Pagi itu cuaca sedang bersahabat, mentari tidak malu-malu untuk menampakkan wujudnya. Seperti biasa Marini mencari nafkah dan kedua anaknya bersekolah, serta anak bungsunya Ali yang selalu ikut dengannya. Hari itu Marini mendapat pekerjaan menanam padi di sawah bersama beberapa pekerja lainnya, sebenarnya ia tidak ingin mengajak Ali karena Ali terlihat kurang sehat, sehingga membuatnya rasa tidak tega membawa Ali ikut dengannya. Zara menawarkan diri tidak sekolah, agar bisa menjaga Ali di rumah supaya ibunya bisa bekerja dengan tenang, akan tetapi ibunya tidak mengizinkan Zara bolos sekolah karena sebentar lagi ia akan mengikuti ujian nasional takut ketinggalan pelajaran.
"Bu ... Zara aja yang jaga Ali biar hari ini Zara tidak sekolah dulu, biar ibu bisa bekerja dengan tenang dan leluasa"
Marini terdiam sejenak, hatinya merasa gundah, disisi lain ia tidak tega mengajak Ali dan disisi lain lagi ia tidak mau Zara bolos sekolah, upah untuk pekerjaannya itu sudah Marini terima dari pemilik ladang dan yang pasti ia memerlukan uang tersebut.
"Kamu harus tetap sekolah sebentar lagi kamu akan mengikuti ujian, nanti banyak ketinggalan pelajaran"
"Tapi gimana dengan Ali bu ?"
"Biar ibu bawa aja pergi bekerja, di sana ada pondok kecil punya pemilik ladang, semoga aja sakitnya tidak bertambah parah, nanti sekalian pulang sekolah kamu beli obat ya buat Ali nanti ibu kasih uangnya"
"Ya bu"
Dengan terpaksa Marini mengajak Ali ke ladang, untung saja anak itu tidak rewel hanya saja badannya sedikit panas dan hanya diam saja tidak seperti biasa yang pecicilan. Sesampainya di ladang sawah, Marini segera merebahkan badan Ali dan menaruh bekal makanan dan minuman di sampingnya.
"Ali tunggu sini ya, ibu mau bekerja dulu ke sana, kamu jangan kemana-mana, kalau mau sesuatu bilang aja sama ibu ya"
Ali hanya mengangguk-angguk entah ia mengerti apa tidak perkataan ibunya. Marini bekerja dengan rasa tidak tenang, sesekali ia menengok Ali untuk mengecek keadaannya.
Mentari berada dipuncak kepala, keringat bercucuran membasahi wajah dan tubuh Marini, ia pun bersama para pekerja lainnya memutuskan istirahat untuk menghilangkan rasa lelah, mereka pun makan bekal yang mereka bawa masing-masing dari rumah. Pondok yang kecil itu penuh dengan para pekerja sebagian pekerja laki-laki harus duduk di bawah pondok tersebut. Mereka saling berbagi bekal yang mereka bawa, walau makanan sederhana namun terasa sangat nikmat karena dimakan bersama-sama.
"Gimana keadaanya Ali Mar" tanya salah satu ibu pekerja.
"Masih sama bu, panasnya belum turun, malah bertambah panas"
Marini mengelus-elus kepala Ali yang tiduran di sampingnya sambil memberinya makan sedikit walaupun Ali menolaknya.
"Lebih baik kamu pulang aja Mar ... kasian anak kamu, biar kami saja yang menyelesaikan pekerjaan ini" para pekerja merasa kasian dengan keadaan Ali.
"Tapi saya tidak enak dengan kalian, upahnya sudah dibagi rata, masa kerja saya cuma sedikit kan pekerjaannya masih banyak lagi"
Marini merasa tidak enak dengan pekerja lainnya, tapi disisi lain ia kasian dengan Ali dan ingin membawanya pulang agar bisa istirahat dengan nyaman.
"Pulang saja lah Mar, kami tidak apa-apa, kami ikhlas, kita memang harus saling bantu, tidak usah sungkan, bisa saja suatu saat kami yang memerlukan bantuanmu" ucap pekerja bapak-bapak yang nampak sudah tua.
Setelah selesai makan Marini membereskan barang-barangnya dan segera pulang, agar Ali lebih nyaman untuk beristirahat. Sesampainya di rumah, Marini segera merebahkan Ali ditempat tidur dan mengumpres kepalanya dengan kain, tidak berapa lama kemudian Zara dan Kania pulang dari sekolahnya.
"Loh kok ibu sudah pulang" ucap Kania ketika melihat ibunya di dapur sedang memasak air.
"Iya, badan Ali tambah panas jadi ibu memutuskan untuk pulang, mana kakak kamu ?"
"Kak Zara, kakak ... dipanggil ibu" Kania sedikit mengeraskan suaranya.
Zara yang tadi berada diluar segera pergi ke dapur.
"Ada apa dek, eh ibu sudah pulang" Zara sedikit kaget ketika melihat ibunya.
" Obat yang ibu suruh beli tadi ada kan ?"
"Ada bu"
Zara segera membuka tasnya kemudian mengambil obat dan memberikannya kepada sang ibunda. Setelah air mendidih, Marini membuat teh anget untuk Ali kemudian memberikannya obat berharap panasnya segera turun.
"Badan Ali tambah panas ya bu" ucap Zara kemudian memegang dahi Ali.
Marini duduk di samping Ali sambil memberikannya obat dan kembali mengumpres bagian dahinya.
"Iya, semoga aja setelah minum obat ini panas nya segera turun"
"Kalian ganti baju dulu sana, besok kan masih memakai seragam ini, nanti kotor" pinta Marini kepada kedua anak perempuannya itu.
Zara dan Kania menuruti perintah ibunya dengan segera mengganti pakaian dan kemudian Kania belajar karena ada tugas dari sekolah sementara Zara juga belajar untuk persiapan ujian nanti. Setelah minum obat Ali tertidur dan syukurnya panasnya mulai turun.
"Gimana keadaan Ali bu ?" Zara khawatir dengan keadaan adiknya.
"Alhamdulillah panasnya sudah mulai turun, nanti kita kasih obat lagi agar panasnya tidak kembali naik"
"Alhamdulillah kalau begitu"
"Sudah hampir maghrib, ayo siap-siap shalat, ajak juga Kania"
"Ya bu"
***
Sudah 3 hari badan Ali panasnya naik turun, makan pun hanya sedikit itu pun dipaksa karenanya membuat Marini merasa khawatir dan sudah 3 hari pula ia tidak bekerja. Marini membuka tabungan yang ia simpan untuk keperluan sekolah Zara, jumlahnya pun tidak begitu banyak, ia berniat membawa Ali ke puskesmas, walaupun biaya gratis karena ada surat keterangan miskin dari pemerintah akan tetapi untuk menuju ke puskesmas tentu harus menggunakan kendaraan roda empat dan tentunya membutuhkan ongkos. Sebenarnya ia ingin meminta bantuan kepada bu rt dengan meminjam mobil milik beliau akan tetapi dirinya merasa sungkan karena sudah sering ia meminta bantuan sama beliau tapi kalau harus menggunakan ojek Marini merasa tidak tega dengan Ali kalau harus panas-panasan. Setelah bepikir cukup lama, akhirnya Marini memutuskan untuk meminta bantuan saja sama bu rt walaupun dirinya merasa sungkan, tetapi ia buang jauh-jauh rasa malu dalam hatinya itu demi buah hatinya.
Setibanya di rumah bu rt tanpa ragu Marini segera mengucap salam.
"Assalamu'alaikum"
Beberapa kali Marini mengucap salam tetapi tidak ada jawaban, rumah sepi nampak tidak ada penghuninya. Setelah ia berniat beranjak dari rumah bu rt, mobil sedan hitam masuk pelan ke halaman, kemudian bu rt keluar dari dalam mobil bersama sang suami, beliau menghampiri Marini yang terlihat agak gelisah.
"Ada apa Mar ?"
"Gini bu rt, sebelumnya saya minta maaf karena sering menyusahkan ibu tapi kali ini saya benar-benar butuh bantuan ibu, Ali sedang sakit, sudah 3 hari panasnya naik turun dan saya berniat membawanya ke puskesmas dan bermaksud meminjam mobil bu rt untuk membawa Ali bu, nanti uang bensinnya saya ganti bu" terang Marini panjang lebar.
"Ayo kalau gitu kita segera bawa Ali, tunggu apa lagi" ucap bu rt.
Setengah jam kemudian Ali sudah berada di puskesmas, ia segera dirawat dengan diinfus dan dicek darahnya untuk mengetahui sakit yang ia derita.
Bu rt dan pak rt juga ikut menemani Ali bersama Marini, mereka tidak langsung pulang. Sebagai aparat desa tentu saja sudah kewajiban pak rt untuk mengayomi warganya apalagi yang sedang perlu pertolongan. Pak rt juga segera mengurus persyaratan administrasi untuk orang yang tidak mampu. Setelah menunggu beberapa saat, syukurnya Ali hanya demam biasa tidak ada penyakit serius di dalam dirinya.
"Mar kami pulang dulu ya, nanti kami kesini lagi" ucap bu rt.
"Terima kasih banyak bu pak, saya tidak tau lagi mau minta bantuan sama siapa kalau bukan sama kalian, ini bu ada sedikit uang untuk ganti bensin mobil ibu, sekali lagi terima kasih banyak" Marini menyelipkan sedikit uang kepada bu rt.