. Udah itu aja.
Ainaya : aku seneng kok kalo emang kamu bisa menaruh hati ke gadis lain. Karena belum tentu selamanya aku bisa ada untuk kamu.
Arland : udah cukup nggak usah dilanjut. Secepatnya aku akan balik ke Indo. Saat itu aku akan terus ada di deket kamu sampai kamu sembuh dan seterusnya. Aku mau istirahat dulu, ya. Papi udah bawel daritadi. Bye, pacar ❤
Ainaya : oke.
Arland lalu meletakkan ponsel di nakas sebelahnya. Matanya terpejam hendak beristirahat atas perintah dokter yang sudah ia langgar demi melepas rindu dengan gadisnya melalui pesan. Sebelum larut dengan mimpi, ada kilasan wajah seorang gadis yang membuat matanya sontak terbuka. Bukan Naya tetapi gadis asing yang secara tidak sadar Arland berharap untuk bertemu kembali dengannya.
"Cahaya?" gumam Arland seorang diri. Keningnya berkerut lantaran heran kenapa wajah Cahaya yang terbesit di benaknya.
Pasalnya setelah operasi pertama waktu itu, Arland sempat mengunjungi taman rumah sakit kembali. Memang tidak secara terang-terangan hatinya mengakui kalau tujuannya kesana adalah menunggu seseorang. Namun, perasaan Arland mulai gelisah ketika matanya tidak bisa menemukan Cahaya di taman.
Ceklek
Terdengar suara gagang pintu yang ditekan oleh seseorang sehingga membuat Arland sontak menoleh. Matanya melebar seraya alisnya yang berkerut.
"Hai," sapa Cahaya sambil membawa sebuket bunga warna-warni di tangannya.
"Kamu? Tau darimana aku ada di sini?" tanya Arland yang tentu saja sangat terkejut atas kehadiran gadis itu.
"Aku nanya ke pusat informasi. Sebelumnya aku sempat ngikutin kamu diam-diam pas kamu masuk ke ruang operasi waktu itu," jawab Cahaya sambil tersenyum.
Arland tergelak samar lantaran bekas operasinya yang masih terasa nyeri. Hal itu membuat Cahaya bingung.
"Ada apa? Kok ketawa?" tanya Cahaya.
"Gapapa. Kamu orangnya blak-blakan, ya? Aku pikir saat aku tanya barusan, kamu akan berbasa-basa ini-itu," kata Arland di sisa-sisa kegeliannya.
"Emang harus, ya, aku basa-basi dulu?" Wajah Cahaya tampak polos. Praktis membuat Arland harus mengembangkan senyumnya.
"Kamu bawain aku bunga?" Cowok itu melirik ke bunga di tangan Cahaya.
Gadis itu mengangguk lalu menyerahkan buket bunga ke Arland.
"Makasih, ya," kata Arland yang diangguki oleh Cahaya.
Kemudian Cahaya mengambil posisi duduk di kursi sebelah bangkar. "Kalau boleh tau, kamu operasi apa? "
"Tumor."
Cahaya mengangkat alisnya sebentar pertanda ia cukup terkejut dengan jawaban yang diberikan Arland. Tetapi kemudian wajahnya kembali seperti semula seolah tidak ada hal buruk pada cowok itu.
"Sejak kapan kamu punya penyakit itu?"
"Baru sih."
Cahaya manggut-manggut sambil menggigit bibirnya lantaran sedang berpikir untuk melanjutkan obrolannya.
"Hm. Kamu tinggal di Jepang atau?" tanya Cahaya berikutnya. Tapi kali ini dengan nada bicara yang sedikit ragu.
"Aku cuma sebentar di Jepang. Setelah selesai operasi dan sembuh dari tumor, aku langsung balik ke Indo," jawab Arland dengan cepat.
Tiba-tiba saja Cahaya tersenyum cukup lebar dengan kegelian yang sedikit terpancar dari wajah orientalnya.
"Kenapa?" Tentu saja membuat Arland bingung.
"Nggak tau kenapa aku malah jadi berharap tumor kamu nggak sembuh dengan cepat, biar kamu lama di sini."
Cowok itu membisu dengan kebingungan yang semakin jelas di wajahnya. Lantas Cahaya menyadari dengan perubahan sikap Arland yang kini tengah menatapnya datar.
"Lupain aja apa yang aku bilang tadi. Aku juga nggak tau tadi ngomong apa," sambung gadis itu yang masih terkekeh hambar. Setelahnya baru Arland mengikuti dengan senyuman simpul demi mencairkan suasana yang sempat tegang sesaat.
"Cowok kayak kamu pasti udah punya pacar, ya?" tanya Cahaya lagi. Sekarang Arland merasa seperti sedang diintrogasi oleh wartawan yang haus akan berita tentang seorang selebritis.
Beberapa detik Arland menilik wajah Cahaya. "Ternyata kamu orangnya bawel, ya?"
Cahaya tersenyum malu menanggapi pertanyaan yang terkesan seperti gurauan dari cowok itu.
"Beda sama gadis yang lagi nunggu aku sekarang," lanjut Arland sontak membuat Cahaya bungkam dengan wajah perlahan mendingin seperti bongkahan es batu.
"Pacar kamu?" tanya Cahaya hendak klarifikasi apa yang memang sudah ada di pikirannya.
Arland menggeleng. "Sayangnya dia selalu keras kepala untuk nggak pacaran sama aku."
"Kenapa? Dia udah punya pacar? Tapi kok, dia nunggu kamu?"
Pertanyaan beruntun dari Cahaya harus membuat Arland merasa bertambah geli lagi dari sebelumnya. Gadis itu sangat banyak bicara dan banyak bertanya. Sifat yang tidak Arland temui di dalam diri seorang Naya.
"Maaf. Aku terlalu banyak tanya," kata Cahaya menundukkan kepalanya karena sadar kalau lidahnya sudah melewati batas.
"Namanya Naya. Dia gadis paling beda dari semua gadis yang pernah aku temui. Jatuh cinta sama dia pun aku nggak pernah sadar kapan itu terjadi."
Cahaya menelan salivanya tanpa bersuara. Ungkapan Arland seiringan dengan wajahnya yang berbinar ketika menyebut nama seorang gadis, membuat kilauan sinar di wajah Cahaya sebelumnya tiba-tiba meredup begitu saja.
"Kamu sendiri memang tinggal di Jepang atau cuma sementara?" tanya Arland demi memecah keheningan yang cukup mengubah suasana obrolan menjadi canggung.
"Sejak mamahku meninggal, aku tinggal di Jepang sama kakek. Aku di sini dari usiaku sepuluh tahun. Sejak itu sampai sekarang, aku belum pernah kembali ke Indonesia lagi," jawab Cahaya panjang lebar.
"Berarti setelah ketemu aku di sini, kapan-kapan kamu harus balik ke Indo. Aku akan ngenalin kamu ke Naya. Dia orangnya baik, kok. Pasti dia seneng kenalan sama kamu," balas Arland tampak antusias. Berbeda dengan Cahaya yang hanya menyimpulkan senyumnya terlalu sedikit.
"Aku pulang dulu, ya. Masih banyak keluarga yang berdatangan ke rumah semenjak kakek meninggal," ujar Cahaya seraya menarik tubuhnya dari kursi.
Arland mengangguk dan berkata, "Makasih, ya. Udah datang ke sini jengukin aku."
Cahaya masih pada posisinya berdiri di sebelah bangkar. Seperti yang dikatakan Arland, mata tajamnya membuat Arland tidak berkutik ketika gadis itu menatapnya sekarang. Dengan cepat tanpa disangka, Cahaya mendaratkan kecupan bibirnya ke pipi Arland.
"Cepat sembuh, ya," ucap gadis itu sambil tersenyum lalu melenggang pergi.
Sementara Arland masih bergeming sambil menyentuh kembali pipinya karena kecupan kilat dari Cahaya. Bingung harus berekspresi seperti apa, tetapi perasaan Arland tiba-tiba bergetar secara samar.
•••••
B