Sofia, gadis cilik berumur 10 tahun. Sejak masuk SD sudah didiagnosa mengidap gula darah rendah.
Manakala anak seumurannya riang gembira bermain bersama teman-temannya. Sofia tidak. Dia lebih suka tidur-tiduran sambil main game.
Atau sering kedapatan sedang tidur. Bahkan disaat jam pelajaran di sekolah. Teman-teman dan guru-guru sudah maklum dengan kondisinya.
Sofia bisa tiba-tiba lemas lalu pingsan tanpa sebab. Hal ini yang paling membuat Intan panik karena paling takut menghadapi kenyataan bila anak satu-satunya ini meninggal.
Sulit sekali membangunkan Sofia setiap pagi. Tetapi Intan sangat menyayangi anak semata wayang ini.
Intan tidak mengeluh mengurus Sofia sejak ditinggal cerai oleh suami ketika Sofia masih balita.
Bila Intan pergi bekerja, Sofia dititipkan di rumah ibunya. Atau gantian ibunya datang ke apartment Intan.
Intan mampu membayar baby sister. Tetapi baby sister hanya mengurus rumah tangga pada jam kerja. Di luar jam kerja pulang.
Ibunya sendiri umurnya jelang 50 tahun dan punya usaha konveksi rumahan. Tetapi dia tidak mau terlalu membebani ibunya yang juga sudah sendiri. Papa Intan sudah meninggal akibat sakit.
Sore itu Intan sudah mengantar Sofia ke rumah Ibunya dan malam harinya dia pergi ke rumah Satrio untuk menghadiri perayaan itu.
Sekarang sudah ada seminggu Sofia tinggal bersama neneknya, Ibu Tina.
Neneknya bisa mengawasi Sofia karena usaha konveksi nya berada di rumah itu juga.
Rumah ibu Tina sejak lama dipakai untuk usaha sejak suaminya masih ada.
Tidak terlalu besar rumahnya tetapi terdiri 2 lantai.
Lantai atas sebagai ruang keluarga.
Tetapi tidak ada kabar nasib anaknya tidak urung membuat Tina dirundung kesedihan pula, apalagi melihat kondisi Sofia yang belum mau masuk sekolah.
Selain mengawasi para pekerjanya yang bekerja dengan 1O buah mesin jahit, Tina rutin naik ke lantai 2 untuk mengurus cucunya.
Tentu saja Tina sama sayangnya seperti kepada cucu-cucunya yang lain, sehingga keberadaan Sofia bukan beban baginya.
Sofia sendiri saat ini sedang asyik bermain game di hp.
Dia rebahan di lantai beralaskan karpet tebal.
Ruangan di lantai atas besar tapi kurang penerangan. Jendela-jendelanya sempit seperti pada perumahan umumnya. Belum lagi, di halaman banyak ditumbuhi pohon-pohon buah, seperti mangga, jambu batu, bahkan ada pohon nangka.
Sedang asyik-asyiknya, tiba-tiba Sofia terlonjak seperti mendengar suara yang tidak asing.
Dia mendengar suara yang amat dirindukan.
"Mama …?" seru Sofia mengenali suara yang datang dari sebuah kamar yang pintunya terbuka.
Di dalam kamar menjadi lebih terang oleh nyala cahaya putih.
"Mama, mama, mama …!"
Sofia melompat-lompat girang sembari memandang ke arah asal suara.
Lalu dari kamar muncul dua tangan yang mengembang ingin memeluk Sofia.
Sofia sendiri tersenyum lebar mendahului datang.
Sofia menangis sesenggukan kerinduannya terbayar sudah hingga memeluk erat Mamanya dan tidak mau dilepas.
Sementara itu Ibu Tina menghentikan kegiatannya memeriksa hasil jahitan. Sebentar dia menengok ke arah jam dinding yang menunjukan waktu pukul 11.45.
Di ruangan yang berisik oleh suara motor mesin jahit dari 10 orang saling timpal.
Itulah dunia Tina.
Ruangan besar itu cukup penerangan tetapi bau bahan kimia yang berasal dari kain selalu mengisi udara, sehingga beberapa karyawan selalu mengenakan masker.
Nenek yang belum renta itu meniti ambalan lantai yang lebih tinggi menuju ruang tamu.
Lalu pergi ke dapur. Di sana dia mengambil sebuah piring dan sendok.