Danil merasa percuma debat dengan Satrio yang sudah patah arang diancam oleh Intan.
Tetapi membiarkan seorang anak kecil direnggut hidupnya padahal tidak bersalah apa-apa, tidak bisa membuat hati Danil menjadi tenang.
Oleh sebab itu ketika Danil pulang dari rumah Satrio. Sore itu juga dia memacu sepeda motor tuanya menuju rumah Ibu Tina.
Tunggangan sepeda motor Danil adalah Norton 88 Dominator jadul, tetapi mesinnya terawat baik.
Bruuum, bdum, bdum, bdum …
Suara gahar khas moge membuat iri pengendara motor sport keluaran baru sekalipun.
Namun meskipun 500cc, sudah tidak bisa balapan dengan sepeda motor matic 125cc sekalipun, maklum mesinnya gampang panas. Sehingga Danil memacunya dengan santai rata-rata di 60 km/jam saja.
Jaket tentara korea dia kenakan biar hangat dan tidak masuk angin.
Bagasi dari bahan tempat menyimpan barang-barang ada ditempatkan pada sisi sebelah kanan.
Sementara helm yang dipakai adalah helm tentara Nazi.
Rupanya ustadz Danil penggemar barang-barang jadul dan antik.
Danil baru sekali ke rumah Tina, tetapi dia masih hafal jalannya sehingga tidak usah mencari-cari langsung tiba di depan rumah yang masih berada di Pluit.
Setelah mengunci leher stang motor, Danil pergi ke pintu pagar lalu mengetuk-ngetuk pintu besi dengan ujung anak kunci.
Trak, trak, trak …!
"Assalamualaikum…"
Tidak menunggu lama, ada seseorang yang datang tergopoh-gopoh dari samping rumah.
Danil sudah tahu, pintu yang berada di samping rumah adalah jalan masuk dari luar ke ruang kerja konveksi.
"Waalaikum salam," jawab orang itu..
"Selamat sore Pak. Saya Danil mau ke Ibu Tina."
Orang itu mengangguk lalu membuka pintu pagar.
Rrrggg …
Orang itu menggeser pintu pagar dan mempersilahkan Danil masuk.
"Sebentar saya panggilkan," ujarnya sambil pergi membuka pintu rumah.
"Bu, ada tamu."
Sambil menunggu Danil menaruh helm di lantai teras. Helm itu orisinil tentara sehingga dia jaga baik-baik.
Tidak lama menunggu Tina muncul.
"Assalamu'alaikum," sapa Danil.
Tina menjawab sapaan ustadz Danil. Dan rupanya dia masih ingat siapa tamunya.
"Oh Pak Ustadz Danil."
Sementara orang tadi yang membuka pintu pagar terus pergi ke arah samping rumah.
Tetapi Tina berpesan pada orang itu. "Pak Yadi, tolong nyalain lampu-lampu luar, sebentar lagi magrib."
"Baik bu," jawab Pak Yadi lalu pergi.
"Pak Ustadz, silakan masuk," ajak Tina. "Tumben sendiri?"
Danil melepas sepasang sepatu dan bergegas masuk. Sementara pintu dibiarkan terbuka.