Bumi memang terkadang tidak mengisyaratkan apa yang akan terjadi, seperti malam itu hujan sangat lebat padahal siang harinya sangat cerah, Marini bergegas bangun sambil terhuyung-huyung karena baru saja ia larut dalam tidurnya karena takut rumahnya basah akibat atap rumah yang bocor.
"Ya Robbi ... Aku lupa memperbaiki atap rumah" Marini bergumam sendiri
Tiba di luar kamar Marini heran karena tidak ada satupun atap yang bocor karena biasanya tak kurang dari tiga lubang atap yang bocor dan membasahi rumah sederhananya itu.
"Loh kok gak ada atap yang bocor padahal hujan sangat lebat, apa jangan-jangan Zara yang memperbaikinya" gumam Marini terheran.
Setelah memastikan tidak ada atap yang bocor dan semua aman-aman saja Marini kembali ke kamarnya, malam itu ia lalui dengan hati tenang karena tidak perlu menjaga-jaga baskom hasil tetesan air hujan dari atap rumahnya, sebelum kembali ke kamarnya ia pandangi anaknya Zara dan Kania yang tidur di kamar tanpa pintu tersebut yang hanya bertiraikan kain usang, hatinya merasa bangga punya anak tidak pernah menuntut ingin dibelikan ini itu dan tidak pernah mengeluh dengan keadaan orang tuanya sekaligus hatinya merasa kasian karena sebagai orang tua belum bisa membahagiakan mereka sepenuhnya, belum bisa membelikan pakaian yang bagus apalagi sampai membelikan mereka handphone seperti anak-anak lainnya.
***
Pagi itu mentari tak bisa bersinar seperti biasanya karena kabut menutupinya, hawa dingin masih terasa akibat hujan deras tadi malam ditambah kabut berembun yang menambah rasa malas untuk bangun tapi tidak dengan keluarga Marini, rutinitas mereka seperti biasa, ia dan Ali pergi ke ladang untuk menyelesaikan pekerjaannya kemarin sementara Zara dan Kania pergi ke sekolah.
"Assalamu'alaikum ... ucap salam Zara dan Kania sambil menyalami tangan ibu tercintanya itu.
"Wa'alaikum salam"
"Zara ... kamu ya yang memperbaiki atap rumah, ucap ibunya ketika Zara dan Kania ingin beranjak pergi.
Sambil menundukkan kepala dan berbicara pelan karena takut ibunya marah Zara mengiyakannya.
"Iya Bu"
"Ibu tidak marah, hanya saja jangan diulangi lagi, bahaya!!! ibu takut kamu kenapa-kenapa, rumah kita sudah tua sudah rapuh takut kamu jatuh, nanti kalau ada atap yang bocor lagi kita perbaiki sama-sama" nasehat ibunya kepada Zara.
"Iya bu ... Zara minta maaf ucap Zara.
"Iya gak papa, ya sudah ayo berangkat nanti kalian terlambat lagi"
Zara dan Kania segera pergi ke sekolah yang jaraknya lumayan jauh dari rumahnya dengan berjalan kaki, tidak ada sepeda yang bisa menjadi alat transportasi mereka ke sekolah, jangankan sepeda yang bagus sepeda butut saja mereka tidak punya, mereka punya sepeda butut di rumah tapi besar punya sang ibu dan itupun tidak bisa dipakai karena bannya pecah tidak bisa ditambal harus diganti yang baru sementara mereka tidak punya uang.
***
Setelah bersusah payah membersihkan rumput-rumput liar tersebut akhirnya pekerjaan Marini selesai juga, waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang Marini segera membersihkan diri dan segera pergi ke rumah pemilik ladang untuk mengambil upah jasanya tersebut.
"Assalamu'alaikum bu Yanti" salam Marini setibanya di rumah Bu Yanti pemilik ladang.
Setelah beberapa kali mengucap salam akhirnya Bu Yanti membukakan pintu yang ternyata baru selesai mengerjakan shalat dzuhur.
"Wa'alaikum salam ... eehh Marini, sudah selesai ya membersihkan ladangnya, tunggu sebentar ya aku ambilkan dulu uangnya" ucap bu Yanti yang ternyata sudah paham kedatangan Marini.
Tidak berapa lama kemudian bu Yanti keluar dengan membawa beberapa lembar uang di tangannya.
"Ini Mar upahmu terima kasih banyak ya" bu Yanti menyelipkan uang tersebut ke tangan Marini.
"Eehh Mar sini deh duduk dulu pasti kamu penat sambil menggendong Ali, aku mau ngomong sesuatu sama kamu"
"Ngomong apa bu Yanti ... ucap Marini sedikit penasaran.
Setelah duduk bu Yanti menjelaskan maksudnya tanpa basa basi ia langsung menuju inti pembicaraan bahwa ia ingin menjodohkan Marini dengan teman suaminya.
"Bagaimana Mar kamu setuju ? gak papa lah tua yang penting uangnya banyak kamu tidak perlu lagi susah payah mencari nafkah sendiri, setidaknya ada yang bantuin kamu mengurus ketiga anakmu itu, mereka kan masih kecil perlu biaya sekolah, biaya ini! itu!" ucap bu Yanti blak-blakan.
Marini tau orang yang dimaksud bu Yanti, yang ia tau laki-laki tersebut punya banyak isteri tentu saja ia tidak mau walaupun punya banyak harta, ia masih memikirkan perasaan anak-anaknya, dengan halus ia menolak perjodohan tersebut.