Pagi dingin yang berkabut diiringi suara kicauan burung yang nyaring dan kokokan ayam jantan menandakan cuaca hari itu akan panas, seperti itulah perkiraan orang-orang di kampung.
Tubuh Kania menggeliat dibalik selimut yang tipis dan bolong, matanya ia buka perlahan sedikit menutup seperti ingin tertidur kembali. Mendengar suara Zara yang sedang bercakap dengan ibunya di dapur, seketika membuatnya langsung bangun dan berlari ke arah dapur.
"Kakak sudang pulang ? Kapan pulangnya ? Jam berapa ? Gimana jalan-jalannya ? Kakak gak mabok kan ? Seru gak ? Oleh-oleh Kania ada gak ?" ucap Kania dengan berbagai pertanyaannya membuat kakak dan ibunya terheran.
"Tarik napas dulu, bicara yang pelan-pelan, tanya satu-satu biar jelas" jawab Zara sibuk menyiapkan sarapan dengan ibunya.
"Oleh-oleh Kania mana ?" tanya Kania mengulurkan tangannya.
"Sudah ditebak pasti yang dicari oleh-oleh, nih" ucap Zara memberikan satu buah kerang laut.
Kania memandangi kerang laut tersebut yang berada di tangan kanannya dengan tatapan bingung dan heran "Cuma ini ? Ini doang ?"
Zara tersenyum meledek kemudian memberikan boneka yang lucu tersebut kepada Kania "Nih oleh-oleh buat kamu"
"Beneran kak ini untuk Kania ?" ucap Kania dengan senyum sumringah.
"Iya. Itu teman kakak yang membelikan, Sarah namanya. Nanti bilang terima kasih sama dia ya. Kakak mana cukup uang membeli boneka semahal ini"
Kania langsung memeluk Zara yang lagi duduk lesehan "Makasih kakak Zara, aku sayang kakak" ucap Kania dengan girang.
Selesai mandi mereka langsung sarapan bersama kemudian berangkat sekolah.
"Ibu mau ke mana ?" tanya Zara melihat ibunya berpakaian rapi.
"Mau ke sekolah kamu" jawab ibunya singkat.
"Emang mau apa bu ? Ada perlu apa ?" tanya Zara penasaran.
"Ibu dipanggil bapak kepala sekolah. Kania ada sedikit masalah tapi tidak apa-apa kok" jawab Marini berusaha membuat Zara tidak marah kepada adiknya itu.
"Kamu bikin masalah apa ?" tanya Zara kepada Kania setibanya ia duduk di teras rumah untuk memasang sepatu.
Kania tertunduk sambil melirikkan pandangannya sedikit ke arah Zara.
"Sudah tidak apa-apa kok nak" ucap Marini.
"Gak kok kak, cuma gara-gara ribut sama Mirna. Kania gak salah kok, cuma salah sedikit aja. Mirna juga sih angkuh sombong banget" Kania membela diri.
"Kenapa harus sama dia sih, kamu tau sendirikan dia orangnya kayak gimana ? kenapa cari masalah sama dia ? Pasti bukan masalah biasa, ya kan ?" Zara terlihat kesal.
"Hape dia jatuh trus rusak" ucap Kania dengan santai telihat tidak bersalah.
"Apa ? Hape dia rusak, gara-gara kamu ?" Zara kaget.
"Bukan aku yang rusakin, dia ingin memukul aku trus aku lindungi kepala aku dengan tangan jadinya hape dia jatuh. Nih liat tangan aku biru gara-gara kena hape dia" Kania memperlihatkan tangannya yang sedikit membiru.
Marini langsung meraih tangan Kania "Kok kamu tidak bilang kalau tangan kamu sampai kayak gini ?"
"Kania juga baru liat tadi waktu mau mandi bu"
"Sakit ?" tanya Zara namun masih terlihat kesal.
"Sedikit" jawab Kania mengelus-ngelus tangannya.
"Ya sudah, ayo kita berangkat. Biar nanti pak kepala sekolah yang mengurusnya, kita serahkan sama Allah, entah kita harus ganti hapenya Mirna atau disuruh ganti biaya perbaikan. Semoga saja bisa diselesaikan secara baik-baik" ucap Marini sambil menggendong Ali, ia terlihat sedikit gusar karena ia tahu kelakuan Mirna tidak beda jauh dengan ibunya, ia yakin pasti akan rumit jadinya jika berurusan dengan keluarga mereka.
Setibanya di sekolah Marini langsung menemui pak kepala di ruangannya, sementara Zara dan Kania masuk ke kelas mereka masing-masing.
"Tok ... tok ... tok ... Assalamu'alaikum" salam Marini sambil mengetok pintu.
"Wa'alaikum salam" pak kepala sekolah membukakan pintu dan menyuruh Marini masuk dan duduk di kursi tamu "Masuk bu, silakan duduk dulu"
"Saya ibunya Kania bu. Kania sudah cerita tentang kejadian kemarin, sebelumnya saya minta maaf pak atas keributan yang dilakukan oleh anak saya" ucap Marini dengan rasa hormat dan merendah diri.