Dibalik Umbrella

Dingu
Chapter #3

Umbrella

Lagi-lagi hujan semakin banyak berdatangan, tanpa mendengarkan keluh kesah seseorang yang meminta akan berhentinya hujan. Payung bewarna hitam tergelatak jauh membuat tidak ada artiya untuk kondisi tersebut. Hanya kata-kata umpatan yang terdengar dari mulut seseorang itu, siapapun bisa tau bahwa lelaki itu sedang benci akan kehadiran hujan terus menerus turun tanpa diundang. Umpatan gelisah semakin kuat dan semakin besar artinya.

"Sial, kenapa tuhan memberikan jiwa malang ini tetap hidup," teriak seseorang itu dengan bencinya ditengah tempat sepi di gang yang terhempit diantara banyaknya perumahan yang kumuh.

Seseorang itu mencoba mendekat untu mengambil payung tersebut, namun seolah payung itu mengejek dan suka melihat dia kesakitan di bawah hujan. Payung itu mundur dengan sendirinya, memebiarkan ia berusaha kembali mendekati payung tersebut dengan usaha yang besar. Mungkin orang berpkir jika melihatanya, ia sosok yang malas berdiri untuk sekadar mengambil sebuah payung hitam yang terlihat kumuh itu. Namun dibaliknya, ia berusaha dengan tangan yang masih memegang perut dengan erat agar cairan merah tidak berjatuhan di tanah yang dibanjiri air hujan.

"Ya tuhan, apa dosaku sehingga kau meletakkan jiwa yang malang ini pada tubuh yang lemah ini. Jiwa yang malang ini sudah lelah akan semuanya, kapan jiwa malang ini pergi dan berubah menjadi jiwa kebahagiaan untuk tubuh lemah ini. Sial, aku sudah mencoba memohon padamu, bahkan sudah mendeka ke tempat ibadah dimana mereka bilang di sana adanya dirimu. Namun, kau tidak membantu sama sekali. Tuhan kenapa jiwa ini penuh kegelapan dan kemalangana, apakah tidak ada setitik cahaya di jiwa ini," lirih ia sambil berusaha mengambil payung hitam itu.

Seolah payung itu juga membenci akan jiwa malangnya, payung hitam itu menjauh dengan sendiri tanpa hembusan angin sedikitpun. Mungkin terlihat hanya sebatas benda yang bernama payung, nyatanya seolah memliki jiwa yang bahagia akan penderitaan seseorang yang berada di depannya dengan mundur perlahan.

"Kenapa kau menangis wahai manusia? Bukannya dirimu dulu sangat senang akan kebahagian bewarna emas? Kenapa sekarang kau mengatakan dirimu seolah memliki jiwa kwmalangana setelah dihilangkan cintamu yang bewarna emas itu? Apa kau tetap akan berusaha untuk mengambilku? Sayangnya, tubuh hitamku tidak sudi disentuh oleh taganmu yang penuh kotor dan kemuh dibalik cinta emasmu," bisik sebuah suara yang seolah suara tersebut berdatangan dari arah payung hitam itu.

"Kau hanya sebuah payung, kau tidak berguna. Tapi cintaku pada emas, sangat besar karean dia bisa memeberikanku semua yang ku inginkan," teriak Ia dengan kuat walaupun cairan semakin keluar tanpa henti walaupun sudah memohon.

Lihat selengkapnya