Untuk menghemat biaya makan sehari-hari, Marini pergi keberbagai ladang petani untuk mengambil sisa sayuran yang sudah dipanen oleh para petani, karena memang hal itu lazim dilakukan oleh orang-orang di kampungnya, terutama keluarga yang tidak mampu seperti keluarga Marini, dan tentu saja sebelumnya sudah mendapat izin dari pemilik ladang.
Marini dan ketiga anaknya terlebih dahulu pergi ke ladang kentang, tak lupa mereka membawa karung kecil untuk wadah sayuran yang mereka ambil nantinya.
"Zara sama Kania, kalian pergi ke ujung sana, ibu sama Ali mulai dari sini" perintah sang ibunda.
Zara dan Kania segera menuruti perintah ibunya, setelah dirasa cukup, mereka segera pergi ke ladang lainnya, mereka tidak mengambil semua karena ada keluarga lainnya yang membutuhkan sayuran tersebut sama seperti keluarganya, hal itu sudah biasa karena mereka memang saling berbagi dan tidak rakus supaya semuanya bisa kebagian dan agar tidak ada keluarga yang kelaparan. Kebanyakan sisa sayuran yang ada itu berukuran kecil atau sayuran rusak yang tidak layak jual, sayuran seperti itu sengaja ditinggal oleh para petani sebagai bentuk sedekah kepada para pemungut sayuran sisa, tapi kalau lagi untung mereka juga bisa mendapatkan sayuran yang bagus.
Setelah mengambil sayur di ladang kentang, Marini dan ketiga anaknya pergi ke ladang wortel di sana mereka juga mengambil secukupnya. Marini ingat kalau beras di rumahnya habis, ia segera mengajak anak-anaknya pergi ke sawah untuk mengambil sisa benih yang terbuang, setelah sampai ternyata ladang tersebut belum digarap oleh pemiliknya.
"Padahal beras di rumah habis" gumam Marini dalam hati.
"Ayo nak kita pulang, ini sudah cukup untuk makan malam kita" ucap Marini sambil melihat isi karung berisikan kentang dan wortel tersebut.
Sesampainya di rumah, Marini segera mencabut singkong yang berada di halaman belakang rumah.
"Zara, kamu bersihkan sebagian kentang sama wortel ini dan sisanya disimpan buat besok, Kania kamu jaga Ali ya" perintah sang ibunda.
Zara, Kania dan Ali masuk ke dalam rumah. Kania mengajak Ali bermain sementara Zara segera membersihkan kentang sama wortel untuk makan malam mereka nanti. Selesai membersihkan sayuran tersebut, Zara ingin memasak nasi akan tetapi setelah membuka wadah penyimpanan beras ternyata berasnya sudah habis satu butir beras pun tidak ada.
Zara segera menghampiri ibunya di luar.
"Bu ... panggil Zara pelan tetapi ia berhenti diambang pintu karena melihat ibunya bersama seseorang, kemudian mengintip di balik tembok yang bolong kerena terbuat dari anyaman bambu.
Marini nampak kewalahan mencabut singkong yang rimbun tersebut, sepertinya singkong itu sangat besar tidak sebanding dengan tenaga Marini. Tanah yang mengubur singkong tersebut telah Marini tabuk dalam-dalam namun masih belum bisa juga ia mencabutnya.
"Mau aku bantu Mar" tawar seorang pria mengagetkan dirinya.
"Eh mas Bimo, gak usah mas, ini sedikit lagi kecabut kok" tolak halus Marini.
"Sedikit apanya, gak kelihatan pun singkongnya, yang ada cuma batangnya doang" ucap mas Bimo.
"Sini, gak usah sungkan" tambahnya lagi mengambil alih batang singkong yang dipegang oleh Marini.
Cuma dengan dua tarikan singkong tersebut sudah keluar dari dalam tanah.
"Kalau ada yang bantu gini enakkan Mar, apalagi kalau bisa diandalkan kapan saja" ucap mas Bimo dengan sedikit rayuan.
Mas Bimo memang dari dulu menyukai Marini, duda beranak tiga tersebut tidak lelahnya mengejar cinta Marini tapi tidak pernah berhasil, padahal berbagai jurus ia lakukan namun belum juga meluluhkan hati seorang Marini, jujur saja Marini tidak ingin menambah beban hidupnya. Realistis saja ia juga mempunyai tiga orang anak ditambah anak mas Bimo yang juga tiga bukankah anak yang harus Marini urus jadi enam, apalagi kehidupan mas Bimo tidak beda jauh dengan kehidupannya itulah yang dipikir Marini.