Diburu Mayat Hidup

Handi Yawan
Chapter #4

Menjadi Mayat Hidup

Hari itu Satrio bersama Tedjo pergi ke apartemen Intan tinggal.

Mereka didampingi dua polisi berseragam.

Ada pula seorang lagi yang bersama mereka. Umurnya sekitar 35. 

Dia adalah seorang ustadz, namanya Danil Maulana. 

Ustadz Danil rutin memberi ceramah dan pengajian di kantor yang diatur oleh orang HRD. Meskipun demikian Satrio tidak pernah ikut. Bahkan Satrio sudah lupa kapan terakhir melakukan shalat?

Tinggi badan Danil sedang dan berkulit bersih, warna kuning langsat. 

Dia berpakaian koko warna putih bersih dan celana panjang hitam.

Wajahnya cukup tampan dan kelimis. Rambutnya yang lurus selalu disisir rapi.

Alas kakinya sepatu kulit. Sikap dan dandanannya sederhana.

Diakui atau tidak Satrio kuatir pembunuhan yang dilakukannya terungkap sehingga segala cara ditempuh memastikan dirinya aman.

Dan sebenarnya urusan klenik tidak menarik perhatian Satrio. Tapi ini menyangkut Intan yang membuatnya penasaran.

Seperti kali ini, meskipun banyak yang bisa dilakukan sendiri oleh Satrio, tetapi menghadapi hal-hal supranatural dia mengakui butuh bantuan ahlinya. Sehingga mengajak Pak Ustad.

Ketika tiba di depan pintu yang dituju, garis polisi telah ditempel bersilangan di pintu.

Beberapa penghuni berlalu lalang di koridor dan tidak menghiraukan kegiatan itu karena melihat mereka datang bersama polisi.

Pita plastik berwarna kuning yang menempel di pintu dan bertuliskan garis polisi warna hitam, dirobek-robek oleh Bripka Sutanto untuk membuka jalan masuk.

Bret, bret …

Sobekannya disingkirkan begitu saja. Brigadir Robet ikut menyobek-nyobek dan memungut yang tercecer di lantai lalu dia kumpulkan. 

Kumpulan itu dibuang di tempat sampah.

Lalu Bripka Sutanto merogoh saku celana dan mengeluarkan kumpulan anak-anak kunci.

Cklek, cklek …

Pintu telah dibuka, lalu polisi itu mempersilahkan Satrio masuk.

Pak Sutanto pula yang menyalakan saklar lampu.

Lantas Satrio memeriksa sekeliling.

"Di mana tempat pesugihan itu, Pak?" Tanya Satrio.

Lalu Pak Sutanto berjalan ke salah satu kamar dan menunjukan tempat itu. Dia memasukan anak kunci lain.

Rupanya kamar ini dikunci dan tidak seperti kamar lainnya.

Ketika berada di dalam, Satrio melihat berbagai macam barang-barang yang memberi kesan menakutkan bagi yang melihatnya.

"Apa ini?" Gumam Satrio.

Tampak berbagai peralatan dan wadah-wadah berisi bunga-bunga rampe dalam bungkus kembang setaman satu wadah.

Beragam bunga yang berwarna warni sudah layu mengering.

Tanpa diminta, ustadz Danil berjongkok di depan meja pendek tempat barang-barang itu ditaruh.

Melihat sepintas saja ustadz sudah bisa menarik kesimpulan.

"Ini semua untuk menggelar ritual pesugihan." Ujarnya.

Meja pendek itu beralaskan tikar dari anyaman pelepah aren. Mejanya cukup untuk menaruh anglo, tompo, cikrak, kendi dan sapu lidi. Juga ada beberapa batang rokok klobot yang tinggal sisa dibakar. 

"Pesugihan adalah serangkaian mitos atau ritual yang dipercaya bisa digunakan untuk memperoleh kekayaan melalui jalan pintas." Papar Danil yang tampak paham dengan semua barang di hadapannya. "Biasanya dengan bantuan makhluk gaib.

Ini adalah perbuatan musyrik. Meminta pertolongan selain kepada Allah.

Ini dosa. Walaupun semua orang  berdosa, tetapi dosa syirik tidak diampuni oleh Allah."

Satrio mendengarkan sambil lalu saja. Dia lebih tertarik kepada hal lain.

"Apakah ustadz merasakan kehadiran makhluk gaib di ruangan ini?" Tanya Satrio.

Lihat selengkapnya