Sore harinya setelah pulang dari sekolah anaknya untuk menyelesaikan masalah Kania dan Mirna, Marini sibuk menyapu rumah badannya masih berkeringat bekas pulang dari ladang membantu tetangga memanen jagung dan Alhamdulillah ada sedikit uang, upah dari jasanya itu dan juga beberapa jagung yang dikasih oleh tatangganya itu.
"Nak, kalian berdua haluskan jagung-jagung itu, kita buat perkedel buat lauk makan nanti malam" pinta Marini kepada kedua anaknya itu.
Belum selesai menyapu tiba-tiba pintu rumah diketuk agar kasar, lebih tepatnya digedor.
Marini langsung menaruh sapu dan bergumam "Siapa sih gedor-gedor sudah tau pintu rumah saya rapuh"
"Iya tunggu sebentar" ucap Marini nyaring.
Setelah membuka pintu, Marini tidak kaget siapa yang berani menggedor-gedor pintu rumahnya dengan kasar, ternyata itu adalah ibunya Mirna.
Dengan wajah malas namum tetap berusaha sopan Marini bertanya "Ada apa ibunya Mirna ?"
"Nih nota perbaikan hape anak saya, totalnya 400 rebu jadi kamu harus ganti separunya 200 rebu" jawab ibunya Mirna sambil menyerahkan nota perbaikan hape tersebut dengan agak kasar.
"Kok mahal banget ?" Marini terkejut dengan jumlah yang harus ia ganti.
"Emang segitu kok" jawab ibu Mirna singkat sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.
Marini melihat-lihat isi nota tersebut, hatinya merasa janggal karena angka pada jumlah di nota itu seperti diganti atau dicoret. Seperti angka 150 ribu tapi angka 15nya dipertebal menjadi 40.
"Jumlahnya kok tulisannya gini ibu Mirna, kaya ..." belum selesai Marini bicara tapi sudah dipotong oleh ibu Mirna.
"Kamu tidak percaya. Ayo kita ke tempat perbaikan hapenya. Kamu tidak mau mengganti atau kamu tidak punya uang" ketus ibunya Mirna.
"Kamu mau membelikan hape anak saya yang baru, cuma 200 rebu aja protes" tambahnya lagi.
Marini tidak ingin ribut dan memperpanjang masalah walaupun hatinya merasa janggal "Tunggu sebentar aku ambilkan uangnya" ucapnya kemudian masuk ke kamar dan mengambil uang di dalam lemari yang ia taruh di bawah lipatan baju.
Marini terdiam sejenak, ia pandangan beberapa lembar uang ratusan ribu hasil tabungan ia selama ini, yang rencana akan ia gunakan untuk biaya Zara masuk SMP nanti. Akan tetapi uang tersebut bukannya bertambah tapi malah berkurang, kemudian ia teringat kembali uang milik bu rt sejumlah 300 ribu yang lupa ia kembalikan. Marini ambil uang tersebut di dalam tas kecilnya yang biasa ia bawa kemana-mana.
"Apa aku harus minjam uang milik bu rt ini, nanti saja aku bilangnya sama beliau" gumam Marini dalam hati.
"Astaghfirullah, gak boleh memakai barang orang sebelum mendapat izin dari pemiliknya, dosa ! Apalagi ini uang nanti rumit urusannya" gumamnya lagi dalam hati.
"Mar cepetan dong !!! Lama sekali sih" teriak ibu Mirna mengejutkan lamunan Marini.
Marini bergegas keluar dengan membawa uang dari tabungannya sendiri.
"Ini 200 ribu kan" Marini memberikan uang tersebut.
"Lama sekali sih, aku buru-buru tau" ketus ibu Mirna sambil mengambil uang tersebut dengan kasar kemudian pamit tanpa mengucap salam.
Marini hanya terdiam tanpa bisa berkata apa-apa. Uang 200 ribu bagi sebagian orang jumlah yang sedikit tapi tidak dengan Marini, uang senilai 200 ribu itu sangat berarti baginya dan mendapatkannya dengan susah payah.
Marini berniat esok hari ia akan mengembalikan uang milik bu rt tersebut. Marini merasa uang tersebut bisa membuatnya berdosa dengan berbagai niatan jahatnya ingin mengambilnya. Orang sering berkata kejahatan ada, salah satu alasannya karena adanya kesempatan tapi baginya kepribadian seseorang juga menentukan akan terjadinya kejahatan. Seperti uang milik bu rt itu contohnya, ia memiliki kesempatan untuk mengambil bahkan bu rt tidak mengetahuinya, walau godaan itu ada tetapi ia tidak ingin mengambilnya karena kepribadiannya yang baik dan jujur.
Pagi-pagi sekali Marini bangun, ia biarkan ketiga anaknya terlelap dalam tidur. Selesai shalat subuh, ia bergegas pergi ke rumah bu rt untuk mengembalikan uang tersebut.
Pagar rumah bu rt terbuka, biasanya pak rt shalat berjamaah di mesjid dan baru akan pulang ketika hari sudah mulai terang. Marini masuk pelan ke halaman rumah bu rt, kemudian mengetuk pintu dan mengucap salam.
"Assalamu'alaikum bu"
Tidak menunggu lama terdengar bu rt membalas salam dari dalam rumah dan membukakan pintu rumah yang terkunci itu, terlihat bu rt masih menggunakan mukena.
"Wa'alaikum salam. Ada apa Mar ? tumben pagi-pagi sekali"
"Maaf bu rt sebelumnya kalau saya mengganggu. Saya mau mengembalikan uang ini, kemarin saya lupa mau mengembalikannya. Saya menemukannya di bawah toples takut hilang jadi saya simpan dahulu, rencana mau saya kembalikan langsung tapi saya lupa. Maaf bu rt"
"Oh uang itu, aku lupa ngasih tau kamu. Sebenarnya uang itu untuk anak-anak kamu. Juragan beras dari kampung sebelah bagi-bagi uang untuk anak yatim dan yatim piatu. Satu orang seratus ribu karena anak kamu ada 3 jadinya 300 ribu. Aku lupa naruhnya di mana, aku cari-cari tidak ketemu. Padahal tadinya mau saya ganti, syukurlah uangnya tidak hilang" terang bu rt.
"Maksudnya uang 300 ribu ini untuk anak-anak saya bu rt ?" Marini merasa tidak percaya.
"Iya Mar. Aku minta maaf karena lupa ngasih tau kamu minggu kemarin. Rencana minggu ini uangnya mau saya ganti, tadinya saya pikir ilang"
"Iya tidak apa-apa bu rt. Terima kasih banyak bu rt dan terima kasih juga buat pak juragan beras, sampaikan salam dan rasa terima kasih saya sama beliau. Semoga rezeki kalian semua selalu berlimpah" ucap Marini merasa sangat bahagia.
"Kalau gitu saya pulang dulu bu rt. Takut anak-anak cari'in saya. Assalamu'alaikum" pamit Marini.
"Iya nanti saya sampaikan. Wa'alaikum salam"
Di perjalanan pulang Marini merasa sangat kagum dengan rencana Allah. Ia sama sekali tidak menyangka hal ini terjadi dalam hidupnya. Allah seperti ingin mengujinya dengan masalah yang dibuat oleh Kania dan uang 300 ribu tersebut, yang ternyata adalah uangnya sendiri. Entah apa jadinya jika ia pakai atau ia ambil diam-diam uang itu.
"Sungguh luar biasa ya Allah rencana-Mu. Engkau menunjukkan kuasa-Mu" gumam Marini dengan hati berdebar dan meneteskan air mata. Marini merasa Allah sangat sayang kepada ia dan anak-anaknya, walau hidup susah sering mendapat cobaan tapi dibalik itu semua ada rencana indah yang disiapkan oleh Allah.
Setibanya di rumah, hari sudah mulai terang. Matahari masih nampak malu-malu menampakkan sinarnya, ia lihat ketiga anaknya sudah bangun. Zara dan Kania sudah selesai mandi dan sedang memakai seragam sekolah, sementara Ali seperti bekas menangis terlihat matanya yang masih memerah dan bekas mengeluarkan air.
"Cup cup cup Ali cari'in ibu ya" Marini langsung menggendong anak laki-laki satu-satunya itu.
"Ibu dari mana ?" tanya Zara sibuk mengenakan seragam sekolah.
"Dari rumah bu rt ada perlu" jawab Marini singkat.
"Kalian mendapat uang masing-masing 100 ribu dari juragan beras kampung sebelah, dititipin melalui pak rt. Uang tersebut hak kalian, terserah kalian mau kalian belanjakan buat apa. Nanti kalian pinta saja sama ibu kalau mau beli sesuatu"
Zara dan Kania saling pandang. Mereka memang sering dapat uang dari para saudagar kaya di kampungnya atau kampung tetangga yang tidak pelit tentunya. Selain mereka dari kalangan bawah, Zara dan Kania juga anak yatim, hal itu yang membuat orang-orang merasa iba kepada mereka, walau mereka tidak pernah meminta-minta. Ibunya selalu bilang jangan pernah meminta-minta kecuali diberi.