Dibalik Peluh Ibu

Mahliana
Chapter #7

Bab 7

Hari itu salah satu tetangga Marini mengadakan syukuran di rumahnya, banyak warga yang diundang termasuk Marini, ia memakai baju yang kemarin dibeli dan berdandan seadanya, lipstik ia tebalkan dari biasanya sehingga ngejreng dengan baju yang ia pakai, Marini juga memakai bedak sedikit dempul, lipstik juga ia gunakan untuk memerahkan pipi dan kelopak mata karena tidak mempunyai pallate. Tak lupa Marini juga mengajak Ali ke acara itu karena tidak ada yang menjaganya di rumah, sementara itu Zara dan Kania masih sekolah.

Setibanya di rumah pemilik hajat, nampak sudah banyak warga yang berdatangan, Marini hanya duduk di teras rumah karena Ali ingin bermain-main dengan teman sebayanya, tidak berapa lama rumah pemilik hajat penuh termasuk di teras rumah.

"Tumben Mar dandan, terlihat beda aja kamu dari biasanya kelihatan lebih cantik" seorang ibu-ibu menyapanya.

Marini tersenyum dengan sedikit malu.

"Cuma ingin terlihat lebih rapi aja bu biar gak jelek-jelek amat"

"Pasti kamu sedang naksir seseorang kan, ingin menarik perhatiannya" celuteh ibu berbaju gamis hitam.

"Ah gak bu, sama sekali gak ada, tidak ada yang ingin saya caperin bu, malu sama anak-anak dah tua" elak Marini walau sebenarnya memang tidak ada laki-laki yang ia sukai tapi dilubuk hatinya yang paling dalam ia membutuhkan seseorang yang bisa menjadi sandaran hatinya ketika lelah menghadapi dunia yang fana ini. Kalau boleh memilih sebenarnya ia ingin sosok sang suami tercinta yang menemani sisa hidupnya tapi apalah daya Tuhan berkehendak lain, manusia hanya bisa berencana tapi Tuhan jugalah yang menentukannya.

"Mar gimana perjodohan kemarin ? kamu menerimanya ?" tanya ibu-ibu bergamis putih.

"Gak lah bu saya menolaknya, memangnya ibu tau dari mana kalau saya ingin dijodohin oleh bu Yanti"

"Seluruh kampung juga taulah Mar, entah dari siapa yang mulai nyebarin gosibnya saya juga gak tau sih"

Mendengar berita itu Marini tidak heran karena sudah biasa yang namanya di kampung hal-hal kecil pun jadi bahan gosip orang-orang, terlebih lagi dirinya seorang janda yang sudah menjadi makanan sehari-harinya digosipin, walau begitu tetap saja hatinya sakit ketika orang berbicara yang tidak-tidak tentang dirinya.

"Lebih baik segera menikah lagi Mar mumpung masih muda, tidak baik loh sering menolak lamaran orang, umur kamu kan semakin tua tiap harinya, kalau sudah tua susah nanti cari laki gak ada yang maunya" nasehat ibu bergamis putih itu secara blak-blakan.

Marini hanya membalasnya dengan senyuman, memang benar dirinya semakin tua, kalau semakin tua apalagi seorang janda dengan tiga orang anak akan lebih susah mencari jodoh itulah yang ada dipikirannya.

Ketika acara pengajian hampir selesai seorang ibu-ibu penjual baju kredit datang, langsung duduk di samping Marini. Rosita namanya, kawan Marini dari sekolah dasar, ia membawa dua kantong plastik berukuran besar berisikan baju-baju baru dengan keluaran model terbaru.

"Eh Ros kok baru datang acaranya kan sudah hampir selesai tadi banyak ibu-ibu nanyain kamu, sebagian sudah pada pulang duluan karena sibuk ada keperluan"

"Tadi habis dari kampung sebelah nagihin utang" Rosita membuka kantong kresek tersebut.

"Ayo dipilih dipilih bu ibu, mau cash mau kredit juga bisa" Rosita menawarkan jualannya.

Selesai acara dan semua orang yang hadir mendapat nasi kotak, sebagian besar ibu-ibu itu tertarik untuk sekedar melihat baju yang dibawa Rosita. Sebenarnya Marini ingin segera pulang tapi karena Ali masih ingin bermain dengan teman-teman sebayanya dan marah kalau diajak pulang, dengan terpaksa dia menunggu Ali sampai anak lainnya juga pulang. Marini mencoba akrab bersama para ibu-ibu dengan ikut gabung melihat-lihat baju yang dibawa Rosita, walau Rosita sering agak judes kepadanya tapi kali itu semoga Rosita baik kepada dirinya pikirnya waktu itu.

Baru Marini memegang salah satu baju, Rosita langsung bicara dengan tidak ramah.

"Itu Mahal lo Mar"

"Oh" ucap singkat Marini segera melepas baju yang ia pegang.

"Tapi kalau kamu mau bisa sih kredit asal ada uang, bayar kreditan tepat waktu" ucap Rosita agak meremehkan Marini.

Lihat selengkapnya