Dira melangkah cepat menuju perpustakaan, dengan langkah-langkah yang lebih mantap dari biasanya. Hari itu, seperti biasa, dia harus menyelesaikan tugas sejarah yang menumpuk. Tapi kali ini, ada sesuatu yang terasa berbeda. Entah karena gelisah atau mungkin karena pertemuan tak terduga yang baru saja terjadi—Alvaro, cowok populer yang biasa dikelilingi teman-temannya, tiba-tiba muncul dalam kehidupannya. Biasanya, Dira nggak terlalu peduli sama cowok kayak Alvaro yang selalu jadi pusat perhatian, tapi entah kenapa, hari itu perasaannya terasa agak... aneh.
Sesampainya di perpustakaan, Dira langsung menuju meja yang sudah disediakan. Alvaro sudah duduk di sana, tampak sedang fokus membuka buku sejarah, tapi dari sikapnya yang lebih santai, Dira tahu dia tidak terburu-buru. Padahal, di mata banyak orang, Alvaro adalah tipe orang yang sibuk dan selalu punya banyak hal yang harus dilakukan.
“Dira!” suara Alvaro menyapanya, agak keras, seolah tak ingin dia ketinggalan.
Dira berhenti sejenak. “Iya, datang juga,” jawabnya, mencoba tidak terkesan gugup.
Alvaro tersenyum, menepuk kursi di sebelahnya. “Jadi, siap untuk tugas sejarah yang katanya bikin pusing ini?”
Dira tertawa kecil. “Kalau nggak siap, gimana dong?”
Mereka mulai membuka buku dan mulai mengerjakan tugas sejarah bersama. Dira terkejut dengan betapa nyaman suasana ini. Biasanya, perpustakaan adalah tempat yang sunyi, penuh konsentrasi, tapi sekarang rasanya ada sesuatu yang lebih santai, lebih ringan. Mungkin karena Alvaro—yang selalu terlihat serius dan sibuk—tiba-tiba membuka dirinya.
Namun, saat Alvaro tersenyum lebar, Dira menyadari ada yang aneh. Dia nggak pernah melihat Alvaro sesantai ini sebelumnya. Kadang, ketika Dira melihat matanya, ada sesuatu yang terasa lebih dalam. Alvaro, yang selama ini dikenal hanya sebagai cowok tampan yang populer, sepertinya memiliki sisi yang belum pernah diketahui Dira sebelumnya.
“Lo serius deh, Dira, lo nggak ngerti soal sejarah? Gue pikir lo pinter banget,” kata Alvaro, melirik ke arah Dira dengan cara yang agak menggoda.
Dira hanya tertawa. “Sejarah sih bisa gue pelajarin, tapi kadang gue lebih suka pelajaran lain. Sejarah? Kadang bikin bingung.”