Beberapa hari telah lewat.
Dan hari ini meskipun berada di kantor, Satrio tetap memantau informasi dari Tedjo yang masih melakukan pencarian.
Bahkan ruangan-ruangan bawah tanah dan yang tidak pernah didatangi ikut disisir, tetap nihil.
Sejauh ini Satrio bisa bernapas lega dan cukup yakin paling tidak orang tidak ada yang tahu soal mayat hilang.
Biarlah sejadinya gimana, pikir Satrio daripada menjadi ketidakmenentuan seperti ini.
Dan dia sudah merancang alibi bila polisi menanyakan kepada dirinya keberadaan Intan.
Satrio sudah menginstruksikan Marbun pula, orang bagian HRD untuk melaporkan kasus pencurian yang dilakukan Intan ke polisi.
Pada saat yang sama Marbun memberi informasi pula bahwa dia telah menerima surat dari Kapolres akan ada pemeriksaan.
Mendengar semua itu tidak membuat Satrio menjadi panik. Dia telah mengantisipasi fakta Intan yang tentu saja tidak akan masuk kerja hingga selamanya.
Hal ini sendiri sudah menjadi kehebohan di kantornya dan dengan sedikit hembusan kira-kira dari pimpinan sebuah perusahaan, dengan sendirinya terbangun rumor bahwa Intan tidak pernah masuk kembali berkaitan dengan pencurian uang perusahaan.
Sebuah alibi yang masuk di akal, bukan, pikir Satrio memuji diri sendiri dan bisa bersikap wajar di kantor.
Alamat tempat Satrio berkantor ada di gedung Pluit Boulevard, jalan Pluit Jakarta Utara.
Pada dinding ruangan ada papan nama perusahaan yang dibuat dari bahan akrilik. Sebuah papan nama dengan design mewah bertuliskan : PT. MAYAPADA SHIPPING ENTERPRISE.
Siang hari ini di dalam ruangan yang lega dan memiliki jendela besar memperlihatkan view perkantoran dan kemacetan jalan pluit.
Dari balik jendela terlihat cuaca sangat terik tetapi di dalam ber-AC dan Satrio asyik-masyuk dengan seorang wanita.
Wanita berambut panjang duduk atas meja kerja memeluk Satrio yang mencium bibirnya sambil berdiri.
Suasana sejuk berada di ruangan hanya berdua melarutkan gairah dalam bercinta.
Kring …!
Sontak Satrio dan pasangannya terlonjak kaget mendengar dering telepon yang bagi keduanya sangat keras hingga melepas saling peluknya.
"Sialan!" umpat Sario kecewa dan marah.
Sementara Wanita yang cantik itu melap bibirnya dengan punggung tangan sambil berdesah kecewa pula.
Melihat nomor di pesawat telepon, Satrio tahu ada telepon masuk dari resepsionis.
Ehem, Satrio berdehem sebelum mengangkat gagang telepon. Lalu menekan tombol pelantang.
"Ya, gimana, An?" Tanya Satrio.
"Siang Pak. Polisinya sudah ada di waiting room." sahut suara Ani.
"Ok. Hubungi Pak Marbun untuk menemui bapak-bapak Polisi, trus suruh Pak Marbun naik ke ruangan saya bersama mereka."
"Baik, Pak." Sahut Ani lalu menutup sambungan.
Demi mendengar hal itu, wanita itu turun dari meja.
Lalu dia buru-buru menurunkan roknya yang tersingkap hingga pinggul dan memperlihatkan celana dalamnya.
Setelah itu barulah mengancingkan kemeja yang tadi memperlihatkan belahan dada di balik kutangnya.
Kemudian wanita itu bergegas pergi ke meja rias yang berada di kamar kecil.
Satrio sendiri tergopoh-gopoh memasukan kemejanya ke dalam celana yang resletingnya masih menutup.
Setelah itu barulah dia pergi menuju pintu lalu memutar anak kunci ke posisi pintu tidak mengunci.
Sambil menunggu, Satrio menghubungi pula bagian lain lewat pesawat telepon.