Dibawah Pedang Pora

Eggya Vaniesa Hediana
Chapter #13

One Step Closer

*Dua bulan kemudian , Istana Negara

Panas matahari mulai terasa menimpa wajahku . Prosesi Praspa masih terus berlangsung pada hari ini. Aku duduk di tenda para tamu undangan bersama orang tua dari Rey. Prosesi berlangsung dengan sangat sakral hingga pada akhir acara terdengar suara kegembiraan yel-yel para taruna TNI dan Kepolisian . Hal yang menarik pada acaranya hari ini adalah bagaimana para taruna Akademi Angkatan Laut melemparkan topi mereka ke udara setelah meneriakkan yel-yel . Topi- topi itu berhamburan di udara pertanda usai sudah masa pendidikan . Memandang mereka, para taruna Akademi Angkatan Laut membuatku teringat akan Rama . Sudah sekian lama dirinya tak memberiku kabar. Sedih rasanya pertemuan terakhirku dengannya terjadi pertengkaran . Ditambah lagi kalung berliontin cincin itu tak berada ditanganku lagi

“Ayo nak , kita cari Rey “ . Ajak ibu dari Rey . Aku segera berdiri dari kursi tersebut . Berjalan memecah keramaian . Keluarga dari para taruna mulai menghampiri anak, kakak , maupun adiknya bahkan tak jarang para pendamping taruna tersebut datang . Banyaknya orang yang ada di lapangan Istana Negara tersebut. Membuatku tertinggal dari keluarga Rey . Aku berjalan sedikit melambat sembari mencari keberadaan Rey. Dengan tangan membawa buket bunga mawar aku berjalan perlahan . Pada saat aku melewati barisan berseragam putih itu , dari arah belakang ada dua tangan yang memelukku . Dia mendekapku dengan sangat erat. Dengan panik segera ku coba membalikkan badanku . “Tunggu sebentar aku kangen biar aku peluk kamu kayak gini sebentar” . kata seseorang yang memelukku .

“Apaan sih... Siapa nih ?! “ . aku mencoba memberontak tetapi dekapannya terlalu kuat. Sekali lagi aku mencoba melepaskan dekapan itu. “Oke Bentar” . Terdengar suara dari orang yang tangannya masih mendekapku itu . Perlahan dekapan tangannya itu mulai meregang, aku segera membalikkan badan . Betapa terkejutnya aku melihat wajah yang ada di hadapanku itu. Dia adalah laki-laki pemberi kalung berliontin cincin itu . Rama Kencana . Seketika air mataku menetes saat menatap matanya . Aku memperhatikan dirinya dari ujung kepala hingga kaki. Kalung yang tadinya dia ambil kembali kini ada di pedangnya . Rama mengikatkan kalung itu di pedang yang dia bawa saat Praspa . Aku kembali memeluknya . “Maaf Ram , aku minta maaf .. maaf atas keraguanku “ .

“Aku udah tau semuanya kok dari Rey . Rey ngehubungin aku setelah pergi kerumahmu waktu itu  “

“Emm ... Kak Rey cerita apa aja ?“ . mataku terbuka lebar dan kembali menatapnya

“Rey cerita dia bilang kalo sebenernya kamu sama Dito enggak ada hubungan apa-apa kalian berdua hanya berteman .. Dia juga cerita kalo Dito beberapa kali memintamu untuk kembali padanya dan kamu menolaknya . aku rasa kamu juga enggak ada maksud buat mempermainkan lamaranku dengan menggantungkan lamaran Dito kala itu … mungkin saat itu kamu terlalu bingung karena masih berduka atas kepergian papamu , Gia .. maaf aku juga pernah ragu sama kamu karena aku emosi saat itu  “ . Kata laki-laki berseragam dihadapanku.

Dengan sedikit sesegukan aku mencoba menjelaskan pada Rama . “hmm emm .. aku udah nolak lamaran Dito , dua bulan yang lalu Ram “

Rama tersenyum menatapku . Tangan kanannya mulai mengelus kepalaku lembut. Setelah itu hal yang tak terduga Rama lakukan.  Dia mulai melepas pelukannya dari tubuhku. Rama mulai berlutut dengan satu kaki . Dia mulai melepas ikatan kalung berliontin cincin tersebut dari pedangnya . Kemudian laki-laki itu melepas cincin dari kalungnya . “Gia Vanessa , disini .. di Istana Negara ini , disaksikan oleh kedua orang tuaku beserta seluruh taruna dan para tamu .. mau kah kamu menikah denganku  nanti ? “

Melihat hal tersebut membuat tangisku semakin deras . “Iya aku mau Ram “ . Jawabku tanpa ragu.  Rama segera lepas untaian  cincin dari kalung tersebut dan memasangkan di jari manisku . Dia kembali berdiri dan memelukku . Matanya terlihat berkaca-kaca . “Makasih Gia “ . kata laki-laki itu sembari mengecup keningku . Sementara itu banyak pasang mata yang melihat kami serta bersorak gembira untuk kami berdua.

***  

*Surabaya , Seminggu setelah kelulusan Rama

           Hari ini merupakan hari senin pagi setelah liburan panjang . Meskipun bagi sebagian orang senin pagi adalah hari yang menakutkan berbeda dengan diriku. Hari ini aku terbangun dengan senyum yang lebar. Melihat jari manisku yang kini sudah berhias cincin . Tak henti-hentinya aku memandangi cincin itu. Sembari sesekali terbayang bagaimana Rama kala itu berlutut dihadapanku.

Aku bangkit dari tempat tidur dan segera berjalan ke kamar mandi. Hari ini aku harus masuk kuliah . Kebetulan salah satu dosen yang nyeremin mau ngisi di jam pagi . lebih gilanya lagi sepanjang semester sebelumnya dia jarang banget ngisi di kelas . Biasanya dia cuma kasih materi lewat email. Hari ini entah badai apa yang menyerang pikirannya dia minta jam kuliah pagi . Jam delapan pagi tepat.

Pak Suryo nama dosen itu. Salah satu dosen yang terkenal tanpa belas kasihan . Tak jarang mahasiswa yang diajarnya mengeluh soal susah mendapat nilai bagus dari mata kuliah yang diampu dirinya. Dia juga di kenal tak mengenal toleransi dan konon katanya kelas yang pernah diajar dengan bapak tersebut harus tepat waktu . Jika dia sudah berada di dalam kelas dan ada mahasiswa yang terlambat walaupun hanya 5 menit maka habislah riwayatnya . Pak Suryo akan dengan tegas menolak mahasiswa tersebut masuk keruangan . Ditambah apabila 3 kali mahasiswa tersebut melakukan hal yang sama maka jangan harap dapat lulus di mata kuliahnya.

Setelah aku selesai mandi . Aku melirik jam yang ada di dinding . Jam tersebut menunjukkan pukul 07.45. “Alamak kacau ini !!” . teriakku . Aku segera bergegas mempersiapkan diri untuk berangkat kekampus .

Butuh waktu tempuh yang lumayan lama untuk sampai kekampus . Tepat pukul 07.55 aku keluar dari rumah menuju kampus . Bisa dibayangkan bagaimana perasaanku kala itu . Perjalanan dari rumah ke kampus kira-kira 45 menit hingga 1 jam lamanya . Pikiran harus mengulang mata kuliah pak Suryo terbayang dalam pikiran . Aku tak ingin mengulang mata kuliahnya di semester depan bahkan aku tak berharap bertemu mata kuliah yang diampu dirinya di semester berikutnya.

Sepanjang perjalanan ponselku terus berdering . Aku melihat notifikasi disana tertulis nama Ita. Sudah pasti Ita mencariku . Beberapa panggilan tak terjawab terlihat disana. Aku sengaja tidak mengangkatnya karena sedang menyetir. “Maafin aku ya Ta , aku enggak mau makin panik “. Gumamku pelan

Lihat selengkapnya