Dibalik Umbrella

Dingu
Chapter #1

Umbrella

Teriakan terdengar di area kelas kosong, teriakan penuh duka dan kekecewaan, sekaligus putus asa. Sepertinya aura negatifnya menjadi satu, menjadi ruang gelap seketika tanpa disadari sang pemilik. Suasana gelap turut membuat siapapun ketakutan, namun dirinya masuk ke suasana gelap untuk hari ini.

Dirinya duduk di tepi jendela sambil mencengkram beberapa kertas dan sebuah foto. Mungkin karena barang itu dirinya masuk ke suasana gelap, gelap dibandingkan jika lampu dimatikan. Duduk diam sambil mencengkam kertas itu sepertinya akan menjadi hobi barunya untuk beberapa jam ke depannya. Sekolah itu sepi, hanya suara hujan deras diluar kelas dengan suasana matahari yang tenggelam sebentar lagi. Suasana indah di luar, suasana gelap di dalam. Cih.

"Berapa kali lagi aku harus melangkah? Berapa kali?" gumamnya penuh marah dengan mata melotot ke papan tulis yang sudah dihapus oleh siswa sebelum pulang sehingga menjadi bersih.

"Berapa kali lagi aku melangkah sampai berhasil? Kau berjanji akan membuat berhasil jika aku melangkah, tapi lagi-lagi aku gagal. Bukan satu bidang, semua bidang," gumamnya dengan kekecewaan semakin dalam.

"Haruskah aku menemui mu? Haruskah? Dengan itu?" gumamnya lagi menujuk ke sebuah tapi yang bergantung di langit kelas, rasa nyerahnya benar-benar dalam.

Tubuhnya yang tetap kini sedikit merosot, bahunya yang bangg-banggakan kini menurun sedikit. Berjalan ke arah tapi dengan rasa gelap, semuanya akan menjauh jika menghirup aura gelap itu. Apa? Apa? Apa yang akan dia lakukan?

Tanpa berlama-lama dirinya naik ke kursi dan memasukkan kepala diantara lobang tapi itu. Tapi berbentuk bulat berada di lehernya, lehernya yang panjang dan mungkin terpesona oleh siapapun yang melihatnya. Sayang sekali, pemilik leher itu memiliki aura gelap, gelap melebihi sebuah ruangan yang tertutup tanpa sedikit pencahayaan.

Ia melirik ke kertas yang Ia cengkram tadi, yang kini menjadi kusut dan berantakan di meja, meja kebanggaanya. Melihat dengan tatapan gelap dengan otak yang mengenang sebuah memori tanpa sadar seperti sebuah film yang memutarkan cerita flashback. Lucu sekali, gumamnya yang masih melirik ke kertas-kertas itu.

Lihat selengkapnya