Dengan wajah lesu Kania membuka pintu rumah.
"Bu ... bu ... ibu di mana ?" Kania celingak celinguk mencari ibunya.
"Ibu di sini ... di dapur" ucap Marini mengeraskan suaranya.
Kania menghampiri ibunya, ia ingin mengatakan tentang dirinya dengan Mirna tapi ia tahan, Kania tidak tau mau mulai dari mana berceritanya.
"Ada apa ?" tanya Marini kepada Kania yang berdiri mematung.
"Bu, e ... besok di suruh oleh bapak kepala sekolah ke sekolah bu. Katanya pagi" ucap Kania sambil berlari ke dalam kamar.
Sesampainya di dalam kamar Kania buru-buru mengatur napas.
"Mudah-mudahan besok ibu gak marah, coba aja kalau ada kakak" ucap Kania berbicara sendiri.
"Emang kamu melakukan kesalahan apa ?" tanya Marini tiba-tiba sudah berada di depan pintu kamar Kania sehingga mengagetkan Kania yang duduk di atas dipan.
"Astaghfirullah hal'azim ibu, Kania kaget"
"Hayo kamu buat masalah apa di sekolah ?" Marini tambah curiga dengan kelagat Kania.
"Gak kok bu. Cuma masalah kecil aja"
Kania menceritakan kejadian sepulang sekolah tadi dengan apa adanya, tanpa ditambahi ataupun ia kurangi.
"Ya sudah, nanti besok ibu ke sekolah. Ibu mau denger cerita dari Mirna bagaimana" ucap Marini tanpa marah kepada anaknya itu, ia tidak ingin mendengar hanya dari satu pihak saja, takutnya Kania berbohong atau tidak menceritakan keseluruhan kejadian itu, walaupun hatinya yakin kalau Kania jujur menceritakan semuanya dengan benar.
Hari sudah semakin larut. Kedua anaknya sudah tertidur pulas, Marini berpikir bagaimana jika ia harus mengganti ponsel milik Mirna atau mengganti biaya perbaikan ponsel yang rusak, tentu saja tidak sedikit jumlah uang yang akan ia keluarkan. Marini membuka tas kecil pemberian tetangganya yang sudah lama mulai rusak itu, ia kaget karena uang bu rt sejumlah 300 ribu lupa ia kembalikan.
"Astaga, ini kan uang bu rt kemarin, kok aku bisa lupa sih" ucap Marini berbicara sendiri.
Setan dipikiran Marini berkata "Coba saja uang ini punya saya, bisa untuk tambahan uang ganti ponsel milik Mirna. Bisa saja juga bu rt lupa, aku bisa mengambil uang ini tanpa ketahuan, bu rt kan baik orangnya pasti tidak akan marah kalau uang ini diambil" Marini langsung menggelengkan kepalanya "Astaghfirullah" istighfar Marini dalam hati.
"Kalau memang harus mengganti hape tersebut pasti Allah kasih rezeki, tidak perlu risau apalagi sampai mengambil punya orang. Sampai sejauh ini kamu sudah bisa membesarkan ketiga anakmu dengan jerih payahmu dengan nafkah halal" ucap Marini meyakinkan diri sendiri sambil memandangi kedua anaknya yang lagi tidur.
Sementara itu di lain tempat Zara dan yang lainnya sedang di perjalanan pulang. Setelah 3 hari 2 malam bertamasya, di pagi senin mereka bersiap pulang, sebelum pulang mereka mampir dulu disalah satu pusat perbelanjaan modern atau yang lebih dikenal dengan sebutan mall. Tepat pukul satu siang mereka berhenti di pusat perbelanjaan tersebut, satu persatu para murid turun dari bus, mereka terlihat bingung mau masuk ke mall tersebut dari mana karena memang sebagian besar dari mereka baru pertama kalinya masuk ke pusat perbelanjaan modern itu.
"Ayo ikuti ibu" ucap salah satu guru, kemudian diikuti para murid dengan berbaris rapi.
"Wah luas sekali ya, bagus banget lagi" ucap Zara dengan kagum.
"Iya" jawab Sarah tersenyum manis, ia terlihat biasa-biasa saja karena memang ia sudah sering masuk ke berbagai mall yang ada di kota. Walau ia anak orang kaya dan sering jalan-jalan dan masuk ke mall hal biasa baginya tapi ia tidak sombong atau berbangga diri.
"Emang kamu tidak pernah jalan-jalan ke mall ?" tanya Gea kepada Zara.